Share

7. Rencana Awal

Turun dari ojek online Sophia pun mendengus. Rumahnya sudah seperti rumah tidak berpenghuni yang gelap gulita dan banyak sekali daun kering masuk ke halaman rumah. Karena terlalu sibuk hari ini Sophia jadi lupa untuk membawa beberapa tanaman yang bisa ditanam di depan rumah dan juga samping rumah. Sophia pikir lahan kosong ini bisa digunakan menanam sayur dan juga beberapa bunga yang bisa dijual di jika bunganya. Setidaknya ada pohon mawar dan juga kaktus pun tidak masalah bagi Sophia, yang penting ada tanaman hijau yang membuat indah rumah ini. Tapi karena pesanan terlalu banyak membuat Sophia lupa. 

Wanita itu masuk lebih dukungan ke dalam rumah, di deretan rumah ini hanya rumah Sophia yang terlihat gelap sendiri. Hingga lampu putih dan kuning pun menyala dengan terang, buru-buru Sophia membersihkan halaman rumahnya yang kotor dan juga dalam rumah. Sesekali menatap sekeliling komplek perumahan ini yang terbilang sepi tapi banyak sekali rumah dengan pintu terbuka. Mungkin mereka bisa saling berkunjung satu sama lain kali ya, atau mungkin ada beberapa orang yang datang ke rumah mereka dengan keperluan yang penting.

Usai membersihkan rumah, Sophia pun menuju ke arah dapur. Dia segera membereskan semua sisa makanan tadi pagi yang sudah basi. Sophia pikir kedua mertuanya akan menghabiskan makanan yang dia buat lagi tadi yang tidak begitu banyak. Tapi ketika dia pergi ke kios dan tidak masuk ke dapur, Sophia baru tahu jika Shaka juga tidak menyentuh sarapannya seperti ibunya. Dengan alasan diet dan hanya minum teh, padahal Sophia bisa membuatkan roti panggang atau mungkin makanan lainnya yang Mia suka. Tapi dasarnya tidak suka mau sampai kapan pun juga tidak akan suka. 

Karena nasi di rumah ini masih ada, Sophia pun memutuskan untuk mengeluarkan bahan yang ada di dalam kulkas untuk membuat nasi goreng ala kadarnya. Dia malas jika harus kembali keluar hanya untuk membeli makan, apalagi tubuhnya sudah capek sekali dan ingin cepat-cepat istirahat. Dia juga malas jika harus menunggu gofood yang lumayan lama, Sophia pun juga takut ketiduran jika terlalu lama. Akhirnya dia pun memutuskan untuk memasak nasi goreng saja lebih simpel dan hemat. Di rumah ini tidak ada pelihara, hingga Sophia bingung membuang makanan sisa kemana lagi jika tidak dibungkus dengan satu kantong plastik dengan rapat. 

Membutuhkan waktu setengah jam, akhirnya Sophia pun menyelesaikan masakannya dengan cepat. Wanita itu memutuskan untuk makan lebih dulu, setelah itu baru pergi mandi dan tidur. Tapi alangkah terkejutnya Sophia ketika melihat pintu rumah ini terbuka dengan kencang, seperti ada seseorang yang mendobraknya dari luar. 

Dengan pikiran yang tidak karuan, Sophia memilih membawa sapu dapur untuk melindungi diri. Berjalan dengan tertatih Sophia pun menuju ke ruang tamu. Disana Sophia bisa melihat Shaka yang baru saja datang dengan nafas yang ngos-ngosan dan juga penampilan yang amburadul. Langsung saja Sophia menurunkan sapunya yang hendak memukul Shaka.

“Akun pikir maling tadi, karena aku lupa kunci pintu.” ucap Sophia merasa lega.

“Papi mana?” tanyanya dengan nafas yang terengah.

“Papi?” Sophia membeo, dia pun menatap sekeliling rumah ini dengan alis uang mengerut. “Bukannya tadi pagi sudah pulang ya? Kamu bisa ke rumah papi jika ada hal yang penting.” ujarnya. 

Mendengar hal itu Shaka pun langsung menatap Sophia dengan tidak percaya. Mana mungkin Petra pulang ke rumah tanpa memberitahu Shaka lebih dulu? Belum lagi Petra baru saja menelpon Shaka dan meminta Shaka untuk segera pulang. Dia tahu Shaka lembur, dan Sophia juga baru pulang. Bahkan Petra juga mengatakan jika dia sudah menunggunya di rumah, Shaka pikir ayahnya itu masih ada di rumah ini dan belum pulang. Meskipun pagi tadi mereka tidak bertemu.

“Papi pulang pagi tadi? Dia baru saja menelponku Sophia.” kata Shaka menekankan setiap katanya, agar Sophia tidak berbohong padanya.

“Aku berkata jujur. Papi kamu sudah pulang pagi tadi dengan supir, aku mah manggil kamu tapi papi kamu melarang. Dan waktu aku pulang rumah ini sudah gelap, tidak ada satu orang pun kecuali aku.” jelas Sophia akhirnya. 

Shaka mengumpat dalam hati, jika tahu ayahnya tidak ada dirumah kenapa juga dia harus pulang ke rumah dan melihat waktu cacat di hadapannya saat ini? Apalagi Shaka sudah berjanji pada Valery untuk menginap di rumahnya. Tapi yang terjadi … 

Masuk ke dalam rumah Shaka pun memutuskan untuk membersihkan dirinya. Dia begitu kesal dengan ayahnya yang suka sekali mengacaukan rencananya. Apa iya ayahnya itu sudah tahu jika Shaka memiliki wanita lain selain Sophia? Jika sudah tahu, seharusnya ayahnya itu menyadari jika anaknya tidak pernah mencintai dan menginginkan pernikahan ini terjadi. Dan yang seharusnya ayahnya lakukan adalah mencari cara agar Shaka dan juga Sophia berpisah dengan cepat. Lalu untuk akan juga pernikahan ini dipertahankan? 

***

Usai mandi, Shaka memutuskan untuk turun. Dia ingin melihat ada apa di dapur karena dia harus melewatkan makan malamnya dengan Valery. Coba saja jika bukan ulah ayahnya mungkin hal ini tidak akan terjadi pada Shaka. Untuk kali ini tidak masalah, tapi setelah ini jangan harap Shaka mau mengikuti kembali apa yang Petra ucapkan. Apalagi Petra juga tidak ada dirumah ini yang dimana Shaka bisa melakukan hal apapun yang dia inginkan.

Aroma nasi goreng membuat pergi Shaka kembali berbunyi. Dia pun melihat Sophia yang sibuk melahap nasi gorengnya sambil memainkan ponselnya. Terdengar jelas suara lagu negara ginseng berputar dengan kencang, bahkan Shaka juga sempat melihat Sophia tersenyum melihat layar ponselnya.

“Tidak ada makan lagi?” tanya Shaka akhirnya. Dia benar-benar tidak tahan dengan suara perutnya.

Sophia menghentikan lagu yang diputar dan melihat Shaka sejenak. Lalu kembali melihat ke arah kompor dan mengangguk kecil. “Ada. Cuma ada nasi goreng, mau?” 

“Timbang kelaparan, lebih baik itu. Asal tidak di beri racun dan tidak sakit perut.” 

Sophia menggeleng, dia tidak sejahat itu jika harus menyakiti orang. Dia tahu pernikahan ini tidak diinginkan, bukan berarti Sophia harus menyingkirkan Shaka bukan? 

Tanpa disadari, Sophia baru saja melakukan kewajibannya sebagai suami. Memasak hingga menghidangkan satu piring nasi goreng untuk Shaka. Tidak hanya itu, Sophia bahkan menawarkan kopi, teh atau mungkin air minum untuk Shaka. Terlalu sering melayani ibu dan ayahnya di rumah, hal itu tertawa sampai dia memiliki suami. Tapi … bukankah kewajiban seorang istri seperti ini? 

“Air putih saja!!” jawab Shaka cetus.

Sophia mengangguk, apa yang dibutuhkan Shaka pun sudah ada didepan mata. Sophia kembali melanjutkan acara makannya dengan pelan, sesekali menatap Shaka yang menikmati masakan Sophia. Pria itu benar-benar lahap menghabiskan satu piring nasi goreng yang dibuat oleh Sophia. Tentu saja hal itu membuat Sophia sedikit tersenyum tipis, rasanya ada sesuatu yang melegakan di dalam dirinya yang dimana Sophia sendiri juga tidak tahu kenapa.

“Hmm, tadi kamu bilang papi telepon kamu minta kamu pulang cepat?” tanya Sophia memastikan. Mungkin berbicara dengan kepala dingin itu lebih enak ketimbang melihat Shaka marah terus menerus hanya karena masalah sepele.

“Ya.” 

“Terus kamu pulang?” tanya Sophia kembali 

“Ya. Dan itu pasti ulah kamu. Nggak mungkin kan papi tiba-tiba telepon dan minta aku pulang, sedangkan papi tau posisi aku lagi lembur.” tuduh Shaka yang mendadak kesal mengingat panggilan masuk dari Petra. 

Sophia tahu Shaka tidak suka di rumah karena ada dirinya. Tapi Sophia berani bersumpah jika dia tidak meminta Petra untuk menelpon Shaka untuk segera pulang. Lagian, Sophia juga sadar diri atas hal itu, dia tahu Shaka sibuk mengurus bisnis keluarganya. Shaka juga sibuk dengan keberadaan Valery kekasihnya, mana mungkin Sophia mau menambah beban hidup Shaka kembali? 

Wanita itu tidak meminta Petra untuk menghubungi Shaka ketika dia bekerja. Lagian Petra juga sudah pulang sejak pagi, sampai Sophia pulang pun Petra tak kembali lagi. Sophia juga sudah merasa lega dan senang ketika Petra tidak kembali ke rumah ini. Kalaupun Sophia membutuhkan sesuatu, tidak mungkin Sophia menghubungi Shaka. Bukankah Sophia sudah bilang jika Sophia tidak akan melibatkan Shaka dalam hal apapun di hidupnya. Itu sebabnya, Sophia tidak menghubungi Shaka jika tidak ada penting sama sekali. 

“Kalau bukan kamu yang suruh, memangnya mau siapa lagi?” tanya Shaka geram.

“Aku nggak tau. Mungkin inisiatif papi kamu aja yang tau anaknya nggak suka di rumah setelah menikah.” 

Shaka memutar bola matanya malas, “Dipikir aja dong, kita menikah karena apa? Aku nggak salah seratus persen ya, terus setiap orang pasti ingin punya istri yang bisa di banggakan. Istri yang dicintainya, hey, seumur hidup itu lama bukan sebentar. Kecuali salah satu di antara kita ada yang mati duluan.” 

“Kamu mau mati dulu, Shaka?” wajah polos Sophia membuat mata Shaka mendelik sempurna. 

“Kamu aja mati duluan. Hidup juga nggak guna, kalau bukan menikah dengan aku laki-laki mana yang mau menikah dengan kamu sih!!” 

Mendengar hal itu mendadak bunga yang tadinya mekar pun langsung lagu. Sungguh, ucapan yang menyayat itu mampu membuat Sophia tersenyum tipis. Iya benar!! Apa yang dikatakan Shaka benar, jika Sophia tidak menikah dengan Shaka memangnya mau menikah dengan siapa? Laki-laki mana yang mau menikah dengan wanita cacat seperti Sophia? Berjalan saja dia harus menyeret kakinya dengan pelan, dia adalah wanita tidak beruntung tinggal di bumi. Jika waktu kecelakaan itu bisa memilih, mungkin Sophia memutuskan untuk mati saja ketimbang hidup tapi menerima banyak sekali hinaan selama hidupnya. 

“Kamu pasti udah nyuci otak papi aku buat gak percaya sama aku.” 

Tatapan lembut Sophia menjadi tatapan mengerikan bagi Shaka. Dia pun memperhatikan raut wajahnya Shaka yang menyebalkan di depannya. “Pakai sabun apa? Kalau aku ada niat begitu udah dari dulu kali ya. Sayangnya, aku bukan orang yang ada dipikiran kamu!!” 

“Cih!! Terus kenapa papi tiba-tiba telepon nyuruh pulang cepat? Kalau bukan kamu siapa lagi sih, disini cuma papi dong yang suka sama kamu.” 

“Aku tau. Makanya aku mau ngajak kamu kerja sama, kamu pengen pisah dari aku cepat kan? Aku tau caranya, Shaka. Aku juga nggak mau ngikutin kamu karena pernikahan ini, sedangkan kita tidak saling mencintai.” 

Shaka yang tertarik pun langsung merubah posisi duduknya menatap Sophia dengan lekat. “Katakan, bagaimana caranya?” 

To be continued 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status