Turun dari ojek online Sophia pun mendengus. Rumahnya sudah seperti rumah tidak berpenghuni yang gelap gulita dan banyak sekali daun kering masuk ke halaman rumah. Karena terlalu sibuk hari ini Sophia jadi lupa untuk membawa beberapa tanaman yang bisa ditanam di depan rumah dan juga samping rumah. Sophia pikir lahan kosong ini bisa digunakan menanam sayur dan juga beberapa bunga yang bisa dijual di jika bunganya. Setidaknya ada pohon mawar dan juga kaktus pun tidak masalah bagi Sophia, yang penting ada tanaman hijau yang membuat indah rumah ini. Tapi karena pesanan terlalu banyak membuat Sophia lupa.
Wanita itu masuk lebih dukungan ke dalam rumah, di deretan rumah ini hanya rumah Sophia yang terlihat gelap sendiri. Hingga lampu putih dan kuning pun menyala dengan terang, buru-buru Sophia membersihkan halaman rumahnya yang kotor dan juga dalam rumah. Sesekali menatap sekeliling komplek perumahan ini yang terbilang sepi tapi banyak sekali rumah dengan pintu terbuka. Mungkin mereka bisa saling berkunjung satu sama lain kali ya, atau mungkin ada beberapa orang yang datang ke rumah mereka dengan keperluan yang penting.Usai membersihkan rumah, Sophia pun menuju ke arah dapur. Dia segera membereskan semua sisa makanan tadi pagi yang sudah basi. Sophia pikir kedua mertuanya akan menghabiskan makanan yang dia buat lagi tadi yang tidak begitu banyak. Tapi ketika dia pergi ke kios dan tidak masuk ke dapur, Sophia baru tahu jika Shaka juga tidak menyentuh sarapannya seperti ibunya. Dengan alasan diet dan hanya minum teh, padahal Sophia bisa membuatkan roti panggang atau mungkin makanan lainnya yang Mia suka. Tapi dasarnya tidak suka mau sampai kapan pun juga tidak akan suka. Karena nasi di rumah ini masih ada, Sophia pun memutuskan untuk mengeluarkan bahan yang ada di dalam kulkas untuk membuat nasi goreng ala kadarnya. Dia malas jika harus kembali keluar hanya untuk membeli makan, apalagi tubuhnya sudah capek sekali dan ingin cepat-cepat istirahat. Dia juga malas jika harus menunggu gofood yang lumayan lama, Sophia pun juga takut ketiduran jika terlalu lama. Akhirnya dia pun memutuskan untuk memasak nasi goreng saja lebih simpel dan hemat. Di rumah ini tidak ada pelihara, hingga Sophia bingung membuang makanan sisa kemana lagi jika tidak dibungkus dengan satu kantong plastik dengan rapat. Membutuhkan waktu setengah jam, akhirnya Sophia pun menyelesaikan masakannya dengan cepat. Wanita itu memutuskan untuk makan lebih dulu, setelah itu baru pergi mandi dan tidur. Tapi alangkah terkejutnya Sophia ketika melihat pintu rumah ini terbuka dengan kencang, seperti ada seseorang yang mendobraknya dari luar. Dengan pikiran yang tidak karuan, Sophia memilih membawa sapu dapur untuk melindungi diri. Berjalan dengan tertatih Sophia pun menuju ke ruang tamu. Disana Sophia bisa melihat Shaka yang baru saja datang dengan nafas yang ngos-ngosan dan juga penampilan yang amburadul. Langsung saja Sophia menurunkan sapunya yang hendak memukul Shaka.“Akun pikir maling tadi, karena aku lupa kunci pintu.” ucap Sophia merasa lega.“Papi mana?” tanyanya dengan nafas yang terengah.“Papi?” Sophia membeo, dia pun menatap sekeliling rumah ini dengan alis uang mengerut. “Bukannya tadi pagi sudah pulang ya? Kamu bisa ke rumah papi jika ada hal yang penting.” ujarnya. Mendengar hal itu Shaka pun langsung menatap Sophia dengan tidak percaya. Mana mungkin Petra pulang ke rumah tanpa memberitahu Shaka lebih dulu? Belum lagi Petra baru saja menelpon Shaka dan meminta Shaka untuk segera pulang. Dia tahu Shaka lembur, dan Sophia juga baru pulang. Bahkan Petra juga mengatakan jika dia sudah menunggunya di rumah, Shaka pikir ayahnya itu masih ada di rumah ini dan belum pulang. Meskipun pagi tadi mereka tidak bertemu.“Papi pulang pagi tadi? Dia baru saja menelponku Sophia.” kata Shaka menekankan setiap katanya, agar Sophia tidak berbohong padanya.“Aku berkata jujur. Papi kamu sudah pulang pagi tadi dengan supir, aku mah manggil kamu tapi papi kamu melarang. Dan waktu aku pulang rumah ini sudah gelap, tidak ada satu orang pun kecuali aku.” jelas Sophia akhirnya. Shaka mengumpat dalam hati, jika tahu ayahnya tidak ada dirumah kenapa juga dia harus pulang ke rumah dan melihat waktu cacat di hadapannya saat ini? Apalagi Shaka sudah berjanji pada Valery untuk menginap di rumahnya. Tapi yang terjadi … Masuk ke dalam rumah Shaka pun memutuskan untuk membersihkan dirinya. Dia begitu kesal dengan ayahnya yang suka sekali mengacaukan rencananya. Apa iya ayahnya itu sudah tahu jika Shaka memiliki wanita lain selain Sophia? Jika sudah tahu, seharusnya ayahnya itu menyadari jika anaknya tidak pernah mencintai dan menginginkan pernikahan ini terjadi. Dan yang seharusnya ayahnya lakukan adalah mencari cara agar Shaka dan juga Sophia berpisah dengan cepat. Lalu untuk akan juga pernikahan ini dipertahankan? ***Usai mandi, Shaka memutuskan untuk turun. Dia ingin melihat ada apa di dapur karena dia harus melewatkan makan malamnya dengan Valery. Coba saja jika bukan ulah ayahnya mungkin hal ini tidak akan terjadi pada Shaka. Untuk kali ini tidak masalah, tapi setelah ini jangan harap Shaka mau mengikuti kembali apa yang Petra ucapkan. Apalagi Petra juga tidak ada dirumah ini yang dimana Shaka bisa melakukan hal apapun yang dia inginkan.Aroma nasi goreng membuat pergi Shaka kembali berbunyi. Dia pun melihat Sophia yang sibuk melahap nasi gorengnya sambil memainkan ponselnya. Terdengar jelas suara lagu negara ginseng berputar dengan kencang, bahkan Shaka juga sempat melihat Sophia tersenyum melihat layar ponselnya.“Tidak ada makan lagi?” tanya Shaka akhirnya. Dia benar-benar tidak tahan dengan suara perutnya.Sophia menghentikan lagu yang diputar dan melihat Shaka sejenak. Lalu kembali melihat ke arah kompor dan mengangguk kecil. “Ada. Cuma ada nasi goreng, mau?” “Timbang kelaparan, lebih baik itu. Asal tidak di beri racun dan tidak sakit perut.” Sophia menggeleng, dia tidak sejahat itu jika harus menyakiti orang. Dia tahu pernikahan ini tidak diinginkan, bukan berarti Sophia harus menyingkirkan Shaka bukan? Tanpa disadari, Sophia baru saja melakukan kewajibannya sebagai suami. Memasak hingga menghidangkan satu piring nasi goreng untuk Shaka. Tidak hanya itu, Sophia bahkan menawarkan kopi, teh atau mungkin air minum untuk Shaka. Terlalu sering melayani ibu dan ayahnya di rumah, hal itu tertawa sampai dia memiliki suami. Tapi … bukankah kewajiban seorang istri seperti ini? “Air putih saja!!” jawab Shaka cetus.Sophia mengangguk, apa yang dibutuhkan Shaka pun sudah ada didepan mata. Sophia kembali melanjutkan acara makannya dengan pelan, sesekali menatap Shaka yang menikmati masakan Sophia. Pria itu benar-benar lahap menghabiskan satu piring nasi goreng yang dibuat oleh Sophia. Tentu saja hal itu membuat Sophia sedikit tersenyum tipis, rasanya ada sesuatu yang melegakan di dalam dirinya yang dimana Sophia sendiri juga tidak tahu kenapa.“Hmm, tadi kamu bilang papi telepon kamu minta kamu pulang cepat?” tanya Sophia memastikan. Mungkin berbicara dengan kepala dingin itu lebih enak ketimbang melihat Shaka marah terus menerus hanya karena masalah sepele.“Ya.” “Terus kamu pulang?” tanya Sophia kembali “Ya. Dan itu pasti ulah kamu. Nggak mungkin kan papi tiba-tiba telepon dan minta aku pulang, sedangkan papi tau posisi aku lagi lembur.” tuduh Shaka yang mendadak kesal mengingat panggilan masuk dari Petra. Sophia tahu Shaka tidak suka di rumah karena ada dirinya. Tapi Sophia berani bersumpah jika dia tidak meminta Petra untuk menelpon Shaka untuk segera pulang. Lagian, Sophia juga sadar diri atas hal itu, dia tahu Shaka sibuk mengurus bisnis keluarganya. Shaka juga sibuk dengan keberadaan Valery kekasihnya, mana mungkin Sophia mau menambah beban hidup Shaka kembali? Wanita itu tidak meminta Petra untuk menghubungi Shaka ketika dia bekerja. Lagian Petra juga sudah pulang sejak pagi, sampai Sophia pulang pun Petra tak kembali lagi. Sophia juga sudah merasa lega dan senang ketika Petra tidak kembali ke rumah ini. Kalaupun Sophia membutuhkan sesuatu, tidak mungkin Sophia menghubungi Shaka. Bukankah Sophia sudah bilang jika Sophia tidak akan melibatkan Shaka dalam hal apapun di hidupnya. Itu sebabnya, Sophia tidak menghubungi Shaka jika tidak ada penting sama sekali. “Kalau bukan kamu yang suruh, memangnya mau siapa lagi?” tanya Shaka geram.“Aku nggak tau. Mungkin inisiatif papi kamu aja yang tau anaknya nggak suka di rumah setelah menikah.” Shaka memutar bola matanya malas, “Dipikir aja dong, kita menikah karena apa? Aku nggak salah seratus persen ya, terus setiap orang pasti ingin punya istri yang bisa di banggakan. Istri yang dicintainya, hey, seumur hidup itu lama bukan sebentar. Kecuali salah satu di antara kita ada yang mati duluan.” “Kamu mau mati dulu, Shaka?” wajah polos Sophia membuat mata Shaka mendelik sempurna. “Kamu aja mati duluan. Hidup juga nggak guna, kalau bukan menikah dengan aku laki-laki mana yang mau menikah dengan kamu sih!!” Mendengar hal itu mendadak bunga yang tadinya mekar pun langsung lagu. Sungguh, ucapan yang menyayat itu mampu membuat Sophia tersenyum tipis. Iya benar!! Apa yang dikatakan Shaka benar, jika Sophia tidak menikah dengan Shaka memangnya mau menikah dengan siapa? Laki-laki mana yang mau menikah dengan wanita cacat seperti Sophia? Berjalan saja dia harus menyeret kakinya dengan pelan, dia adalah wanita tidak beruntung tinggal di bumi. Jika waktu kecelakaan itu bisa memilih, mungkin Sophia memutuskan untuk mati saja ketimbang hidup tapi menerima banyak sekali hinaan selama hidupnya. “Kamu pasti udah nyuci otak papi aku buat gak percaya sama aku.” Tatapan lembut Sophia menjadi tatapan mengerikan bagi Shaka. Dia pun memperhatikan raut wajahnya Shaka yang menyebalkan di depannya. “Pakai sabun apa? Kalau aku ada niat begitu udah dari dulu kali ya. Sayangnya, aku bukan orang yang ada dipikiran kamu!!” “Cih!! Terus kenapa papi tiba-tiba telepon nyuruh pulang cepat? Kalau bukan kamu siapa lagi sih, disini cuma papi dong yang suka sama kamu.” “Aku tau. Makanya aku mau ngajak kamu kerja sama, kamu pengen pisah dari aku cepat kan? Aku tau caranya, Shaka. Aku juga nggak mau ngikutin kamu karena pernikahan ini, sedangkan kita tidak saling mencintai.” Shaka yang tertarik pun langsung merubah posisi duduknya menatap Sophia dengan lekat. “Katakan, bagaimana caranya?” To be continuedSeperti biasa, setelah memasak untuk dirinya sendiri. Sophia langsung pergi ke toko bunga, dia bisa melihat Lala yang sudah duduk di depan toko dengan wajah cemberutnya. Sophia pun tersenyum lalu menghampirinya.“Tumben banget La, datang sebelum aku datang.” kekeh Sophia “Dih, Mbak Phia lupa ya.” Alis Sophia mengerut, “Lupa apa La?” “Hari ini—” Lala menghentikan ucapannya ketika melihat sebuah mobil mewah berhenti tak jauh dari toko bunga Sophia. Dia mengerutkan keningnya, mobil itu sering Lala lihat sejak dulu sampai saat ini ketika Sophia membuka toko bunga, jam makan siang, dan juga sore hari. Tapi Lala tidak tahu siapa pemilik mobil itu, ketika Lala atau Sophia yang mendekati mobil itu yang ada mobilnya malah pergi dengan kecepatan yang lumayan tinggi. Entah apa hubungannya hanya saja Lala takut jika orang di dalam mobil itu adalah orang jahat. Apalagi lagi maraknya penculikan dan penjualan organ tubuh manusia dengan nilai yang fantasi.“Selamat pagi.” sapa orang itu dengan se
Sejujurnya Sophia masih tidak mengerti dengan apa yang diucapkan Shaka. Apa yang membuat pria itu tidak suka ketika Sophia bersama dengan Shaka. Bukannya terlalu percaya diri atau berbunga-bunga tapi sungguh, Sophia tidak tahu maksud dari ucapan Shaka. Dia ingin bertanya lebih jauh lagi, tapi melihat raut wajah Shaka saja langsung membuat Sophia malas. Hingga pagi ini Sophia lambung pergi ke toko bunga untuk mengambil beberapa tanaman yang ingin dia bawa pulang ke rumah. Hari ini Sophia berniat untuk pulang cepat, dan meminta Sion untuk menutup toko bunganya. Sophia ingin berkebun di rumah, dia juga sudah membeli beberapa benih sayuran untuk ditanam. Sophia juga membawa beberapa kompos dan juga tanah agar cepat subur. “Sebanyak ini yakin Mbak mau dibawa pulang?” tanya Lala pemasaran.Sophia mengangguk, “Iya lah, pengen tanam di rumah. Di depan rumah gersang gak ada apa-apa.” cerita Sophia Lala hanya mampu mengangguk, dari dulu Sophia suka sekali dengan bunga dan dia tidak bisa melih
Valery berdecak kesal, ketika mendengar seringan ponsel Shaka yang tidak berhenti sejak setengah jam yang lalu. Wanita itu mendorong tubuh Shaka yang berada di atasnya hingga menggulingkan di sampingnya. Permainannya baru saja dimulai, tapi yang ada ponsel itu terus menerus berbunyi sejak tadi dan membuat Valery terganggu.“Angkat dulu gih, siapa tahu penting dari istrimu!!” ucap Valery dengan nada cemburu.Shaka menghela nafasnya panjang, mencoba menetralkan apa yang baru saja dia lakukan. Jangan sampai orang yang berbicara dengannya munafik curiga dengan deru nafas Shaka yang naik turun ini. Meraih ponselnya Shaka pun menahan layar ponselnya sejenak, benar saja yang menelpon dirinya sejak tadi adalah Sophia. Ada apa? Pikir Shaka.Pria itu menatap Valery, seolah tatapan itu meminta izin pada Valery jika dia ingin menerima panggilan masuk dari Sophia. Tapi yang ada Valery malah membuang muka, seolah dia tidak peduli dengan apa yang akan Shaka lakukan. Sedikit menjauh untuk menghargai
“Kamu gila ya!!” teriak Shaka tertahan.Setelah makan malam bersama. Petra dan juga Mia pulang dari rumah Sok gua dan Shaka tepat jam sepuluh malam. Itu sebabnya Shaka berani berteriak di depan Sophia dengan jawaban yang tidak masuk akal wanita itu. Dia bilang siap untuk hamil Shaka? Sialan menyentuhnya saja Shaka tidak kepikiran. Apalagi sampai membuat Sophia hamil, ini benar-benar gimana menurut Shaka. Sophia menggeleng, “Tidak. Kenapa?” “Masih tanya kenapa? Kamu tau nggak akibatnya dari jawabanmu itu apa?” “Aku tau.”“Lalu kenapa menjawab seperti itu, Sophia. Ingat ya perjanjian kita di awal, kita harus berpisah dalam waktu satu tahun, karena aku ingin menikahi wanita yang aku cintai.” “Iya aku tau, tanpa diulang.” jawab Sophia santai. Melihat reaksi Sophia, Shaka mendadak emosi sendiri. Wanita itu terlihat santai sambil memainkan ponselnya yang terus menyala, entah apa yang wanita itu lakukan tapi mampu membuat Shaka benar-benar marah.“Sophia aku sedang berbicara serius.”
Sophia terkejut bukan main ketika melihat Alcand yang tiba-tiba saja datang ke toko bunganya. Ini masih terlalu pagi untuk mereka bertemu, sedangkan Alcand sendiri yang bilang akan datang ke toko sekitar jam sepuluh siang. Tapi ini masih jam delapan pagi dan Alcand sudah ada di tokonya? Mau apa?“Hei … bukannya kesini jam sepuluh ya?” kata Sophia mengingatkan. Alcand mengangguk, dia membenarkan apa yang Sophia katakan. Dia seharusnya datang jam sepuluh siang, tapi karena tidak bisa menahan diri akhirnya Alcand pun datang pagi. Untuk melihat sudah sampai mana persiapan Sophia tentang cafenya. Sion berdehem untuk menyadarkan posisinya, “Kalian saling kenal?” “Astaga Ayah, Phia sampai lupa mau ngomong sama Ayah kalau Mas Alcand ini ngajakin Phia kerjasama. “ jelas Sophia yang benar-benar lupa tentang kerjasama yang sudah mereka bahas satu minggu yang lalu. “Kerjasama apa? Buka toko bunga lagi?” Alcand menggeleng, dia pun mengambil alih apa yang seharusnya Sophia jelaskan. Awalnya Al
Turun dari mobil Shaka langsung menabrak sebuah meja kecil dan menjatuhkan cat kaleng kecil, hingga ada yang tumpah juga. Shaka merasa canggung melihat Petra dan juga Alcand yang secara spontan menatap dirinya. “Ada apa?” tanya Shaka bingung. “Kamu disini juga Shaka?” tanya balik Petra dengan heran. Ya, Petra datang setengah jam yang lalu karena melihat mobil Alcand yang terparkir indah di pinggiran jalan. Petra yang tadinya ingin ke rumah temannya pun berhenti sejenak untuk melihat sedang apa Alcand di tempat ini. Ditambah lagi, Petra juga sempat melihat sekelebatan wanita yang mengenakan dress berwarna putih dengan motif bunga. Kalau tidak salah, baju itu seperti milik Sophia. Tidak mau berpikir buruk, tapi entah kenapa Petra merasa Sophia sedang bersama dengan Alcand. “Iyaa, ini bisnis baru aku sama Alcand, Pi.” jawab Shaka asal. Seketika itu juga Alcand menatap Shaka dengan bingung. Bisnis apa? Bahkan cafe ini seratus persen murni milik Alcand, Shaka tidak ada sangkut pautnya
Sesampainya di toko, Sophia segera turun. Dia tahu betul jika Shaka adalah orang sibuk, itu sebabnya Sophia tidak ingin membuang banyak waktu pria itu hanya untuk mengantar Sophia ke toko. “Terimakasih.” kata Sophia sopan.Shaka hanya diam saja, awalnya dia tidak ingin mampir ke toko bunga milik Sophia. Tapi melihat ayah mertuanya yang seolah menunggu siapa pemilik mobil ini membuat Shaka mendengus. Apalagi Sophia yang langsung turun dari mobil dan Shaka pun mengikutinya dengan cepat.Sophia menoleh kaget, dia pun menatap Shaka dengan tatapan yang sulit diartikan. “Kenapa ikut turun?” tanya Sophia berbisik.“Ada ayahmu, ingat rencana kita!!” Sophia mengangguk, dia pun langsung menggandeng tangan Shaka dengan lembut. Apalagi Shaka yang seolah tengah menuntun Sophia yang berjalannya saja tidak bisa lurus. “Ayah.” sapa Shaka ketika sampai di depan Sion. Untuk melancarkan rencananya dengan baik, pria itu juga sempat menyalami Sion. Setidaknya kesannya harus bagus, jika nanti Sophia da
“Sebenarnya apa yang kamu inginkan, Shaka. Kamu bukan tipe orang yang bisa tidur di sembarang tempat.” ucap Sophia.Memang, Shaka bukan tipe orang yang bisa tidur di sembarang tempat. Ranjang kecil ini pun tidak akan bisa membuat Shaka tidur dengan nyenyak. Kamar ini begitu sempit, sehingga untuk bernafas pun kurang menurut Shaka. Lalu kenapa juga jika dia ingin menginap di rumah Sophia, apa itu salah? “Kenapa? Aku kan suamimu. Seharusnya kamu nggak keberatan kan kalau aku menginap di rumah kedua orang tuamu.” tanya Shaka pemasaran.Sophia memijat pelipisnya, “Apa yang kamu inginkan?”“Tidak ada.” “Shaka aku serius.” “Mamang tidak ada, Sophia.” jawab Shaka cepat. Entah kenapa jawaban itu sama sekali tidak menarik untuk Sophia. Pasti ada niat tersendiri kenapa Shaka melakukan hal ini pada Sophia. Seharusnya Shaka ingat dengan rencana mereka, jika dia harus membuat Valery hamil. Bukan berarti Shaka harus membuang banyak waktu untuk Sophia kan? Menginap di rumah Sophia bukanlah ide y