“Papa, aku ingin bertemu mama,” rengekan seorang anak kecil membuat para penumpang yang lain merasa terganggu.
Tentu saja pria yang dipanggil papa oleh anak perempuan berusia lima tahun merasa tidak enak. Sehingga hanya bisa tersenyum kaku kepada penumpang yang duduk di seberangnya.
“Papa,” rengek Gempi sambil menggoyang-goyangkan tangan Erlan. Hingga membuat pria itu jengah.
“Gempi, bisakah kau diam?” sentak Erlan yang emosinya sudah berada di ubun-ubun.
Bagaimana tidak, pria itu baru saja menghadiri pertemuan di luar kota yang mendadak. Terlebih setelah ini ia pun harus menghadiri rapat yang tidak bisa diwakilkan oleh asistennya.
Iya, pria dengan nama lengkap Erlan Dallin Horison itu adalah seorang presdir dari perusahaan yang bergerak di bidang akomodasi. Sehingga memiliki jadwal yang padat lantaran memiliki banyak cabang di penjuru kota.
Lalu kini Gempi malah merengek yang membuat Erlan hilang kendali. Sehingga gadis manis itu terdiam beberapa saat. Hingga akhirnya menangis sejadi-jadinya.
“Huaa … Papa, jahat!” pekik Gempi membuat penumpang yang lain langsung menatap Erlan dengan berbagai tatapan.
Tidak hanya penumpang, bahkan dua pramugari pun menatap Erlan. Sehingga Erlan yang sadar dengan kesalahnnya pun hanya mampu memijat pangkal hidungnya hingga merah.
“Gempi, maafkan papa. Suttt … jangan menangis lagi.”
Tidak mengindahkan, Gempi terus saja menangis. Hingga salah satu pramugari menghampiri. “Hei gadis manis, apa yang membuatmu menangis?”
Sontak Gempi menoleh ke arah wanita cantik yang memiliki tinggi semampai. Wanita bernama Alyn itu mengusap pipi Gempi yang basah. “Mama!”
Alyn langsung melebarkan matanya begitu Gempi memanggilnya dengan sebutan ‘Mama’ terlebih ketika Gempi dengan tiba-tiba memeluk perutnya. Tidak hanya Alyn, nyatanya pria yang ada di samping Gempi pun melakukan hal yang sama. Pria itu lekas menarik anaknya agar pelukan Gempi terlepas.
“Dia bukan mama, Gempi.”
Gempi menggeleng lalu kembali menangis. “Mama, papa jahat!”
Gadis manis itu mendongak lalu menatap Alyn dengan mengiba. Sehingga Alyn yang pada dasarnya menyukai anak kecil pun merasa tidak tega. Terlebih ketika melihat wajah Gempi yang sembab.
Karenanya Alyn memberanikan diri menggendong Gempi. “Sutt … jangan menangis lagi. Kau akan kelelahan,” ucapnya.
Tidak menyahut, Gempi malah mengeratkan pelukannya pada leher Alyn yang terekspos. Wajahnya bahkan ia sembunyikan di sana. Hingga tanpa terasa Gempi berhenti menangis dan malah terlelap.
“Biarkan saya yang menggendongnya,” cetus Erlan seraya merebut Gempi dari gendongan Alyn.
Jelas Alyn terkejut dengan sikap ketus Erlan, tetapi ia lebih mengkhawatirkan Gempi yang kembali menangis. Sehingga ia memberanikan diri untuk berkata, “Tuan, maafkan saya. Tapi izinkan saya membuat gadis manis ini kembali tidur. Em … penumpang yang lain sedikit terganggu dengan rengekannya.”
Tidak bisa mengelak karena yang diucapkan Alyn seratus persen benar. Sehingga pria itu kembali membiarkan Alyn menggendong Gempi. Hingga gadis kecil itu benar-benar tidur lelap.
Karenanya dengan perlahan Alyn membaringkan Gempi di kursi yang sudah disetting sedikit ke belakang. “Jika terusik, Anda bisa menepuk-nepuk pantatnya.”
“Hemm.” Erlan bahkan tidak mengucapkan terima kasih kepada Alyn yang sudah menenangkan Gempi.
Pria itu memilih memejamkan matanya karena memang ia pun begitu lelah, sedangkan satu tangannya menggenggam tangan Gempi. Sehingga Alyn yang melihatnya memilih segera ke bagian awak kabin.
“Alyn, kau benar-benar lancang tadi!” cetus Cleo ketika Alyn masuk.
Dengan wajahnya yang polos Alyn menatap temannya dengan bingung. “Apa maksudmu?”
“Apa kau tidak tahu siapa pria tadi?” Cleo menatap Alyn dengan mulut menganga ketika wanita itu menggeleng. “Apa kau tidak memiliki televisi di rumah? Pria itu merupakan pemilik perusahaan besar. Dia bahkan sering muncul di televisi.”
Merasa tidak tertarik dengan itu semua, Alyn mengedikan bahunya. “Aku tidak peduli dengan itu. Lebih baik aku beristirahat sejenak,” ujarnya lantas duduk di kursi.
Sementara Cleo hanya bisa menggeleng. Setelahnya ia ikut duduk di sana.
Tidak lama Alyn bangkit lalu mulai memberikan pengumuman kepada penumpang jika pesawat sebentar lagi akan mendarat. Begitu pesawat mendarat dengan selamat, para penumpang mulai keluar dengan mengantre. Termasuk Erlan yang kini menggendong Gempi.
Pria itu membawa langkahnya dengan gontai. Hingga ketika ia keluar dari bandara, Gempi bangun yang langsung menanyakan keberadaan Alyn. “Papa, mama mana?”
Erlan mengembuskan napasnya dengan kasar. Kemudian menurunkan Gempi dari pangkuannya. Setelah itu ia berjongkok untuk menyamakan tinggi badannya dengan sang anak.
“Gempi, mama sudah tidak ada. Ada baiknya kau jangan menanyakan mama lagi,” ujar Erlan yang membuat Gempi kembali menangis.
“Mama ada. Mama ada,” rengek Gempi membuat Erlan mengusap wajahnya dengan kasar.
Dalam hati pria itu merutuki dirinya yang malah membawa Gempi dalam perjalanan bisnisnya. Sehingga kini Erlan menjadi kerepotan. Terlebih ketika dengan tiba-tiba Gempi berlari.
“Mama!” seru Gempi ketika melihat Alyn yang sedang berjalan bersama Cleo sambil menarik kopernya.
Sontak Alyn yang merasa familiar dengan suara Gempi pun menoleh. Hingga akhirnya ia melihat gadis manis itu berlari ke arahnya. “Alyn, lihatlah. Anak itu memanggilmu dengan sebutan mama!”
“Ya, dan entah kenapa aku merasa kasian dengannya.” Alyn lekas menghampiri Gempi yang langsung memeluk kakinya.
“Mama!”
“Hei gadis manis. Apa yang terjadi?” Alyn berjongkok kemudian menatap Gempi dengan lembut.
“Ekhem!”
Deheman dari suara berat milik Erlan membuat Alyn mendongak. Wanita itu segera berdiri ketika Erlan menarik tangan Gempi agar menjauh darinya. “Mama, aku ingin bersama mama!”
“Dia bukan mama,” ujar Erlan sambil melirik Alyn dengan sinis.
Tidak ada yang bisa ia lakukan, Alyn memilih menunduk saja. Terlebih ketika Cleo berbisik, “ Alyn, jangan mencari masalah. Ayo lebih baik kita pergi.”
“Tapi—”
“Sudah. Dia tidak ada hubungannya denganmu,” sela Cleo sambil menarik Alyn.
Sehingga Alyn pun pergi begitu saja, meninggalkan Erlan yang ripuh menenangkan Gempi. Sesekali Alyn menoleh ke arah Gempi yang masih menangis. “Cleo, aku merasa kasihan dengannya.”
“Dia bahkan tidak memiliki hubungan apapun denganmu,” keluh Cleo membuat Alyn diam.
"Tadi Gempi merengek ingin ikut dan bertemu denganmu, jadi aku sengaja membawanya ke mari," terang Erlan setelah mereka menghabiskan waktu bersama dengan Gempi.Kini gadis manis itu sudah tidur di antara Erlan dan Alyn, dengan posisi memeluk lengan Alyn. Sehingga membuat Alyn sulit bergerak."Aku minta maaf, karena waktu tenangmu jadi terganggu." Erlan menambahkan sambil melirik ke arah Gempi.Dengan pelan Alyn menggeleng. Kemudian wanita itu berkata, "Tidak apa-apa, Mas. Mas Erlan tidak perlu meminta maaf.""Tapi tetap saja. Bukankah kau membutuhkan waktu untuk beristirahat?""Aku memang membutuhkannya, tapi aku rasa sudah cukup. Em ... besok aku juga akan pulang," terang Alyn membuat Erlan mengerjap beberapa kali, lalu menatap wanita itu dengan tatapan tak percaya."Maksudnya, kau akan kembali ke rumah kita?" Erlan memastikan jika dirinya tidak salah mendengar."Bukankah sekarang itu adalah rumahku juga, Mas? Kau suamiku, tempat aku pulang ketika masih berada di dunia adalah kau ...
Alyn yang tidak memiliki jadwal penerbangan pun memilih menghabiskan waktu di kebun kecil yang ada di halaman belakang rumahnya. Kebetulan Erin memang senang berkebun untuk dikonsumsi sendiri, maupun dibagikan kepada para tetangga. "Alyn, apa kau tidak akan pulang?" tanya Erin menghentikan kegiatannya sejenak. "Memang aku harus pulang ke mana? Bukankah ini rumahmu, Bu? Jadi rumahku juga!" Erin mendesah pelan lalu menatap Alyn dengan serius. "Maksud ibu rumah Erlan. Mau bagaimanapun sekarang kau adalah istrinya, sudah seharusnya kau ikut dengannya." "Jadi apa artinya aku tidak bisa tinggal di sini, Bu?" "Oh astaga, kenapa pikiranmu sempit begitu?" keluh Erin menbuat Alyn terkekeh kecil. Wanita itu paham ke mana arah bicara ibunya, tetapi memiliki berpura-pura pada awalnya. "Aku sudah mengatakan akan tinggal sementara waktu di sini, dan Mas Erlan tidak keberatan. Jadi bukankah tidak apa-apa aku tinggal di sini? Aku sudah mendapatkan izin, Bu!" "Yeah, tapi bagaima
"Apa kau akan ikut pulang dengannku sekarang?" tanya Erlan setelah mereka sarapan. Pelan Alyn menggeleng, membuat Erlan yang melihatnya tampak mendesah. "Maaf, Mas. Tapi jika boleh, aku ingin menginap sehari lagi di sini. Apa tidak apa-apa?" Tak langsung menjawab, Erlan tampak menatap istrinya sejenak. Setelahnya ia mengangguk pelan. "Kalau memang itu yang kau inginkan, maka baiklah. Aku izinkan," ucapnya. "Terima kasih." "Sama-sama, Sayang," balas Erlan kemudian bersiap untuk berangkat. "Aku berangkat dulu, kamu istirahatlah yang cukup," sambung Pria itu menarik Alyn ke dalam pelukannya, kemudian mengecup kening sang istri dengan singkat. Maunya Erlan berlama-lama, tetapi pria itu juga sadar betul jika ia terlalu ugal-ugalan, maka Alyn bisa saja merasa semakin tidak nyaman saat bersamanya. Sehingga Erlan memilih melakukan pendekatan secara perlahan .... "Hemm," sahut Alyn singkat lalu mundur satu langkah setelah Erlan melepaskan pelukan. Melihat hal itu membuat E
"Ekhem!" Deheman itu berhasil membuat Alyn dan Erin menoleh ke arah sumber suara. Sehingga membuat kedua wanita berbeda generasi itu terkejut--khawatir andai Erlan mendengar apa yang dikatakan Alyn barusan. Meski pada kenyataannya memang Erlan sudah mendengar. Namun, pria itu tampaknya memilih untuk berpura-pura tak mendengar. Terbukti dengan senyum yang ia tampilkan kepada istri dan mertuanya. "Kalian sedang apa?" tanya Erlan membuat Erin menyenggol lengan anaknya. "Em ... aku sedang membantu ibu membuat sarapan," jawab Alyn pada akhirnya. "Kalau begitu, apa aku harus membantu juga?" Pria itu benar-benar berusaha keras untuk berpura-pura dan tidak memikirkan ucapan Alyn tadi. Meski tak dapat ia pungkiri jika dirinya merasa terganggu dengan itu semua. Bercerai? Tidak, Erlan tidak akan melepaskan Alyn. Ini bukan lagi tentang Erlan yang takut jika Gempi kehilangan sosok ibu. Namun, ini mengenai perasaannya yang sudah menyadari jika dirinya begitu mencintai Alyn. "Tidak.
Menggeliat, Alyn baru saja bangun merasakan tubuhnya terasa berat. Sehingga dengan segera ia membuka mata dan mendapati ada Erlan yang memeluknya dengan erat. Hal itu jelas membuat Alyn terdiam beberapa saat sambil menatap wajah Erlan yang terlelap dengan seksama. Hingga akhirnya wanita itu memilih untuk menyingkirkan lengan Erlan secara perlahan, karena panggilan alam mendesaknya untuk lekas ke kamar mandi. Namun, gerakan kecil yang Alyn lakukan malah membuat Erlan terganggu. Pria itu membuka mata secara perlahan lalu menatap Alyn dengan matanya yang sayu. Hanya beberapa detik, karena setelahnya Erlan yang tersadar langsung menarik diri. "Sayang, maaf aku sudah lancang." Tidak seperti biasanya--Erlan yang sering mengelak, tetapi kali ini pria itu malah meminta maaf. Membuat Alyn terkejut dengan sikap Erlan. Maka dengan gerakan kaku Alyn mengangguk. "Hemm," sahutnya. "Aku akan ke kamar mandi." Wanita itu menambahkan seraya turun dari ranjang. "Iya," sahut Erlan sambil menga
"Apa ada tempat yang ingin kau kunjungi lebih dulu sebelum pulang, Sayang?" tanya Erlan setelah mereka selesai makan. Alyn menggeleng pelan. Kemudian berkata, "Aku ingin langsung pulang saja. Sejujurnya aku masih merasa letih." "Aku mengerti. Maaf, tidak seharusnya aku mengajakmu makan di luar." Kembali wanita itu menggeleng. "Aku yang menginginkannya, jadi kau tidak perlu meminta maaf, Mas." Entah harus apa, Erlan mengangguk saja. Setelahnya ia merangkul pinggang Alyn dengan ragu-ragu karena takut jika sang istri akan menolak. Namun, melihat Alyn yang diam saja membuat Erlan semakin percaya diri dengan mengeratkan langkulan. Sehingga posisi keduanya menjadi semakin menempel. Tersenyum tipis, sesekali Erlan mencuri pandang ke arah Alyn yang memilih menatap lurus ke depan. Hingga akhirnya mereka tiba di depan mobil. Lekas Erlan melepaskan rangkulan kemudian membukakan pintu untuk Alyn. "Sayang, hati-hati," ucapnya dibalas anggukan oleh Alyn. "Terima kasih," ucap Alyn. "
Entah dorongan dari mana, Erlan yang melihat ada kesempatan pun tak menyia-nyiakannya dengan memajukan wajah demi merasakan manisnya bibir Alyn. Namun, sebelum itu terjadi Alyn sudah lebih dulu memalingkan wajah. Membuat Erlan salang tingkah da lekas menarik diri. Pria itu berdeham pelan untuk menetralkan perasaannya. Lalu berkata, "Sabuknya sudah terbuka." "Iya," balas Alyn kemudian turun dari mobil. Sementara Erlan yang masih berada di mobil tampak merutuk. "Bodoh sekali. Kenapa tidak bisa menahan diri?" keluhnya pada diri sendiri. Tak berselang lama Erlan keluar ketika Alyn mengetuk kaca karena ia yang tak kunjung keluar. "Apa terjadi sesuatu?" tanya Alyn setelah Erlan keluar. "Ti-tidak ada." Alyn manggut-manggut saja kemudian berbalik, tetapi ketika akan melangkah, tiba-tiba tangannya ditahan oleh Erlan. Membuat wanita itu urung lalu menoleh dan menatap Erlan satu alis yang terangkat."Jalan bersama, Sayang," ujar Erlan dengan tangan yang merambat memasukan jari-jarin
"Jangan lupa pakai mantelnya," ujar Erlan sebelum keduanya keluar dari kamar. "Aku sudah memakai baju panjang," sahut Alyn yang dibalas gelengan oleh Erlan. "Di luar sangat dingin, kau pakailah mantel. Aku tidak ingin jika kau sampai sakit." "Tapi---" "Sayang," potong Erlan membuat Alyn mendesah. Merasa tidak memiliki pilihan karena tidak ingin membuang-buang waktu dengan perdebatan, Alyn pun mengambil jaket dari lemari kemudian memakainya. "Lalu bagaimana dengan, Mas Erlan? Kau tidak menggunakan jaket," ujar Alyn sambil memakai jaketnya. "Aku membawanya di mobil," terang Erlan dibalas anggukan oleh Alyn. Sehingga kini keduanya keluar dari kamar dan berpapasan dengan Erin. "Kalian akan ke mana?" tanya Wanita paruh itu. "Kami akan makan di luar," jawab Alyn kemudian bertanya, "Apa ada yang kau inginkan, Bu? Biar aku belikan." Tak langsung menjawab, Erin malah melirik sekilas ke arah Erlan sambil tersenyum tipis. Setelahnya ia kembali menatap Alyn. "Tidak ada. Ibu masih
"Eugh ...."Sebuah lenguhan lirih terdengar dari mulut Alyn yang secara perlahan membuka matanya. Wanita tampak mengerjap beberapa kali untuk menyesuaikan dengan cahaya dari lampu kamarnya."Sayang, kau sudah bangun?" Pertanyaan dari Erlan lantas berhasil membuat Alyn menoleh ke arah sumber suara. "Ma-mas, Erlan ...."Tersenyum lembut, Erlan kemudian duduk di sisi ranjang. "Kau pasti kelelahan, sehingga tidurmu begitu pulas.""Memang ini jam berapa?" gumam Alyn kemudian melihat ke arah jam waker yang ada di atas nakas.Melebarkan dengan sempurna, Alyn tidak menyangka jika dirinya sudah tertidur sangat lama. "Astaga, ini sudah malam!" Erlan tersenyum tipis melihat reaksi Alyn. "Kenapa berlebihan sekali? Ini hal yang wajar karena kau sudah lelah bekerja. Lagipula malam kemarin ...." Pria itu tak dapat melanjutkan kalimatnya dan hanya menggantungnya begitu saja.Meski begitu, dapat Alyn rasakan jika Erlan benar-benar menyesali perbuatannya kemarin malam."Aku akan membersihkan diri,"