LOGINPagi ini Erlan merasakan sesuatu yang berbeda. Pemandangan di pagi hari--di mana ia melihat Alyn dan Gempi yang tampak akrab membuat hati Erlan menghangat. Kini, pria itu baru menyadari betapa beruntungnya ia menikahi Alyn."Papa, apa hari ini kau akan mengantarkanku sekolah?" tanya Gempi ketika mereka tengah sarapan."Tentu saja. Memang siapa lagi yang akan mengantarkanmu?" "Tapi aku juga ingin diantar oleh Mama!" Gadis manis itu kemudian menatap Alyn dengan penuh harap. "Yeah, mama juga akan ikut mengantarkanmu!" balas Alyn membuat Gempi membelalak."Jadi kalian berdua akan mengantarku?" tanya Gempi penuh semangat.Alyn lantas mengangguk, membuat Gempi berseru. Sedangkan Erlan tersenyum tipis. Hingga lagi-lagi hatinya mensyukuri kehadiran Alyn di tengah-tengah gersangnya rumah setelah kepergian mendiang istrinya."Yeaay, mama dan papa sudah baikan!" seru Gempi membuat Alyn refleks menoleh ke arah Erlan, lalu melebarkan mata. "Gempi," ucap Erlan baru menyadari jika Gempi bisa mem
"Tadi Gempi merengek ingin ikut dan bertemu denganmu, jadi aku sengaja membawanya ke mari," terang Erlan setelah mereka menghabiskan waktu bersama dengan Gempi.Kini gadis manis itu sudah tidur di antara Erlan dan Alyn, dengan posisi memeluk lengan Alyn. Sehingga membuat Alyn sulit bergerak."Aku minta maaf, karena waktu tenangmu jadi terganggu." Erlan menambahkan sambil melirik ke arah Gempi.Dengan pelan Alyn menggeleng. Kemudian wanita itu berkata, "Tidak apa-apa, Mas. Mas Erlan tidak perlu meminta maaf.""Tapi tetap saja. Bukankah kau membutuhkan waktu untuk beristirahat?""Aku memang membutuhkannya, tapi aku rasa sudah cukup. Em ... besok aku juga akan pulang," terang Alyn membuat Erlan mengerjap beberapa kali, lalu menatap wanita itu dengan tatapan tak percaya."Maksudnya, kau akan kembali ke rumah kita?" Erlan memastikan jika dirinya tidak salah mendengar."Bukankah sekarang itu adalah rumahku juga, Mas? Kau suamiku, tempat aku pulang ketika masih berada di dunia adalah kau ...
Alyn yang tidak memiliki jadwal penerbangan pun memilih menghabiskan waktu di kebun kecil yang ada di halaman belakang rumahnya. Kebetulan Erin memang senang berkebun untuk dikonsumsi sendiri, maupun dibagikan kepada para tetangga. "Alyn, apa kau tidak akan pulang?" tanya Erin menghentikan kegiatannya sejenak. "Memang aku harus pulang ke mana? Bukankah ini rumahmu, Bu? Jadi rumahku juga!" Erin mendesah pelan lalu menatap Alyn dengan serius. "Maksud ibu rumah Erlan. Mau bagaimanapun sekarang kau adalah istrinya, sudah seharusnya kau ikut dengannya." "Jadi apa artinya aku tidak bisa tinggal di sini, Bu?" "Oh astaga, kenapa pikiranmu sempit begitu?" keluh Erin menbuat Alyn terkekeh kecil. Wanita itu paham ke mana arah bicara ibunya, tetapi memiliki berpura-pura pada awalnya. "Aku sudah mengatakan akan tinggal sementara waktu di sini, dan Mas Erlan tidak keberatan. Jadi bukankah tidak apa-apa aku tinggal di sini? Aku sudah mendapatkan izin, Bu!" "Yeah, tapi bagaima
"Apa kau akan ikut pulang dengannku sekarang?" tanya Erlan setelah mereka sarapan. Pelan Alyn menggeleng, membuat Erlan yang melihatnya tampak mendesah. "Maaf, Mas. Tapi jika boleh, aku ingin menginap sehari lagi di sini. Apa tidak apa-apa?" Tak langsung menjawab, Erlan tampak menatap istrinya sejenak. Setelahnya ia mengangguk pelan. "Kalau memang itu yang kau inginkan, maka baiklah. Aku izinkan," ucapnya. "Terima kasih." "Sama-sama, Sayang," balas Erlan kemudian bersiap untuk berangkat. "Aku berangkat dulu, kamu istirahatlah yang cukup," sambung Pria itu menarik Alyn ke dalam pelukannya, kemudian mengecup kening sang istri dengan singkat. Maunya Erlan berlama-lama, tetapi pria itu juga sadar betul jika ia terlalu ugal-ugalan, maka Alyn bisa saja merasa semakin tidak nyaman saat bersamanya. Sehingga Erlan memilih melakukan pendekatan secara perlahan .... "Hemm," sahut Alyn singkat lalu mundur satu langkah setelah Erlan melepaskan pelukan. Melihat hal itu membuat E
"Ekhem!" Deheman itu berhasil membuat Alyn dan Erin menoleh ke arah sumber suara. Sehingga membuat kedua wanita berbeda generasi itu terkejut--khawatir andai Erlan mendengar apa yang dikatakan Alyn barusan. Meski pada kenyataannya memang Erlan sudah mendengar. Namun, pria itu tampaknya memilih untuk berpura-pura tak mendengar. Terbukti dengan senyum yang ia tampilkan kepada istri dan mertuanya. "Kalian sedang apa?" tanya Erlan membuat Erin menyenggol lengan anaknya. "Em ... aku sedang membantu ibu membuat sarapan," jawab Alyn pada akhirnya. "Kalau begitu, apa aku harus membantu juga?" Pria itu benar-benar berusaha keras untuk berpura-pura dan tidak memikirkan ucapan Alyn tadi. Meski tak dapat ia pungkiri jika dirinya merasa terganggu dengan itu semua. Bercerai? Tidak, Erlan tidak akan melepaskan Alyn. Ini bukan lagi tentang Erlan yang takut jika Gempi kehilangan sosok ibu. Namun, ini mengenai perasaannya yang sudah menyadari jika dirinya begitu mencintai Alyn. "Tidak.
Menggeliat, Alyn baru saja bangun merasakan tubuhnya terasa berat. Sehingga dengan segera ia membuka mata dan mendapati ada Erlan yang memeluknya dengan erat. Hal itu jelas membuat Alyn terdiam beberapa saat sambil menatap wajah Erlan yang terlelap dengan seksama. Hingga akhirnya wanita itu memilih untuk menyingkirkan lengan Erlan secara perlahan, karena panggilan alam mendesaknya untuk lekas ke kamar mandi. Namun, gerakan kecil yang Alyn lakukan malah membuat Erlan terganggu. Pria itu membuka mata secara perlahan lalu menatap Alyn dengan matanya yang sayu. Hanya beberapa detik, karena setelahnya Erlan yang tersadar langsung menarik diri. "Sayang, maaf aku sudah lancang." Tidak seperti biasanya--Erlan yang sering mengelak, tetapi kali ini pria itu malah meminta maaf. Membuat Alyn terkejut dengan sikap Erlan. Maka dengan gerakan kaku Alyn mengangguk. "Hemm," sahutnya. "Aku akan ke kamar mandi." Wanita itu menambahkan seraya turun dari ranjang. "Iya," sahut Erlan sambil menga







