Saat ini Metta dan Ayana sedang berada di kelas bersama beberapa orang lainnya. Mereka mendapat tugas presentase dengan setiap kelompok berisi 5 orang. Karena itulah keduanya disatukan dalam satu kelompok yang sama. Ada Metta, Ayana, Putri, Deon dan Rendi. Sedangkan teman Metta yang kemana-mana bersama sudah mendapatkan kelompoknya sendiri.
"Mau ngerjain tugasnya di mana?""Gimana kalau di rumah gue aja? Kebetulan lagi sepi juga," usul Rendi."Aku ngikut yang lain aja," kata Ayana dan diangguki yang lain. Sepertinya mereka sudah setuju. Kecuali satu orang, Metta. Gadis itu tak menanggapi ucapan orang-orang di sekitarnya.Merasa ditatap, Metta mengangkat kedua alisnya. "Kenapa?""Lo setuju gak kalau kerja kelompok di rumah Rendi?" Kini Deon bertanya."Gue maunya di rumah gue aja," jawabnya acuh.Ayana mendelik. "Ribet banget. Ngikut yang lain aja kali.""Pokoknya harus di rumah gue."Dua perempuan itu saling lempar tatapan tajam. Entah sampai kapan mereka akan terus seperti ini tanpa ada yang mengalah. Keduanya sama-sama tau jika mereka akan didekatkan kembali dengan adanya perjodohan antara Ayana dan Kenneth"Yaudah, jangan ribut juga dong. Hari ini kita itu satu kelompok. Bisa gak sehari aja kalian akur?""Gak!""Buset, dah.""Sabar." Rendi menepuk bahu Deon beberapa kali.Kalau bukan karena terpaksa, mereka juga tidak mau menyatukan dua rival ini dalam satu kelompok. Tapi ada hal bagusnya. Apa? Ayana dan Metta sama-sama mahasiswi yang bisa diandalkan dalam bidangnya.Metta memainkan ponselnya untuk mengalihkan perhatian. Ia membentuk senyum penuh makna saat mendapat sebuah notifikasi. Gadis itu sedang berkirim pesan dengan kakak tingkatnya, Yura. Hari ini Metta akan mengenalkan Yura pada Kenneth.'Liat aja, Ay. Gue gak akan biarin lo main-main sama kak Ken.'*****"Ini yang bawa mobil buruan, dong!""Sabar, aelah. Gak liat jalanan macet?"Mereka sekarang sudah berada di dalam mobil milik Rendi menuju ke rumah Metta. Semuanya ada dalam satu mobil. Deon yang duduk di kursi depan bersma Rendi, dan ketiga gadis itu duduk di belakang."Geser!""Ini udah sempit. Lo mau gue geser ke mana lagi?"Ayana mengambil tas milik Metta di sampingnya dan diberikan ke pemiliknya. "Pegang aja. Makan tempat.""Eh, sialan! Terus ngapain tas punya lo di sini?" Metta ikut melempar tas milik Ayana ke kursi paling belakang yang kosong."Heh!""Apa?!"Mereka saling melempar tatapan tajam. Sampai akhirnya terjadi aksi menjambak satu sama lain. Deon yang melihat itu meminta agar Putri memisahkannya. Tapi apa itu berpengaruh?"Lepas! Sakit tau!""Yaudah, lo juga lepasin!""Ay, udah ngalah aja," kata Putri membantu melepaskan jambakan Metta pada Ayana."Aku gak mau ngalah sama dia lagi!""Kalau kalian masih ribut, gue turunin kalian di jalan!" ancam Rendi yang membuat mereka diam.Metta mendengus. "Oke! Ayo kita lepas bareng-bareng. Tapi beneran, loh."Ayana mengangguk. "Hitungan ke tiga. Satu, dua, tiga-Aaaaaa.""Tuh, kan. Gue tau tabiat lo kayak gimana."Bukanya dilepaskan bersamaan, mereka malah semakin menarik rambutnya. Sungguh, ini tidak akan ada habisnya.Putri yang duduk di samping Ayana hanya bisa tersenyum pasrah. Dia menyandarkan kepalanya di jendela. Berharap jika hari ini berjalan lancar.*****Kenneth tersenyum puas dengan paperbag yang dibawanya saat ini. Dia baru saja membeli sebuah hadian untuk Ayana. Siapa tau dengan cara seperti ini gadis itu akan semakin luluh."Kalau cewek kayak gini jadi makin menantang," gumamnya dengan mengulum senyum.Baru saja Ken mau masuk ke dalam rumah, dia melihat sebuah mobil datang dan terparkir di samping mobilnya. Lalu keluarlah beberapa orang. Salah satunya ada Metta dan juga.... Aya?Keributan di mobil tadi sudah berakhir. Itupun karena Rendi yang menanganinya. Dia meminta Putri untuk duduk di tengah agar dua perempuan itu berhenti mendebatkan hal lain."Kak Ken udah pulang kerja?" tanya Metta menghampirinya."Baru aja datang. Kalian..." Kenneth memperhatikan mereka satu persatu."Kita mau kerja kelompok.""Tau gitu tadi kakak jemput.""Gakpapa. Sekalian ke sini juga, kok."Kenneth mengangguk paham. "Yaudah masuk."Dia menggeser tubuhnya agar sang adik bisa membawa temannya ke dalam lebih dulu. Tak sengaja mata Kenneth melihat ke arah lelaki yang waktu itu merangkul Ayana. Ah, ternyata dia juga berada di sini."Ay," panggil Kenneth saat Ayana melintas di depannya.Gadis itu menoleh. Ia melotot saat Ken memberikan kerlingan mata ke arahnya. "Gila!"Mendengar Kenneth yang tertawa pelan membuat Ayana segera berlari masuk menyusul yang lain. Bagaimana bisa orangtuanya mengizinkan anak gadis satu-satunya ini bertunangan dengan orang aneh? Iya. Kenneth itu aneh baginya.Mereka duduk beralaskan karpet di ruang utama. Bukan sembarang karpet tentunya. Sudah lama Ayana tidak menginjakan kakinya di rumah ini. Dulu Metta sering mengajak dirinya pergi ke rumah dan mengunci kamar berdua. Menceritakan banyak hal, sampai melakukan hal konyol bersama. Sekarang semuanya sudah berubah 360°.Metta yang berada di dapur untuk mengambil minum, menyadari jika kakaknya juga berjalan ke dapur. Mengambil salah satu kue di pirin dan memakannya begitu saja."Mama mana?""Ke rumah Aya," jawab Ken dengan menarik satu kursi di meja makan.Gadis itu mencibik. Lagi-lagi Ayana. Mamanya pasti sedang mempersiapkan untuk acara pertunangan itu. Kenapa sih lagi-lagi Ayana yang diprioritaskan?"Kayaknya bibi belum masak. Mau kakak pesenin makanan? Sekalian yang lain juga." Kenneth mengeluarkan ponselnya."Kak Ken gak lagi cari perhatian sama Aya, kan?""Maksudnya?""Gak. Bukan apa-apa."Setelah memesan makanan Ken langsung mendekati sang adik dan merangkulnya. "Kamu jangan cemburu gitu, dong. Metta itu tetap adik paling cantik buat kakak. Kalian itu punya tempat masing-masing.""Kayaknya mending cari bahan di buku juga. Soalnya kalau di internet cuma itu-itu aja." Ayana menggeser laptopnya ke hadapan Putri dan mulai mengambil tumpukan buku di depannya."Itu udah gue baca, dan masih kurang. Besok beli ke toko buku buat nambahin.""Ribet banget, ya," ucap Deon menyandarkan tubuhnya.Metta memutar bola matanya. "Kita masih mending udah dapet setengah. Kelompok lain masih pada bingung mau nulis apa.""Jadi ini gimana?" "Lanjut nanti lagi. Sekarang tulis dulu yang ada.""Emang buat kapan tugasnya?" tanya Kenneth yang tiba-tiba ikut bergabung. Duduk di sofa dengan membawa beberapa buku tebal di tangannya."Lusa.""Ambil, nih. Itu buku terjemahan, tapi banyak materinya." Kebetulan Jevran memang memiliki rak buku khusus yang dimiliki saat menjadi mahasiswa. semuanya masih tertata rapih. Dia juga berkuliah di jurursan bisnis."Makasih ya, kak.""Sama-sama."Ayana melirik Kenneth sekilas. Saat pria itu balik menatapnya, ia langsung mengalihkan pandangan ke arah lain.
"Kenapa dari tadi diem terus, hm?" tanya Ken yang melirik sekilas ke arah gadis di sampingnya."Terus harus gimana?""Kamu cemburu kalau saya deket sama temennya Metta?" Hanya memastikan saja. Ken tidak merasa jika Aya cemburu. Apa memang dia tidak memiliki perasaan untuknya?"Engga. Aku bukan kamu. Sama Rendi, temen aku aja kamu cemburu. Aku itu gak suka sama kamu! Cuma karena aku gak bisa nolak semua ini bukan berarti aku suka sama kamu."Ayana menatap jalanan sambil memegang sabuk pengaman erat. Sebenarnya untuk mengatakan itu saja dia punya ketakutan. Dia takut Ken akan marah atas perkataannya. Karena bagaimanapun Ayana belum terbiasa dengan pria ini.Kenneth sendiri tidak menghiraukan ucapan Ayana. Dia hanya mencoba agar gadis ini tidak semakin membencinya. Biar saja Naura berpikir seperti itu sekarang yang jelas Ken akan memastikan Ayana akan tetap menjadi miliknya.Tak lama dari itu mobil berhenti tepat di depan rumah Aya. Gadis itu hendak turun, namun Ken lebih dulu menahannya
"Ayana! Ya ampun, ini anak gadis masih tidur. Udah siang ini."Wanita paruh baya itu menarik selimut yang menggulung tubuh putrinya. Tertidur nyenyak tanpa merasa terganggu sedikitpun. Ini pasti karena habis bergadang nonton film. Kebiasaan!"Bangun!""Sebentar lagi, ya. Sekarang Aya gak ke kampus," jawab Ayana melenguh."Itu temen kamu udah nunggu di bawah. Kasian kalau harus nunggu lama.""Siapa?""Putri."Ayana sontak mengubah posisinya menjadi duduk. Dia lupa sudah janjian untuk bertemu. Gadis itu melihat Mamanya berjalan ke arah jendela untuk membuka gorden. Saat cahaya matahari itu menerpa wajahnya, ia menyeringit silau."Tadi juga Kenneth ke sini. Mama mau bangunin kamu, tapi dia bilang jangan. Terus pulang lagi, deh.""Ken? Ngapain dia ke sini?""Gak tau. Mungkin ngajak kamu jalan," jawab Mamanya yang kembali menghampiri Ayana. Ia menarik selmut untuk dilipat. "Biar Aya aja yang beresin nanti," cegatnya."Yaudah. Mandi dulu sana. Putri disuruh masuk ke kamar aja apa gimana?"
"Makasih udah nganterin sampe rumah," ucap Ayana membuka sabuk pengamannya."Sama-sama. Lo gak apa-apa, kan?""Kenapa?"Rendi mengusap tengkuknya sesaat. "Gak cemburu liat yang tadi?"Ayana terkekeh pelan dan menggeleng. Tidak, dia tidak cemburu. Hanya saja Aya ingin membuat Ken merasa panas. Entah kenapa menyenangkan saja jika membuat kesal. Aya seperti membalaskan dendamnya."Kenapa harus cemburu juga? Udah, ya, aku mau masuk. Kamu hati-hati pulangnya. Kalau barangnya udah selesai jangan lupa kasih tau aku, ya," jawabnya."iya, nanti gue yang anterin."Ayana turun dari dalam mobil dan melihat Rendi yang berlalu pergi dengan mobilnya. Setelah memastikan Rendi benar-benar pergi, Ayana masuk ke rumahnya. Dia merasa lapar dan ingin makan sesuatu sekarang. Mungkin makan mie terasa nikmat saat tubuhnya merasa dingin seperti sekarang.Saat masuk ke dalam rumah Ayana melihat Ibunya tengah berada di dapur, menyiapkan sesuatu. Dengan cepat ia menghampirinya dan melihat apa yang dilakukan Ibun
"Gak ada, Pah. Ayana cuma bercanda mungkin.""Jangan bohong Ken! Kalian ada masalah?"Metta yang merasa ini adalah kesempatan langsung memanfaatkannya. "Pah, Mah, jadi Aya itu liat Kak Ken sama temen kampus aku yang mamanya Yura jalan berdua. Nah, mungkin karena itu.""Kamu jangan mulai, Ta. Jangan bikin Kakak tambah marah," ucap Ken kesal dengan sang adik. "Ini cuma salah paham. Papa sama Mama jangan khawatir karena aku jamin ini bukan masalah besar.""Kamu yakin? Mama gak mau kalau Ayana berakhir membatalkan perjodohan kalian sedangkan acara pertunangan sudah di depan mata. Mama mau Ayana yang jadi menantu Mama, Ken."Diam-diam Metta pergi dari sana menuju kamar. Orang-orang di rumahnya menyukai Ayana bahkan Ibunya sampai mengatakan hanya ingin Aya yang menjadi menantunya. Sehebat apa, sih? Banyak wanita lain di luar sana yang lebih baik dari Ayana.***Seorang gadis keluar dari kamarnya dengan tampilan acak-acakan. Ia terbangun di malam hari dengan keadaan yang kurang baik. Tubuhny
"sayang, ayo bangun dulu. Ini waktunya kamu minum obat, loh." Ayana mengeluh dan perlahan membuka matanya. "Gak mau, Mah. Nanti aja.""Kamu harus cepet sembuh. Gak inget tadi dokter bilang kamu harus makan? Ini suhu tubuh kamu masih panas. Kamu juga belum makan apa-apa dari pagi.""Gak mau."Gadis itu memelas. Perutnya sakit setiap diisi makanan. Tadi pagi dia sudah mencoba memakan bubur namun baru satu suapan sudah terasa mual. Lagipula selama belum merasa lapar ia masih bisa menahannya. Ayana bahkan tak memiliki tenaga untuk bangkit jika memang harus memuntahkan isi perutnya ke kamar mandi."Tadi pagi siapa yang datang?" tanya Ayana teringat sesuatu. Ia menyingkirkan kompresan di keningnya."Siapa? Kayaknya gak ada.""Terus itu dari siapa?"Dilihatnya benda yang ditunjuk Ayana. Sebuah kotak kecil di atas nakas yang diletakan di samping lampu tidur. Intan baru sadar ada benda ini. Ia membukanya untuk melihat apa yang ada di dalam kotak tersebut.Wanita itu mencoba mengingat dan seg
Hari ini Kenneth kembali sibuk dengan pekerjaannya. Dia berangkat pagi-pagi ke kantor untuk melakukan pekerjaan yang ditinggalkan kemarin. Namun sebelumnya Ken tentu sudah menghubungi Ayana untuk menanyakan kabar. Hatinya sedikit lega saat mengetahui keadaan gadis itu yang membaik. Ehm! Bagaimanapun acara pertunangan mereka itu besok malam.Ken duduk di kursi miliknya dan menatap layar monitor. Sebenarnya sekarang dia memiliki banyak meeting dengan klien, namun untuk sekarang Ken membiarkan pertemuan itu diwakili asistennya. Pria itu memilih untuk mengerjakan pekerjaannya di kantor. Dia sedang malas bertemu dengan orang-orang.Sebagai seorang pengusaha muda, apalagi baru saja datang setelah bertahun-tahun di luar negeri, Kenneth memiliki kebiasaan yang terbawa hingga sekarang. Bahkan di perusahaan keluarganya di luar negeri, dia tidak terlalu menampakan diri dari dunia luar. Bisa dikatakan lebih suka bekerja dibalik layar. "Permisi, Pak. Ini saya bawa laporan keuangan."Seorang karya
Setelah dinantikan banyak orang, akhirnya hari yang mereka tunggu tiba juga. Malam ini adalah acara pertunangan Ayana dan Kenneth. Dua keluarga besar itu dipertemukan dalam satu tempat yang sama. Sebenarnya Ayana juga belum siap, tapi tidak ada pilihan selain mengikuti acara ini. "Mah, kenapa tamunya banyak banget? Perasaan cuma keluarga kita sama keluarga Ken aja, kan?" tanya Ayana yang duduk si samping Mamanya."Biasalah. Papa ngundang rekan bisnisnya. Terus Mama undang teman-teman Mama. Gak banyak, kok.""Padahal Aya aja gak ngundang temen. Lagian baru juga tunangan, seharusnya gak sebanyak ini tamunya.""Supaya meriah."Ayana mendengus pelan dan menatap Papanya. "Papa juga gak bilang mau ngundang temen kerja. Ini bukan acara tempat pertemuan kolega."Ayana bahkan tidak diberi tau Ibunya jika dia boleh mengundang. Atau bisa dikatakan Intan yang lupa memberitahu putrinya."Papa minta maaf ya, sayang. Papa cuma mau semua orang tau hari bahagia ini.""Udah, dong, jangan cemberut gitu