"Kamu suka yang mana?" tanya Ken dengan menunjukan beberapa cincin yang berjejer di etalase.
Setelah kejadian di dalam mobil itu, mereka benar-benar bersikap seperti biasa. Seolah tidak terjadi apapun sebelumnya. Walaupun Aya rasanya ingin mengomel, tapi dia lebih takut melihat Ken marah.Ayana menatap jejeran perhiasan di depannya dengan tak minat. "Terserah.""Kok terserah? Yang pakai cincin-nya bukan cuma saya. Kamu juga.""Lagian aku bingung milihnya. Semuanya keliatan sama aja. Emangnya harus banget aku yang pilih?""Harus kamu yang pilih."Ribet! Aya mendengus pelan. Apa susahnya pilih sendiri? Liat saja, dia akan memilih cincin paling mahal agar lelaki di sampingnya ini menyesal. Bukankah ini kesempatan Ayana agar pria itu berpikir dia memang matre dan tidak menyukainya?"Cincin yang paling bagus mana, mbak? Yang sepasang," ucap Aya dengan melihat beberapa cincin yang dihiasi berlian. Ia mengibaskan kecil rambutnya ke belakang."Sebentar." Wanita itu mengambil salah satu cincin. "Yang ini harganya delapan ratus juta. Bisa dibilang best sellers karena banyak calon pengantin yang beli jenis ini."Delapan ratus juta? Aya tidak dapat menahan rasa terkejutnya. Cincin semahal itu? Tapi sepertinya Ken masih terlihat biasa saja."Gimana, mbak?""Ada yang lebih mahal lagi? Yang paling mahal. Atau limited edition gitu.""Ada. Saya ambilkan sebentar." Pegawai tersebut masuk ke dalam sebuah ruangan. Tak lama dari itu kembali datang dengan sebuah kotak kaca berisi sepsang cincin yang begitu indah. Cincin dengan dihiasi berlian 15 carat bentuk 'cushion'."Yang ini cuma ada satu di sini. Harganya masuk ke angka 7 milliar."Mampus!Aya langsung menoleh ke arah Ken dengan tatapan menantang. "Aku mau yang itu.""Cincinya bagus. Ambil aja kalau kamu mau," balas Ken dengan santainya."What?!""Kenapa? Katanya kamu mau yang itu.""Denger gak harganya berapa?""Cuma 7 milyar, kan?" Ken mengeluarkan black card miliknya. "Langsung bungkus aja, mbak."'Cuma? Dia pikir jajan cireng, main bungkus-bungkus aja. Dasar sombong!' batin Aya.Sebenarnya Kenneth tau apa yang ada dipikiran gadis ini. Dia mencoba menantangnya. Hanya sepasang cincin ini saja tidak akan membuatnya bangkrut. Selama Aya menerima perjodohan ini, Ken tidak merasa keberatan."Sekarang waktunya cari makan," ucap Aya setalah mereka keluar dari toko tersebut."Ke butik dulu, Ay. Orangnya udah telepon terus dari tadi.""Orang lapar masa harus ditahan. Lagian yang ditelepon itu kamu, bukan aku."Ken memijat pelipisnya sesaat. "Oke, kita cari makan. Tapi habis itu langsung ke butik. Jangan cari-cari alasan lagi.""Iya-iya."Aya mengikuti Ken yang mengajaknya ke restoran di sebrang jalan. Mungkin karena Ken yang memiliki kaki panjang, Aya harus mempercepat langkahnya agar tak tertinggal. Saat menyebrang jalan, Ken justru melakukan hal yang tak terduga. Dia menggandeng lengan gadis disampingnya agar bisa berjalan beriringan.Sampai mereka berada di rumah makan. Beberapa orang di sana memperhatikan dua sejoli tersebut. Mungkin karena Ken cukup terkenal di luar sana. Walaupun besar di Amerika, tapi berita tentang pengusaha mida itu diketahui sebagian orang. Dan mereka membicarakan siapa gadis cantik yang datang bersamanya.****"Lo yang namanya Yura?""Iya. Duduk sini."Metta menarik salah satu kursi dan duduk di dihadapan seorang perempuan yang baru dikenalnya. Seharusnya dia berada di rumah temannya main bersama, tapi Metta justru mendapat pesan chat. Orang itu mengaku bernama Yura, satu kampus dengannya. Dia meminta Metta datang ke cafe untuk bertemu."Tau nomor gue dari mana? Terus ngapain juga lo ngajak gue ketemuan?" tanya Metta langsung tanpa basa-basi."Gue Yura. Pernah denger mantan pacar ketua BEM kampus? Itu gue."Kalau itu Metta hanya tau rumornya saja. Ia tidak pernah melibat wajahnya. Kata temannya, Yura itu kakak tingkat yang paling populer. Dikenal cantik dan lahir dari keluarga terpandang membuat banyak lelaki tergila-gila. Hanya saja Metta tidak tertarik dengan rumor seperti itu."Jadi?"Gadis bernama Yura itu membenarkan posisi duduknya. "Tadi siang gue gak sengaja liat keributan di kampus soal kakak lo. Ternyata dia ganteng juga. Gue langsung cari tau tentang lo buat nanyain dia. Kakak lo udah punya pacar?"Ah, Metta tau ke mana pembicaraan ini akan berakhir. Sudah bisa ditebak jika kakak tingkatnya ini menyukai Kenneth. Sudah biasa jika ada yang ingin mendekati kakaknya, pasti orang itu lebih dulu mendekati Metta."Dia udah mau tunangan.""Serius? Yah, sayang banget. Padahal kalau lo bisa deketin gue sama dia, gue bakal ngasih apapun buat lo.""Yang bener?" tanya Metta seolah tak percaya."Iya. Bahkan gue bisa bikin lo terkenal di kampus. Asal lo bisa comblangin gue. Sayang banget dia udah mau tunangan."Metta terdiam beberapa saat dan menemukan satu ide. "Eh, tapi bisa aja kalau emang lo mau. Sebenernya gue juga kurang suka sama calon tunangannya. Dia musuh gue."Jika dipikir-pikir sepertinya ini salah satu cara menggagalkan perjodohan Ken dan Aya. Yura juga terlihat cantik dan memiliki tubuh yang sexy. Sudah pasti kakaknya akan lebih suka modelan seperti ini. Bonus lagi kalau Metta bisa terkenal di kampusnya."Jadi lo bisa bantu?" tanya Yura memastikan."Bisa. Lo tenang aja. Nanti gue bakal cari caranya.""Bagus."Perempuan itu tersenyum lebar membayangkan wajah tampan pria yang baru saja dilihatnya di kampus. Saat pertama kali melihat Ken, Yura sudah jatuh cinta. Dia langsung mencari tau semua informasi termasuk tentang Metta. Beruntungnya Metta ini mudah dirayu hanya dengan kepopuleran.****Mobil milik Ken berhenti tepat di depan rumah Aya. Tanpa diduga, di halaman rumahnya itu ada mamanya Ken juga. Mereka sedang berbincang-bincang sambil duduk di kursi halaman."Kenapa ada mama kamu juga?""Gak tau," ucap Kenneth sambil ke luar dari dalam mobil.Mereka berjalan beriringan. Namun kali ini Ken justru merangkul bahu Aya, seolah mereka sudah cukup akrab. Dengan kesal gadis itu mendorong Ken. "Ngapain peluk-peluk?!""Supaya mereka seneng. Jadi keliatan kayak pasangan romantis," bisiknya."Bilang aja mau modus."Ken tertawa pelan dan kembali merangkulnya. Dilihatnya wajah cantik Aya dari samping. Dengan usia mereka yang terpaut cukup jauh, Ken tidak menyangka gadis ini akan menjadi miliknya."Loh, kalian udah pulang?" Dua wanita paruh baya itu tidak dapat menahan senyumnya."Udah, mah.""Tente jadi gak sabar liat kalian nikah. Cocok banget pasti. Iya,""Mamah!"Ken mengulas senyum dengan perkataan calon mertuanya. "Kalau saya gimana Aya aja.""Kalau gitu kita masuk dulu, yuk. Kalian belum makan, kan?""Kita udah makan tadi," ucap Aya cepat."Yaudah, masuk aja. Kasih kopi atau-""Ken, kamu bukannya mau jemput Metta?" Gadis itu tersenyum ke arah Ken dengan tatapan memeberi kode. Bermaksud agar pria ini segera pulang.Ibunya Kenneth sontak menoleh ke arah anaknya. "Emangnya Metta belum pulang?""Tadi mau ke rumah temennya dulu. Mama mau sekalian pulang atau masih mau di sini?""Pulang aja, deh. Ayana, tante pulang dulu. Mbak, nanti kita bahas lagi pembicaraan tadi.""Iya. Hati-hati."Ken mengusap kepala Aya dengan lembut. "Pulang dulu ya, Ay."Mendapat perlakuan tersebut, wajahnya langsung memerah. Ah, sial! Kenapa jantungnya jadi berdetak kencang? Dengan cepat gadis itu menunduk."A-aku... aku harus ngerjain tugas buat besok." Aya segera berlari masuk ke dalam rumah.Tiga orang di sana jadi tertawa melihat tingkah Aya. Ken bahkan mengigit bibir bawahnya, merasa gemas. "Nikahnya bisa dipercepat gak, ya?"Saat ini Metta dan Ayana sedang berada di kelas bersama beberapa orang lainnya. Mereka mendapat tugas presentase dengan setiap kelompok berisi 5 orang. Karena itulah keduanya disatukan dalam satu kelompok yang sama. Ada Metta, Ayana, Putri, Deon dan Rendi. Sedangkan teman Metta yang kemana-mana bersama sudah mendapatkan kelompoknya sendiri."Mau ngerjain tugasnya di mana?" "Gimana kalau di rumah gue aja? Kebetulan lagi sepi juga," usul Rendi."Aku ngikut yang lain aja," kata Ayana dan diangguki yang lain. Sepertinya mereka sudah setuju. Kecuali satu orang, Metta. Gadis itu tak menanggapi ucapan orang-orang di sekitarnya.Merasa ditatap, Metta mengangkat kedua alisnya. "Kenapa?""Lo setuju gak kalau kerja kelompok di rumah Rendi?" Kini Deon bertanya."Gue maunya di rumah gue aja," jawabnya acuh.Ayana mendelik. "Ribet banget. Ngikut yang lain aja kali.""Pokoknya harus di rumah gue."Dua perempuan itu saling lempar tatapan tajam. Entah sampai kapan mereka akan terus seperti ini tanpa
"Kayaknya mending cari bahan di buku juga. Soalnya kalau di internet cuma itu-itu aja." Ayana menggeser laptopnya ke hadapan Putri dan mulai mengambil tumpukan buku di depannya."Itu udah gue baca, dan masih kurang. Besok beli ke toko buku buat nambahin.""Ribet banget, ya," ucap Deon menyandarkan tubuhnya.Metta memutar bola matanya. "Kita masih mending udah dapet setengah. Kelompok lain masih pada bingung mau nulis apa.""Jadi ini gimana?" "Lanjut nanti lagi. Sekarang tulis dulu yang ada.""Emang buat kapan tugasnya?" tanya Kenneth yang tiba-tiba ikut bergabung. Duduk di sofa dengan membawa beberapa buku tebal di tangannya."Lusa.""Ambil, nih. Itu buku terjemahan, tapi banyak materinya." Kebetulan Jevran memang memiliki rak buku khusus yang dimiliki saat menjadi mahasiswa. semuanya masih tertata rapih. Dia juga berkuliah di jurursan bisnis."Makasih ya, kak.""Sama-sama."Ayana melirik Kenneth sekilas. Saat pria itu balik menatapnya, ia langsung mengalihkan pandangan ke arah lain.
"Kenapa dari tadi diem terus, hm?" tanya Ken yang melirik sekilas ke arah gadis di sampingnya."Terus harus gimana?""Kamu cemburu kalau saya deket sama temennya Metta?" Hanya memastikan saja. Ken tidak merasa jika Aya cemburu. Apa memang dia tidak memiliki perasaan untuknya?"Engga. Aku bukan kamu. Sama Rendi, temen aku aja kamu cemburu. Aku itu gak suka sama kamu! Cuma karena aku gak bisa nolak semua ini bukan berarti aku suka sama kamu."Ayana menatap jalanan sambil memegang sabuk pengaman erat. Sebenarnya untuk mengatakan itu saja dia punya ketakutan. Dia takut Ken akan marah atas perkataannya. Karena bagaimanapun Ayana belum terbiasa dengan pria ini.Kenneth sendiri tidak menghiraukan ucapan Ayana. Dia hanya mencoba agar gadis ini tidak semakin membencinya. Biar saja Naura berpikir seperti itu sekarang yang jelas Ken akan memastikan Ayana akan tetap menjadi miliknya.Tak lama dari itu mobil berhenti tepat di depan rumah Aya. Gadis itu hendak turun, namun Ken lebih dulu menahannya
"Ayana! Ya ampun, ini anak gadis masih tidur. Udah siang ini."Wanita paruh baya itu menarik selimut yang menggulung tubuh putrinya. Tertidur nyenyak tanpa merasa terganggu sedikitpun. Ini pasti karena habis bergadang nonton film. Kebiasaan!"Bangun!""Sebentar lagi, ya. Sekarang Aya gak ke kampus," jawab Ayana melenguh."Itu temen kamu udah nunggu di bawah. Kasian kalau harus nunggu lama.""Siapa?""Putri."Ayana sontak mengubah posisinya menjadi duduk. Dia lupa sudah janjian untuk bertemu. Gadis itu melihat Mamanya berjalan ke arah jendela untuk membuka gorden. Saat cahaya matahari itu menerpa wajahnya, ia menyeringit silau."Tadi juga Kenneth ke sini. Mama mau bangunin kamu, tapi dia bilang jangan. Terus pulang lagi, deh.""Ken? Ngapain dia ke sini?""Gak tau. Mungkin ngajak kamu jalan," jawab Mamanya yang kembali menghampiri Ayana. Ia menarik selmut untuk dilipat. "Biar Aya aja yang beresin nanti," cegatnya."Yaudah. Mandi dulu sana. Putri disuruh masuk ke kamar aja apa gimana?"
"Makasih udah nganterin sampe rumah," ucap Ayana membuka sabuk pengamannya."Sama-sama. Lo gak apa-apa, kan?""Kenapa?"Rendi mengusap tengkuknya sesaat. "Gak cemburu liat yang tadi?"Ayana terkekeh pelan dan menggeleng. Tidak, dia tidak cemburu. Hanya saja Aya ingin membuat Ken merasa panas. Entah kenapa menyenangkan saja jika membuat kesal. Aya seperti membalaskan dendamnya."Kenapa harus cemburu juga? Udah, ya, aku mau masuk. Kamu hati-hati pulangnya. Kalau barangnya udah selesai jangan lupa kasih tau aku, ya," jawabnya."iya, nanti gue yang anterin."Ayana turun dari dalam mobil dan melihat Rendi yang berlalu pergi dengan mobilnya. Setelah memastikan Rendi benar-benar pergi, Ayana masuk ke rumahnya. Dia merasa lapar dan ingin makan sesuatu sekarang. Mungkin makan mie terasa nikmat saat tubuhnya merasa dingin seperti sekarang.Saat masuk ke dalam rumah Ayana melihat Ibunya tengah berada di dapur, menyiapkan sesuatu. Dengan cepat ia menghampirinya dan melihat apa yang dilakukan Ibun
"Gak ada, Pah. Ayana cuma bercanda mungkin.""Jangan bohong Ken! Kalian ada masalah?"Metta yang merasa ini adalah kesempatan langsung memanfaatkannya. "Pah, Mah, jadi Aya itu liat Kak Ken sama temen kampus aku yang mamanya Yura jalan berdua. Nah, mungkin karena itu.""Kamu jangan mulai, Ta. Jangan bikin Kakak tambah marah," ucap Ken kesal dengan sang adik. "Ini cuma salah paham. Papa sama Mama jangan khawatir karena aku jamin ini bukan masalah besar.""Kamu yakin? Mama gak mau kalau Ayana berakhir membatalkan perjodohan kalian sedangkan acara pertunangan sudah di depan mata. Mama mau Ayana yang jadi menantu Mama, Ken."Diam-diam Metta pergi dari sana menuju kamar. Orang-orang di rumahnya menyukai Ayana bahkan Ibunya sampai mengatakan hanya ingin Aya yang menjadi menantunya. Sehebat apa, sih? Banyak wanita lain di luar sana yang lebih baik dari Ayana.***Seorang gadis keluar dari kamarnya dengan tampilan acak-acakan. Ia terbangun di malam hari dengan keadaan yang kurang baik. Tubuhny
"sayang, ayo bangun dulu. Ini waktunya kamu minum obat, loh." Ayana mengeluh dan perlahan membuka matanya. "Gak mau, Mah. Nanti aja.""Kamu harus cepet sembuh. Gak inget tadi dokter bilang kamu harus makan? Ini suhu tubuh kamu masih panas. Kamu juga belum makan apa-apa dari pagi.""Gak mau."Gadis itu memelas. Perutnya sakit setiap diisi makanan. Tadi pagi dia sudah mencoba memakan bubur namun baru satu suapan sudah terasa mual. Lagipula selama belum merasa lapar ia masih bisa menahannya. Ayana bahkan tak memiliki tenaga untuk bangkit jika memang harus memuntahkan isi perutnya ke kamar mandi."Tadi pagi siapa yang datang?" tanya Ayana teringat sesuatu. Ia menyingkirkan kompresan di keningnya."Siapa? Kayaknya gak ada.""Terus itu dari siapa?"Dilihatnya benda yang ditunjuk Ayana. Sebuah kotak kecil di atas nakas yang diletakan di samping lampu tidur. Intan baru sadar ada benda ini. Ia membukanya untuk melihat apa yang ada di dalam kotak tersebut.Wanita itu mencoba mengingat dan seg
Hari ini Kenneth kembali sibuk dengan pekerjaannya. Dia berangkat pagi-pagi ke kantor untuk melakukan pekerjaan yang ditinggalkan kemarin. Namun sebelumnya Ken tentu sudah menghubungi Ayana untuk menanyakan kabar. Hatinya sedikit lega saat mengetahui keadaan gadis itu yang membaik. Ehm! Bagaimanapun acara pertunangan mereka itu besok malam.Ken duduk di kursi miliknya dan menatap layar monitor. Sebenarnya sekarang dia memiliki banyak meeting dengan klien, namun untuk sekarang Ken membiarkan pertemuan itu diwakili asistennya. Pria itu memilih untuk mengerjakan pekerjaannya di kantor. Dia sedang malas bertemu dengan orang-orang.Sebagai seorang pengusaha muda, apalagi baru saja datang setelah bertahun-tahun di luar negeri, Kenneth memiliki kebiasaan yang terbawa hingga sekarang. Bahkan di perusahaan keluarganya di luar negeri, dia tidak terlalu menampakan diri dari dunia luar. Bisa dikatakan lebih suka bekerja dibalik layar. "Permisi, Pak. Ini saya bawa laporan keuangan."Seorang karya