"Aku tidak bohong bu, Freya itu benar-benar bekerja di perusahaan yang sama denganku," seru Melisa tak terima dan meluapkan kekesalannya pada sang ibu. Tentu saja nyonya Margaretha pun ikut terkejut, akan perkataan putrinya yang baru saja ia dengar. "Yang benar kamu Melisa? Ko bisa seperti itu. Bukankah dia punya skandal memalukan, kenapa bisa di terima kerja di perusahaan besar bosmu?" Margaretha menggeleng-gelengkan kepala. Ia begitu tidak suka saat mendengar Freya melebihi Melisa.Tak hanya meluapkan kekesalan saja, Melisa juga bercerita pada ibunya jika Freya terlihat sangat dekat pria yang selama ini dia idam-idamkan. "Ini tidak boleh di biarkan Melisa, walaupun Freya sudah bersuami siapa tahu dia juga ingin mengincar pria kaya seperti bosmu. Lebih baik kamu mencari cara untuk membuat bosmu tidak suka agar memecat jalang itu," ucap Margaretha menyarankan. "Ibu benar, seharusnya aku berpikir tentang hal itu," Melisa tersenyum licik saat mendapatkan sebuah ide untuk mengerjai F
Di sepanjang jalan Freya yang duduk di samping bosnya, ia terus berpikir tentang Dave yang tidak pernah lepas dari masker dan kacamata hitamnya, yang membuat Freya terheran. "Mau pergi ke pesta saja, kenapa tuan Dave tidak pernah melepaskan kedua benda yang selalu ia pakai, aneh sekali. Bagaimana nanti kalau di pesta apa tidak akan menjadi bahkan gosip di sana," Freya meracau dalam hati.Karena baru kali ini ia melihat seorang pengusaha kaya raya, yang sudah sangat terkenal bahkan perusahannya sudah melanglang buana ke berbagai kota dan mancanegara. Memakai style yang cukup aneh. "Kamu sedang memikirkan apa Freya? Aku lihat dari tadi kamu terus melirik ke arahku?" Tanya Dave dengan penuh selidik. "Aahh, tidak tuan. Saya tidak memikirkan apa pun. Tapi saya hanya penasaran saja apakah tuan akan memakai masker dan kacamata hitam itu sampai ke pesta," celetuk Freya yang tanpa sadar keceplosan. Dan mengerutkan kening, saat mendengar perkataan wanita yang duduk di sampingnya. "Apa, kam
Ketika Freya sedang di wawancarai oleh para wartawan bersama Dave. Melisa menatap nyalang pada adik tirinya dan merasa tak terima karena pria yang ia incar malah menggandengnya sebagai pendamping wanita di pesta amal itu. "Ck, sial. Jalang itu berani sekali menggoda bos. Aku tidak akan membiarkannya melewati malam ini dengan tenang," geram Melisa seraya mengepalkan kedua tangan. Ketika Freya masih di hujam dengan beberapa pertanyaan oleh para wartawan, tiba-tiba saja perhatiannya teralih oleh atasannya. Sosok Dave yang begitu maskulin dengan jambang tipisnya, membuat Freya terkejut. Karena baru kali ini ia melihat atasannya itu dengan penampilan tanpa masker yang selalu membuatnya penasaran. "Ternyata tuan Dave.." batin Freya, entah ia merasa tidak asing. Pada sosok yang berdiri di sampingnya. Hingga membuat Freya sejenak membatu dan menyergitkan dahi. Ketika Freya tengah larut dalam pemikirannya sendiri, tiba-tiba saja beberapa wartawan kembali datang melontarkan pertanyaan lagi
Sesampainya di ruangan istirahat, Dave membaringkan tubuh Freya dengan sangat pelan dan lembut. Karena ia tidak mau jika sampai istrinya terluka. "Freya, apa kamu tidak papa?" tanya Dave yang sedikit cemas. "Tidak tuan, saya tidak papa. Terima kasih karena anda tadi sudah menolongku. Kalau tidak..." Freya mengungkapkan rasa terima kasihnya. Namun hampir saja ia keceplosan mengatakan tentang kehamilannya. "Kalau tidak memang kenapa? kenapa kamu terlihat begitu takut. Padahal hanya seorang wanita, apa kamu tidak bisa melawan wanita tadi," bentak Dave yang sedikit merasa sedikit kesal mengingat sikap Freya yang terkadang terlihat sangat lemah dan mudah untuk di tindas. Freya terdiam, entah kenapa ia merasa jika bosnya itu seperti sedang marah kepadanya. Bahkan Freya sedikit aneh dengan sikap pria yang ada di depan matanya itu. "Pria ini kenapa? tiba-tiba saja marah padahal kalau tidak suka menolong untuk apa melakukannya," gerutu Freya dalam hati yang merasa tidak nyaman. Karena su
Setelah sang Dokter keluar, Dave segera menghampiri wanita berjas putih itu dan menghujamnya dengan beberapa pertanyaan tanpa lelaki itu sadari jika dia tampak begitu panik. "Bagaimana keadaan Freya? sebenarnya apa dia punya penyakit yang serius?" Tanya Dave yang begitu penasaran. Dokter Anne menarik nafas dalam-dalam, setelah ia berjanji kepada Freya, jika dirinya tidak akan membocorkan tentang kehamilannya. Kini ia pun terpaksa berbohong pada tuan Dave. "Nona Freya tidak apa-apa tuan, dia hanya sedikit lelah dan masuk angin saja. Jadi tuan tidak usah khawatir," imbuh sang Dokter dengan perasaan yang tidak enak hati. "Begitu ya, apa kamu tidak salah memeriksa?" Dave bertanya untuk yang kedua kalinya, karena ia ingin memastikan dengan tatapan yang penuh selidik pada Dokter kepercayaan keluarganya. Dokter Anne terdiam, sebenarnya jauh di lubuk hati ia merasa bersalah. Tapi di sisi lain sebagai Dokter ia terpaksa harus menjaga privasi pasiennya. "Te-tentu saja tuan, saya tidak boh
Tepat jam 10 malam, akhirnya Freya sampai di apartemen. Dengan cepat supir pribadi Dave yang segera membantu untuk membukakan pintu mobil. "Silahkan nona Freya, kita sudah sampai," ujar sang supir. "Terima kasih, dan tolong ucapkan juga pada tuan rasa terima kasih saya padanya." Balas Freya. Yang merasa tidak enak hati karena sudah di antarkan pulang. "Tentu nona, saya akan menyampaikan pesannya pada tuan,.Kalau begitu saya permisi." Freya hanya mengangguk, lalu ia berjalan masuk ke apartemen. Karena dari tadi tubuhnya terasa lemas, kepalanya yang terasa pusing dan juga sakit. "Heh, pusing sekali. Apa ini yang di namakan sedang ngidam, rasanya begitu lelah," keluh Freya. Setelah berjalan dan keluar dari lift, akhirnya Freya sampai di depan pintu kamar. Tapi tiba-tiba saja pintunya terbuka lebih dulu karena Damian yang baru saja pulang. "Nona Freya, akhirnya anda pulang juga," sapa Damian, lalu segera membukakan pintu untuk sang istri. Freya menatap Damian dengan netra yang berka
Ketika Damian masih sibuk menyiapkan teh hangat, Freya yang mulai merasakan rasa mual. Kini ia meraih tasnya dan mencoba untuk mencari obat pereda mual yang di berikan oleh Dokter beberapa hari yang lalu. "Dimana ya obatnya? ko tidak ada," Freya kebingungan saat mencari obat yang tidak ia temukan juga. Beberapa kali ia membuka tasnya lagi tetap tidak ada. Freya mulai gelisah dan cemas. Karena tanpa meminum obat pereda itu pasti kehamilannya akan di ketahui oleh Damian. Ketika Freya masih mencari dengan berjalan mondar-mandir, sambil mengingat-ingat di mana pil itu di taruh olehnya. Damian yang baru datang pun terheran. "Nona Freya, apa yang sedang anda cari?" Damian berjalan menghampiri sembari membawa segelas teh hangat di atas nampan yang dia bawa. Freya terkejut, saat Damian yang tiba-tiba saja datang. Sebisa mungkin ia tetap tenang dan mencoba untuk mencari jawaban yang tepat agar tidak di curigai.."A-aku tidak papa, tidak ada yang sedang aku cari ko, mungkin hanya perasaanmu
"Kamu kenapa nak, kenapa terlihat bete sekali?" Tanya Margaretha yang terlihat begitu keheranan, ketika melihat Melisa marah-marah sendiri tidak jelas. Melisa pun memutar badan, lalu meluapkan keluh kesahnya pada sang ibu. Tentang pria yang sudah cukup lama ia targetkan. "Aku sedang kesal Bu, bagaimana bisa jalang kecil Freya itu begitu dekat dengan tuan Dave. Berani sekali dia mau bersaing untuk berebut satu pria yang sama denganku, padahal dia kan sudah punya suami si tukang kain itu, apa dia masih belum cukup punya satu pria," geram Melisa, mengingat Freya dengan penuh kebencian. Tentu saja Margaretha pun ikut geram dan semakin memanasi putrinya. Agar tidak kalah dengan Freya. "Dasar anak tidak tahu diri, berani sekali dia. Melisa kamu bilang dia kerja satu kantor denganmu? kenapa kamu tidak membuat dia di pecat saja, dengan begitu tidak ada wanitayang g menghalangi rencanamu untuk mendekati tuan Dave Alexander," bisik Margaretha yang sengaja menghasut putrinya. Melisa terdiam