Di kamar,
Naura baru saja keluar dari kamar mandinya dengan sebuah bathrobe yang melekat di tubuhnya. Ia disambut oleh beberapa maid yang sudah siap dengan beberapa dress casual yang tergantung di sana."Mari Nyonya," senyum salah seorang maid yang langsung menuntun Naura.Hana kemudian mencocokkan pakaian yang pantas untuk Naura satu demi satu, sampai pilihannya jatuh pada sebuah dress berwarna biru muda yang begitu simple."Silahkan untuk mencobanya," pinta Hana yang juga memberikan satu set dalaman yang sebelumnya Naura pesan."Baik," angguk Naura yang kemudian berjalan ke arah walk in closet milik Aska.Naura cukup kagum ketika melihat ruang ganti tersebut, yang penuh dengan berbagai jenis jas dan pakaian branded milik bosnya itu."Astaga! Aku hampir lupa untuk mengganti pakaianku," seru Naura yang langsung mengenakan pakaiannya.Tampak pas dan anggun ketika Naura memakainya, setelah selesai Naura pun keluar dan menghampiri Hana."Anda terlihat sangat cantik Nyonya," puji Hana."Terimakasih Hana.""Nona Sela, sekarang bagian anda."Gadis cantik itu mengangguk dan menghampiri Naura serta menuntunnya untuk duduk di sofa, dimana ia sudah siap dengan alat make up nya.Bersamaan dengan itu Aska berjalan memasuki kamarnya untuk mengajak Naura sarapan."Naura-" perkataan Aska terhenti ketika ia melihat betapa cantiknya Naura.Ia terlihat anggun dengan make up naturalnya, Aska terpeson karena biasanya Naura jarang sekali dandan saat bekerja. Walaupun begitu Naura tetap cantik dengan wajah polosnya yang alami, namun ia tak mengira jika sekretarisnya itu bisa terlihat menawan."Iya Pak, ada apa?" tanya Naura, yang rupanya sudah selesai untuk di poles.Aska memasuki kamar dengan Hana yang meminta para maid dan jasa riasnya untuk keluar meninggalkan mereka berdua."E Mami suruh saya panggil kamu untuk sarapan," sahut Aska ketika ia sudah berada di hadapannya.Melihat tatapan Aska yang begitu dalam tentu saja membuat Naura merasa aneh, dan canggung."Bapak kenapa liatin saya segitunya? Aneh ya, Pak? Atau terlalu menor?" tanya Naura yang hendak mengambil tisu untuk menghapus riasannya."Kamu cantik!"Naura urung mengambil tisu yang ada di depannya, "Iya tapi saya sedikit risih karena tak biasa.""Mulai sekarang kamu harus membiasakannya, kamu terlihat menawan! Saya tidak menyangka bahwa itik buruk rupa sepertimu bisa berubah menjadi seekor angsa," goda Aska dengan tawanya.Sedangkan Naura tampak mendengus kesal."Saya bercanda, ayo turun!" Ajak Aska padanya.Mereka kemudian berjalan beriringan menuju meja makan, dimana Bu Mega sudah menunggu kedatangan mereka berdua."Liat Mama dan Papamu, mereka tampak serasi!" Puji Bu Mega seraya berbisik pada cucunya."Silahkan duduk," dengan gentlemannya Aska menarik kursi untuk Naura.Sedangkan Naura tampak canggung ketika ia mendapati bosnga itu bersikap lembut, tidak cerewet dan semena-mena seperti biasanya."Makasih Pak," angguk Naura yang kemudian duduk di kursi tersebut."Kok kamu manggil Aska dengan sebutan Pak?" Heran Bu Mega yang membuat Naura gelagapan."E Naura itu sekretarisnya Aska Mi, dia udah terbiasa panggil Aska dengan sebutan Bapak. Tapi biasanya Naura manggil Aska dengan sayang kok, iya kan honey?" lirik Aska dengan senyuman yang penuh isyarat."Iya sayang," angguk Naura yang merasa awkward."Oh jadi Naura itu sekretaris kamu? Kok Mami baru tau. Bukannya sekertaris kamu itu Fara? Sepupu kamu?""Fara resign Mi beberapa bulan yang lalu dan penggantinya Naura, sampai sekarang.""Sampe sekarang?! Kamu ngebiarin perempuan hamil buat kerja?" omel Bu Mega.Dimana Aska keceplosan soal pekerjaan Naura yang menjabat sebagai sekretarisnya di beberpa bulan ini."Soalnya Naura bosan di rumah Mi, makanya Naura bantu Aska di kantor. Lagian pekerjaannya gak berat kok," lanjut Naura."Setelah melahirkan apa kamu langsung kembali bekerja? Lalu Vio bagaimana?"Sialnya Naura lupa kalo disini ia berpura-pura menjadi ibu kandungnya Vio."Kalau sekarang Naura di rumah jaga Vio."Bu Mega mengangguk, "Vio umurnya berapa bulan?""2 bulan Mi," jawab Aska yang untungnya ia menemukan sebuah surat keterangan yang menjelaskan bahwa Viola lahir di dua bulan yang lalu."Jadi kamu gak punya sekertaris donk?""Masih bisa handle kok Mi.""No! Secepatnya kamu harus cari sekertaris baru. Mami gak mau jadwal kamu berantakan karena gak ada yang ngatur," ujar Bu Mega dengan tegas."Oke Mi."Naura menatap nanar ke arah Aska, dimana ia sangat mencintai pekerjaannya itu."Hari ini Mami ada janji buat ketemu sama dokter, kalian lanjut aja sarapannya.""Mami ngapain ketemu sama dokter?" Sahut Aska yang kemudian meminta Hana untuk menggendong bayinya."Akhir-akhir ini sendi Mami suka sakit, kayaknya Mami kena reumatik.""Semoga cepet sembuh ya Mi," lirih Naura."Iya sayang, kalo gitu Mami pergi dulu ya? Dan soal pernikahan biar Mami yang urus, kalian fokus saja sama Vio dan pekerjaan.""Iya Mi," angguk mereka berdua.Setelah itu Bu Mega keluar dari rumah, tampak kelegaan muncul di hati mereka berdua."Saya deg-degan Pak," ungkap Naura sembari menoleh ke arah Aska."Apalagi saya.""Terus pekerjaan saya gimana Pak?" lanjut Naura yang sebenarnya tidak ingin sampai kehilangan pekerjaannya."Terpaksa kamu harus resign, selama kita menikah kamu tidak boleh bekerja."Naura terduduk lesu, "Baiklah.""Ayo makan makananmu! Nanti keburu dingin," titah Aska kemudian.Naura menyuapkan nasi goreng ke dalam mulutnya, sampai akhirnya ia membulatkan matanya."Nasi gorengnya enak!" ucap Naura yang mungkin tengah kelaparan."Tentu saja, karena ada koki khusus memasak di rumah ini.""Pantas saja," bersamaan dengan itu Naura kembali melanjutkan sarapan paginya."Sepertinya kita harus mencari baby sitter agar kamu tidak kesusahan merawat Vio," tandas Aska yang juga tengah menikmati sarapannya."Boleh," angguk Naura setuju.Karena pastinya ia membutuhkan seseorang yang ahli, apalagi ia juga tidak banyak berpengalaman tentang mengurus bayi.Setelah sarapan, Naura hendak menyusun piring kotor yang baru saja mereka pakai."Itu pekerjaan para maid, jadi kamu tidak perlu bersusah payah melakukan apapun di rumah ini. Cukup duduk santai dan jaga putri kecilku," jelas Aska yang membuat Naura menaruh piringnya kembali."Iya Pak.""Ingat! Di depan Mami kamu harus memanggil saya dengan sebutan sayang.""Iya Pak…""Sekarang kamu pergi ke kamar Vio, karena saya sudah menyiapkan satu kamar untukmu dan Vio di atas.""Dimana?" tanya Naura, yang tak tau jelas dimana lokasinya."Tepat di samping kanan kamar saya."Naura menganggukkan kepalanya, "Baik Pak! Kalau begitu saya ke kamar dulu karena harus memandikan Vio.""Hari ini saya ambil libur… Kalau kamu sudah selesai memandikan Vio, kita pergi ke supermarket untuk membeli barang-barang kebutuhannya.""Iya Pak."Saat itu juga Naura berjalan menuju kamarnya, untuk memandikan si bayi mungil itu.Dimana disana sudah ada Hana dan seorang maid yang siap membantunya untuk bersiap."Nyonya, perkenalkan ini Laras asisten pribadi anda. Dia yang akan membantu anda untuk menyiapkan segala kebutuhan anda," pungkas Hana yang memperkenalkan Laras padanya."Terimakasih Hana.""Kalau begitu saya permisi, jika anda perlu sesuatu anda bisa meminta tolong pada Laras atau memanggil saya.""Iya Hana."Selepas itu Hana berlalu pergi, dengan meninggalkan mereka berdua."Laras, tolong bantu aku memandikan Vio. Apa bisa?" lirik Naura padanya."Tentu saja Nyonya."Naura kemudian membawa Vio ke dalam kamar mandi, dengan Laras yang menyiapkan air hangat. Tidak ada bak bayi, tapi Naura bersyukur karena ada sebuah bak kecil yang bisa digunakan sebagai bak mandi Vio."Dia sangat cantik! Sepertinya dia mengambil semua gen ayahnya," puji Laras yang merasa bahwa Naura dan Vio tidak mirip."Iya memang benar!" angguk Naura yang kemudian bergumam dalam hati, "Tentu saja Vio mirip dengan ayahnya karena mustahil jika Vio mirip denganku karena aku bukanlah ibu kandungnya."Naura dengan luwes memandikan Vio, walaupun sebenarnya Naura merasa was-was dan hati-hati ketika memegang tubuh kecilnya, yang sedikit licin karena sabun.Bersambung,Di depan pintu kamar, saat Zea hendak membuka pintu, tiba-tiba saja ia melihat Naura yang berjalan menghampirinya.Zea memiringkan kepalanya, mengamati Naura dengan tatapan yang sulit dibaca. "Ngapain kamu ngikutin saya?" tanya Zea dengan ketus.Naura menjawab, "Zea, apa boleh aku melihat Vio sebentar?"Zea tampak berpikir, "Akan sangat bagus jika Naura ada di samping Vio, pasti Vio akan lebih cepat tidur dan aku bisa beristirahat dengan tenang. Tapi bagaimana jika Aska kemari dan melihat bahwa Vio hanya bisa patuh pada Naura? Yang ada aku bakalan gagal buat cari perhatiannya Aska."Naura menyentuh lengan Zea yang justru melamun. "Ze..."Zea tersadar, dengan pandangan mata yang ia edarkan ke sekelilingnya, sampai akhirnya ia menatap lurus ke arah Aska yang baru saja masuk ke ruang kerjanya di lantai tiga. "Iya, boleh," singkatnya.Naura tersenyum lebar. "Terimakasih, Ze."Lantas mereka berdua pun memasuki kamar yang penuh dengan hiasan dan juga mainan bayi. Laras, yang sedang menga
Dua hari kemudian,Naura memainkan garpu di piringnya, sambil mendengarkan percakapan antara Aska dan Zea di malam ini. "Bagaimana? Apa kamu betah tinggal di rumah ini, Sayang?" Bersamaan dengan itu Aska menoleh ke arah Zea yang duduk di sampingnya.Zea, dengan senyum yang cerah, menjawab, "Tentu saja! Apalagi aku bisa bertemu denganmu dan Vio setiap hari."Aska mengangguk, melanjutkan pertanyaannya. "Jadi kamu sama sekali tidak keberatan menjaga Vio? Maksudku, apa selama ini Vio tidak merepotkanmu?"Dengan cepat dan tegas, Zea menggelengkan kepalanya. "Tidak sama sekali, aku justru senang bisa merawatnya, dia sangat lucu dan menggemaskan." Sedangkan dalam hatinya Zea merasa sangat benci akan kerewelan bayi kecil itu.Naura, yang mendengarkan semua itu, melirik ke arah Zea dengan pandangan yang sulit diartikan. Karena ia tahu betul bahwa Zea tidaklah setulus itu untuk merawat Vio.Kemudian Aska melirik ke arah Naura, yang akhir-akhir ini menjadi pendiam. "Oh iya, Bagaimana menurutmu,
Di tengah sarapan pagi, Aska tiba-tiba berdiri dari kursinya dan berkata pada Zea, "Aku harus segera pergi, Sayang." Zea menoleh, lalu bangkit dari tempat duduknya. Dengan cekatan, ia membetulkan dasi yang dikenakan oleh Aska, sambil menatap matanya penuh kehangatan. Setelah itu, Zea mengantarkan Aska sampai ke depan pintu rumah, lalu berpisah dengan kecupan singkat di keningnya.Zea kembali masuk ke rumah, dan tak disangka ia berpapasan dengan Naura yang baru saja turun dari kamar. Ia tersenyum pada Naura. "Naura, kamu jaga Vio ya, aku benar-benar lelah dan harus pergi ke salon untuk perawatan tubuh." Naura tampak terkejut dan tak habis pikir, bagaimana bisa Zea meminta dirinya mengurus anaknya, padahal ia tahu betul Zea seharusnya bertanggung jawab atas anak itu. "Apa kamu gila? Kamu hendak meninggalkan Vio? Bukannya dari kemarin kamu menginginkan aku untuk menjauhinya? Dan sekarang setelah Aska pergi kamu berubah, apa sebenarnya niatmu?" tanya Naura, yang benar-benar tak menyang
Di kamarNaura membelai lembut pipi Vio yang sudah terlelap dalam pelukannya."Melihat sikap Zea yang begitu berlebihan membuatku khawatir, apakah dia benar-benar mampu dan bisa menjaga Vio?" batin Naura dengan tatapan sendu yang ia tunjukkan.Tak berselang lama Laras datang untuk menghampirinya. "Maaf Nyonya..."Naura menoleh. "Ada apa, Ras?""Nona Zea meminta saya untuk mengawasi Non Vio," jawab Laras dengan tak enak hati.Hati Naura mencelos. "Apa aku seburuk itu dimatanya? Sampai-sampai Zea melakukan hal ini? Sudah jelas bahwa aku hanya ingin menenangkan Vio."Laras duduk di sisi ranjang dekat Naura. "Nyonya benar, Non Zea memang sangat berlebihan dan tidak sabaran.""Aku khawatir jika aku pergi, bagaimana nasib Vio? Akankah Zea bisa merawatnya dengan baik?" Laras sedih mendengarnya. "Apa Nyonya tidak bisa bertahan untuk Non Vio dan Pak Aska? Kalian terlihat lebih cocok jika berpasangan.""Aku pernah menceritakan hal ini padamu, bukan? Semua keputusan ada pada Aska, dan aku tidak
Malam pun tibaZea kini tampak emosi karena Vio yang terus menangis, ia tak tau kenapa bayi ini begitu rewel saat bersama dengannya."Astaga Laras... kenapa Vio masih menangis?" tanya Zea ketika Laras menimang Vio, dan berusaha memberinya susu."Saya juga gak tau Non, mungkin Vio kangen sama Nyonya Naura makanya Nona kecil rewel."Mendengar nama Naura tentu membuat Zea kesal, dan akhirnya ia pun mengambil alih Vio dari gendongannya Laras."Sini susunya!" pinta Zea yang kemudian Laras pun memberikan dot yang ada di tangannya pada Zea.Zea mencoba memberikan susu tersebut pada Vio. "Vio Sayang... kamu minum ya susunya? Tante pusing kalo denger kamu nangis terus, ini udah malam dan Tante butuh istirahat."Bukannya berhenti Vio justru semakin rewel, dan menangis dan tentunya itu membuat Laras sangat iba."Apa perlu kita panggil Nyonya Naura untuk -""Tidak perlu! Aku tidak mau Naura ada di sini, kalau seperti ini caranya bisa-bisa Vio tidak mau dekat denganku!" potong Zea yang menolak sar
Saat ini Aska, Naura dan Zea sedang duduk di meja makan untuk menikmati makan siang mereka."Naura, ada hal yang ingin saya sampaikan padamu." bersamaan dengan itu Aska melirik ke arah Naura.Naura yang merasa terpanggil pun lantas mengalihkan perhatian. "Ada apa?""Mulai hari ini Zea akan tinggal bersama kita," kata Aska yang dibalas anggukan kepala oleh Naura. "Tapi, kamu harus pindah dari kamar Vio ke kamar tamu."Naura menghentikan pergerakannya. "Pindah? Terus yang bakal jaga Vio semalaman siapa?""Aku," potong Zea dengan senyuman penuh kemenangan. "Aku yang akan menggantikan kamu untuk menjaga Vio, bagaimana pun juga pernikahan kami akan terjadi dan aku akan menjadi ibu bagi Vio. Bukankah sudah seharusnya aku menjalin hubungan yang baik dengan anak sambungku."Naura sebenarnya merasa keberatan apalagi ia kurang percaya pada Zea, namun ia tak memiliki pilihan lain selain menyanggupinya. Lagipula pernikahannya dan Aska adalah pernikahan di atas materai, dan sudah pasti hal ini aka