Joan menegakkan tubuhnya dan langsung berdiri dari samping sang istri.Dan senyum yang sedari tadi menghiasi kedua bibirnya kini memudar, saat kedatangan ibu mertuanya tersebut."Jo, tumben sudah pulang?" tanya Ibu Nindi, sambil berjalan mendekati tempat tidur dimana Ara berada."Iya Bu, kangen si kembar," jawab Joan coba untuk tersenyum.Ibu Nindi menaikkan sebelah alisnya sambil mengulum senyum. "Sama Ara tidak kangen?"Joan tertawa kecil. "Tantu saja kangen, Bu. Apalah daya, dia sedang sibuk," balasnya, melirik ke arah sang istri yang sedang menahan senyum.Ibu Nindi tersenyum melihat sikap menantunya yang tampak menginginkan sesuatu. Kemudian ia mengambil Ju yang sudah selesai menyusu."Biarkan Ju sama ibu, kamu temani suamimu," ucap Bu Nindi kepada Ara yang masih membetulkan bajunya. Ia tahu pasangan muda itu butuh waktu untuk berdua. Sejak kelahiran bayi kembar mereka, fokus Ara sepenuhnya tercurah pada anak-anak, sementara Joan lebih banyak sibuk di kantor.Joan yang awalnya he
Sebulan lebih berlalu sejak Ara sadar dari komanya, segalanya terasa jauh lebih tenang, harmonis, dan penuh kebahagiaan. Tidak ada lagi bayang-bayang masa lalu yang mencoba menghancurkan pernikahan mereka. Rehan dan Vio yang terbukti bersalah, kini telah menjalani hukuman di balik jeruji besi setelah terbukti bersalah.Bersamaan dengan kebebasan dari ancaman itu, kebahagiaan Jaon dan juga Ara semakin sempurna dengan kehadiran buah hati kembar mereka, Jean Will dan Juan Will. Nama-nama itu mereka pilih dengan penuh pertimbangan, menggabungkan harapan dan cinta mereka dalam dua sosok mungil yang kini menjadi pusat hidup mereka.Meskipun sudah ada babysitter yang membantu mengurus si kembar, Ara tetap ingin terlibat secara langsung dalam membesarkan putra-putranya. Ia menyusui mereka secara eksklusif, menjaga asupan gizi, dan selalu berusaha hadir setiap kali kedua bayi itu membutuhkan kehangatannya.Seperti sore ini, Ara tengah menyusui salah satu dari bayi kembarnya, Ju, sementara Je s
"Sial!" seru Rehan, melempar cangkir kopi kosong ke dinding hingga pecah berkeping-keping. Dadanya sesak oleh kenyataan pahit yang baru saja diterimanya. Bukannya Joan yang meminum kopi beracun itu, justru Ara, gadis yang diam-diam masih dicintainya, yang kini terbaring lemah di rumah sakit, berjuang antara hidup dan mati. Tanpa dirinya tahu, jika Ara sudah sadar dari komanya. Rehan menjambak rambutnya sendiri, frustrasi. "Bodoh!" desisnya, menyesali kebodohan yang telah dilakukannya. Rencana itu seharusnya berjalan mulus, Joan mati karena racun, dan Ara kembali ke pelukannya karena kehilangan suaminya. Tapi kenyataan jauh dari yang ia harapkan. Langkah sepatu terdengar mendekat. Seorang wanita muncul di ambang pintu, berdiri dengan tangan terlipat dan senyum sinis di wajahnya, siapa lagi jika bukan Vio, rekan sementara untuk menghancurkan rumah tangga Joan dan juga Ara. "Kamu bilang tidak ingin mencelakai Joan," ucap Vio tenang, meski nadanya penuh sindiran. "Tapi apa yang kamu
Joan benar-benar dibuat frustasi. Ia hanya bisa mondar-mandir tanpa arah tidak jauh dari ruang ICU dimana sang Isrti berada, matanya sesekali menatap pintu ICU yang tertutup rapat, seolah berharap keajaiban datang dari balik pintu itu. Ara, istrinya, masih terbaring koma usai melahirkan putra kembar mereka. Namun kabar yang ia dengar tadi, bahwa kondisi Ara menurun, membuat dadanya sesak dan pikirannya kalut."Sayang, jangan buat aku seperti ini," gumam Joan lirih, duduk di bangku panjang lorong rumah sakit dengan kepala tertunduk. "Bangunlah... bukan hanya aku yang membutuhkan kamu, tapi juga kedua putra kita." Suaranya bergetar, dan tangannya mencengkeram rambutnya sendiri, mengacaknya kasar karena frustrasi.Beberapa saat kemudian, suara pintu terbuka mengejutkan Joan. Seorang perawat keluar dari ruang ICU dengan langkah cepat. Joan segera berdiri dan menghampirinya dengan wajah penuh harap."Sus, bagaimana keadaan istriku? Dia baik-baik saja, kan?" tanyanya cepat, nyaris terbata
Bahagia dan juga sedih bercampur jadi satu, itu yang sedang Joan rasakan sekarang.Bahagia karena ia akhirnya bisa melihat bayi kembarnya yang begitu sehat dan juga sempurna.Dan sedih, karena satu hari setelah Ara melahirkan secara caesar, istrinya itu belum juga sadarkan diri. Setelah dinyatakan koma beberapa jam setelah menjalani operasi caesar.Joan ditemani ibu mertuanya, menyaksikan kedua bayi kembarnya yang berjenis kelamin laki-laki, sedang di beri susu oleh perawat yang menjaga keduanya di sebuah ruang perawatan yang telah ia siapkan jauh hari, bukan hanya untuk kedua bayinya, tapi juga dengan Ara.Namun, hanya dua bayi kembarnya yang berada di ruang perawatan tersebut.Karena Ara masih berada di ruang ICU."Silakan jika Tuan ingin mencoba memberi susu pada bayi Tuan." kata perawat.Tentu saja Joan segera mengambil botol susu yang berada di tangan perawat tersebut.Dan dengan arahan perawat tersebut, Joan bisa memberi susu pada kedua putranya.Padahal Joan dan juga Ara telah
Dalam situasi panik, Joan menepuk-nepuk pipi sang istri yang tidak sadarkan diri. Saat sudah berada di dalam mobil untuk membawa Ara ke rumah sakit."Sayang bangunlah." dengan penuh kecemasan, Joan terus menepuk pipi Ara. Berharap istrinya tersebut segera sadar. "Aku mohon, jangan buat aku panik seperti ini sayang."Tetap saja Ara tidak merespon perkataan Joan."Pak! Bisa nyetir tidak hah?! Cepat bodoh!" seru Joan pada supir kantor yang sedang mengendarai mobilnya."Sayang, bicara yang sopan." suara Ara begitu pelan.Tapi terdengar di kedua telinga Jaon, membuatnya segera menatap wajah sang istri yang sudah berada di pangkuannya."Sayang, kamu sudah sadar?"Disaat perutnya semakin mules, Ara masih sempat tersenyum pada sang suami."Sayang, kamu baik-baik saja?" tanya Joan sambil meraup kedua pipi sang istri. "Sayang!" kini Joan berteriak, melihat sang istri kembali tidak sadarkan diri.Panik, gelisah, cemas semua bercampur menjadi satu. Setelah Joan berada di rumah sakit, dan sang ist
Zazi menatap pada Zack sambil memicingkan matanya, setelah mendengar pernyataannya.Karena pernyataan Zack barusan, bagi Zazi seolah-oleh memandang jelek profesi pria yang ia cintai."Kenapa memang dengan dia yang berprofesi sebagai photografer? Kamu pikir pekerjaannya tidak benar, begitu?""Bukan bermaksud seperti itu, tapi...""Sudahlah Zack, aku tahu apa yang ingin kamu katakan." Zazi memotong perkataan dari Zack. "Kamu pasti ingin bicara yang tidak-tidak mengenai pekerjaan Rehan. Tapi, harus kamu ketahui, dia bekerja secara profesional. Dan sekarang hentikan mobilnya!"Namun, Zack tidak mendengar perintah dari Zazi dan terus mengendarai mobil."Zack, aku bilang berhenti!" seru Zazi.Dan kali ini Zack mengikuti perintahnya, dan menghetikan laju mobilnya saat sudah ia tepikan di pinggir jalan."Turun dari mobilku!"Zack menatap pada Zazi seteleh mendengar apa yang diperintahkannya."Buruan turun, ngapain malah liatin aku. Aku ingin pergi menemui Rehan,"Tanpa berpikir lagi, setelah
"Sialan!" Rehan mengumpat, dan satu tangannya ia pukulkan ke setir pengemudi.Ketika ia tidak bisa mengejar mobil yang Joan dan juga Ara naiki.Karena dengan begitu, Rehan gagal membuat rekayasa kecelakaan yang sudah ia susun rapi di otaknya."Ini belum saatnya, tapi lihat saja nanti. Aku akan mambuat kalian hancur sehancur hancurnya," kata Rehan.Pria baik yang menjelma menjadi iblis, hanya karena sakit hati.Joan menurunkan laju kecepatan mobil yang di kendarainya.Setelah tadi ia merasa curiga, ada sebuah mobil yang terus mengikutinya.Tapi mobil itu tidak lagi terlihat dari kaca spion mobilnya."Sayang, sebenarnya ada apa sih?" tanya Ara penasaran.Setelah suaminya tersebut memelankan laju mobilnya.Padahal belum lama sang suami mengendarai mobilnya dengan kecepatan diatas rata-rata. Apa lagi Joan terus menoleh pada Spion mobilnya di luar sana.Joan menoleh sekilas pada sang istri, tidak lupa mengukir senyum. "Tidak apa-apa sayang."Tentu saja Joan tidak ingin mengatakan pada sang
"Re... Rehan?" tanya Ara untuk memastikan apa yang baru saja ia dengar tidak salah.Jika Zazi sedang jatuh cinta pada pria yang bernama Rehan."Iya, Ra. Nih aku tunjukin foto orangnya, lebih ganteng tahu dari pada Zack."Zazi yang masih menyetir menunjukan foto pria yang ia cintai, di dalam galeri ponselnya."Dia seorang photografer profesional, Ra. Dan itu mengapa, sekarang aku juga tertarik dengan dunia foto." jelas Zazi.Ara masih menatap foto pria yang Zazi cintai, dan ternyata pria tersebut bukan Rehan yang Ara kenal."Ganteng bukan? Zack mah lewat.""Yakin kamu jatuh cinta padanya?""Yakin dong,""Apa dia juga mencintaimu?""Kalau itu aku kurang tahu, Ra. Aku belum mengungkapkan perasaanku padanya, tapi kalau di lihat-lihat dia juga memiliki perasaan padaku.""Bagaimana kamu tahu?""Aku dan dia beberapa kali pergi makan malam bersama, dan dia begitu perhatian padaku.""Hanya itu?""Iya,""Tapi, bagaimana jika dia tidak mencintaimu?""Aku yakin dia mencintaiku Ra,""Seandainya ti