Home / Romansa / Istri Dalam Sangkar Emas / Bab 4 Luka Yang Harus Disembunyikan

Share

Bab 4 Luka Yang Harus Disembunyikan

Author: Aurel Ntsya
last update Last Updated: 2024-11-11 19:32:09

Aku sengaja membuang muka saat Mas Fajar mengambil tempat untuk duduk di dekatku. Aluna sengaja memindahkan sofa kecil lalu duduk di hadapan kami. Untuk pertama kalinya, ruangan keluarga ini terisi dengan lengkap. Bolehkah aku berharap? Keluarga kami akan baik-baik saja, dan apa yang aku lihat siang tadi hanyalah mimpi belaka.

"Mama masih sedih?" tanya Aluna, Ia menatapku dengan sorot mata yang menggambarkan rasa bersalah.

"Tidak sayang, Mama hanya lelah. Hari ini cukup melelahkan," ujarku disertai senyuman.

"Baiklah, jadi seperti ini. Aku diberikan tugas oleh guruku. Yaitu merekam aktivitas aku dan keluarga dari pagi hari hingga malam."

Aku melirik Mas Fajar sekilas, lalu kembali membuang muka. Melihatnya saat ini sudah membuat hatiku berdenyut nyeri. Bagaimana caranya kalau aku harus kembali berakting lagi, menampilkan keluarga harmonis kami dalam rekaman Aluna. Apa aku bisa melakukannya kali ini? Sedangkan ada luka yang harus diobati, sudah cukup menyakitkan saat harus berpura-pura dihadapan Aluna putri kami.

"Tidak masalah, kapan Aluna akan membuat rekamannya?" Bukan aku yang menjawab, tapi Mas Fajar.

Aku cukup heran saat Mas Fajar menyetujui hal itu, padahal Mas Fajar selalu tidak ingin jika kehidupan pribadinya diakses terlalu dalam. Bahkan aku yang sudah menjadi istrinya selama 18 tahun, terkadang masih asing dan tidak benar-benar mengenalinya. Saking sulitnya untuk mengakses kehidupan pribadinya, aku bahkan baru mengetahui kalau Ia memiliki seorang putra dari perempuan lain.

"Sial." Aku hanya bergumam pelan, tidak sampai didengarkan oleh Mas Fajar dan Aluna. Kejadian tadi siang terus saja berputar-putar dalam isi kepalaku.

"Aku akan membuatnya besok, Ayah tidak keberatan kan?" Lagi-lagi Aluna bertanya memastikan, kenapa hanya pada Mas Fajar? Sedangkan aku bisa saja sangat keberatan.

"Iya, Mama juga pasti setuju saja. Iyakan sayang." Mas Fajar menarikku untuk lebih dekat dengannya. Andai saja semua yang Mas Fajar lakukan tidaklah palsu, Andai saja aku tidak mengetahui tentang anak laki-laki itu, tentu hatiku akan menghangat mendengar kepalsuan yang keluar dari mulut Mas Fajar.

"Terima kasih Ayah, Mama." Aluna berpindah memeluk kami erat. "Aluna sayang sama Ayah dan Mama, Aluna selalu merasa bersyukur memiliki keluarga yang utuh." Aluna menenggelamkan dirinya dalam pelukan kami.

Entah sampai kapan keutuhan keluarga kami akan bertahan, sedangkan Mas Fajar sudah membuat retakan yang tercetak jelas, tidak bisa lagi diperbaiki. Hanya menunggu waktu hingga semuanya hancur lebur.

"Sekarang Aluna istirahat yah, sudah larut malam. Ayo Mama antar ke kamar." Aku mengajak Aluna ke kamarnya, aku perlu ruang untuk berbicara dengan Mas Fajar.

Setelah memastikan Aluna tertidur, aku pelan-pelan keluar dari kamarnya. Kembali turun ke ruang keluarga, melihat Mas Fajar yang masih ada di sana. Sepertinya dia menungguku.

Aku sengaja duduk di sofa kecil yang tadi digeser oleh Aluna, aku tidak ingin berada terlalu dekat dengan Mas Fajar.

Cukup lama kami saling diam, hingga aku mulai jengah karena Mas Fajar yang hanya diam tanpa membuka perbincangan. Haruskah aku yang memulai lagi perbincangan kali ini? Tidak bisakah dia yang menjelaskan tanpa aku minta? Apakah tidak ada rasa bersalah dalam dirinya?

Aku mengangkat pandanganku untuk menatapnya. Ternyata Ia juga menatapku, membuat pandangan mata kami bertemu. "Mas Fajar tidak ingin menjelaskan tentang yang tadi siang?"

Bukannya menjawab, Mas Fajar malah membuang muka. Hanya menghela napas dan kembali diam, sama seperti yang dia lakukan siang tadi. Apakah dia ingin membiarkan masalah ini berlarut-larut tanpa ada kejelasan.

"Mas, katakan sesuatu!" Pintaku, lebih seperti sebuah permohonan. Sepertinya rasa cintaku pada Mas Fajar benar-benar ada di puncak tertinggi. Bahkan dalam hal seperti ini saja, yang sudah jelas siapa yang salah dan masih saja, aku yang harus memohon untuk sebuah kejelasan. Apa aku terlalu naif karena mengharapkan rumah tangga ini tetap utuh untuk selamanya?

"Namanya Gabriel, umurnya baru empat tahun,"

Apa Mas Fajar baru saja membuat pengakuan? Jadi anak laki-laki itu adalah anak suamiku, Mas Fajar?

Aku memejamkan mata, semuanya terlalu tiba-tiba. Aku tidak memiliki kesiapan untuk hal seperti ini, dan ini berhasil memporak-porandakan isi hatiku. Aku mengusap wajahku, ada beberapa bulir air mata yang jatuh.

"Apa dia anak kamu Mas?" Tanyaku sekali lagi, aku hanya ingin mendengarnya langsung dari mulut Mas Fajar.

"Mas! Jawab aku, apa dia anak kamu?" Aku lagi-lagi memohon untuk sebuah jawaban yang akan melukaiku.

"Mas Fajar!" Sudah cukup aku memohon, namun Mas Fajar hanya terus diam. Hingga bantal sofa yang aku pegang melayang ke arahnya, tepat mengenai wajahnya.

"Mentari!" Mas Fajar berdiri, tidak terima saat bantal sofa itu mengenai wajahnya.

"Aluna sedang tidur, kau bisa membuatnya terbangun dengan jeritanmu." Mas Fajar memungut bantal sofa yang ada ada di dekat kakinya, meletakkannya kembali ke sofa.

Kami kembali saling diam, aku yang duduk di sofa sembari memijat kepalaku yang terasa pening, sedangkan Mas Fajar berdiri di depanku, entah apa yang dia lakukan.

"Semuanya akan baik-baik saja, kau tenang saja. Aku akan tetap menjadi milikmu, seperti yang kau inginkan." Aku membuka mata, melihat Mas Fajar yang sudah melangkah menjauh. Dia masuk ke ruang kerjanya, dia memang lebih banyak menghabiskan waktu di sana.

"Apanya yang akan baik-baik saja Mas? Aku tidak baik-baik saja, aku mungkin mencintaimu dengan sangat, tetapi aku juga memiliki perasaan." Aku menutup mata dengan kedua tanganku, entah sudah berapa banyak air mata yang aku keluarkan hari ini.

Aku berjalan ke belakang, memilih untuk keluar rumah dan melangkah mendekat ke kolam renang. Duduk di tepi kolam renang dengan kaki yang kubiarkan terendam ke dalam air yang dingin. Aku melihat ke atas, sepertinya malam ini akan turun hujan.

Dan benar, tidak lama kemudian hujan turun. Aku membiarkan tubuhku merasakan tiap butir air hujan yang berjatuhan, terasa menusuk-nusuk di permukaan kulitku. Semakin deras suara hujan yang mengguyur, semakin keras pula aku mengeluarkan suara Isak tangis ku.

Kenapa takdir membawaku dalam hal ini? Tidak adakah cobaan lain yang harus ku jalani? Aku adalah orang yang tidak beruntung dalam keluarga, dan mengapa aku juga tidak beruntung dalam memilih pasangan?

Saat Aluna hadir ke dunia ini, hanya satu yang ingin aku berikan padanya. Keluarga yang utuh, aku tidak ingin dia merasakan apa yang aku rasakan. Sehingga aku akan terus berjuang untuk mendapatkan hati Mas Fajar meski pun begitu sulit.

Lalu apa yang harus aku lakukan sekarang? Sanggupkah aku mempertahankan keluarga ini untuk tetap utuh? Menjadikannya rumah yang nyaman untuk Aluna, Mas Fajar dan, aku?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 35 Bonus

    "Ma! Mama serius?" Aluna menutup mulutnya, tidak percaya dengan apa yang ada di dalam kertas itu.Sedangkan aku dan Mas Fajar hanya menunduk pasrah. Kami tidak menyangka juga, hal ini akan terjadi. Tapi mau bagaimana lagi, dia sudah ada diantara kami."Ma." Aluna mendesah pasrah, bingung harus mengatakan apa. "Ansel bahkan belum genap satu tahun, dan Mama hamil lagi?" Aluna memandangi foto USG yang ada di tangannya."Kakak," Aluna memegang kepalanya, pusing. Ia kemudian meletakkan foto USG itu di atas meja, Ia berjalan menuju kamarnya. Tanpa mengatakan sepatah kata lagi.Aku menoleh, melihat Aluna yang sudah menghilang dari balik pintu kamarnya yang tertutup. Aku beralih pada Mas Fajar, melayangkan beberapa pukulan padanya."Ini semua salah Mas Fajar, aku kan sudah sering bilang. Pakai pengaman," desisku. Kembali melayangkan beberapa pukulan yang diterima dengan pasrah oleh Mas Fajar."Rasanya tidak enak sayang, lagi pula. Sudah

  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 34 Akhir

    "Kamu itu sedang hamil, sudah hampir melahirkan. Banyak-banyak bergerak, jangan hanya diam di rumah saja," celetuk Bunda, saat melihatku yang sedari tadi berbaring di sebuah kursi tidur.Ibu mertuaku itu masih sama, dia dengan segala kecerewetannya. Dan aku sudah terbiasa dengan itu, aku tidak ingin lagi mengambil hati. Aku mencoba untuk melihatnya dalam sudut pandang yang berbeda, bagaimana omelannya itu yang memang baik untuk aku atau tidak."Kamu sadar tidak sih, tetangga-tetangga kamu itu terus-terusan menjadikan kamu bahan gunjingan. Kamu yang katanya jadi istri dalam sangkar emas lah, dan sebagainya. Ujung-ujungnya mereka menjelek-jelekkan anak Bunda, berpikir kalau anak Bunda mengurung dan mengekang kebebasan kamu," dengus Bunda, sepertinya Ia sempat mendengar gosip dari para tetangga. "Sesekali kamu itu harus jalan-jalan keluar, menyapa para tetangga kamu yang mulut ember itu." Lagi-lagi Bunda menggerutu, rupanya masih terbawa emosi dengan apa yan

  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 33 Menuju Akhir

    Aku meletakkan bunga yang aku bawa, menatap nama yang tertulis di sana. Dian Dwi Putri, Adikku. Aku belum benar-benar menyapanya sebagai kakak, aku bahkan tidak tahu kalau dia adalah adik aku.Kami bertemu diwaktu yang tidak tepat, kami sama-sama sakit. Kami yang terluka, dan kami yang tidak saling mengenal. Seharusnya tidak begini, andai saja sejak awal semuanya berjalan dengan baik.Akukemudian berpindah, pada makam yang berada di sebelahnya. Makam ibunya, istri kedua bapak. Aku meletakkan bunga yang sama."Maaf, karena pernah berpikiran jahat-" Aku mengucapkan banyak hal, dari permintaan maaf hingga ucapan terima kasih. Aku mungkin pernah membencinya dengan sangat, karena Ia yang merebut bapak dari aku dan ibu. Tapi, aku sudah memaafkannya. Bapak dan dia, mereka sama-sama bersalah. Tapi dia tidak benar-benar jahat. Aku masih mengingatnya, saat kami tinggal bersama. Dia sangat suka membuat makanan, memberikannya padaku dan mencoba men

  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 32 Kicauan Burung

    Aku merasa kelopak mataku terasa berat, membuat aku nyaman dalam keadaan terpejam. Meski pikiranku terasa tidak bisa berhenti. Terus berputar pada titik yang membuatku sesak."Mas, apa maksudnya?" tanyaku, menatap Mas Fajar bingung.Dan melihat wajah Mas Fajar yang jauh lebih bingung dengan pertanyaanku, membuat aku menyadari. Aku benar-benar dalam keadaan buruk. Aku bahkan mendengar berbagai macam suara, jeritan, hingga bisikan. Apa aku sudah akan gila."Sayang," panggil Mas Fajar, saat aku hanya fokus pada jam yang menempel di dinding.Aku sedikit terkejut, mendengar suara lembut Mas Fajar yang setengah berbisik. Seolah menarikku untuk tersadar, saat mulai mendengar kembali suara dentingan jarum jam yang beradu."Ada apa Mas?" tanyaku, menatapnya."Bukankah di sini terlalu membosankan? Bagaimana kalau kita keluar? Pemandangan di luar sana sangat indah, juga tidak begitu ramai. Tidak seperti di rumah sakit yang biasa kita kunjun

  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 31 POV Mas Fajar (2)

    Saat aku mengetahuinya. Dian, perempuan itu. Adalah adik dari Istriku, Mentari. Dan seolah semuanya berputar pada poros yang salah, membuat aku berada di ambang batas kemampuanku. Semuanya terjadi tanpa bisa aku kendalikan.Kekuasaan yang dimiliki keluarganya, ancaman dan kelemahan yang kumiliki, menjadi sasaran empuknya. Mereka bahkan tahu, Istri dan Anakku adalah kelemahan terbesar yang kumiliki."Aku hanya memintamu untuk menikahi cucuku, dan kau tetap bisa mendapatkan segalanya. Jabatanmu di perusahaan, istri dan anakmu." Suara lembut itu, jauh lebih mencekam dari yang aku perkirakan."Mentari, anak itu. Bukankah dia sudah cukup beruntung? Dia mendapatkan kembali Ayahnya, keluarganya. Dan sekarang, Ia juga memiliki suami yang sangat wow," kelakarnya, lebih terdengar seperti cemoohan."Cucuku yang malang, Ia bahkan harus kehilangan ibunya. Tidak mendapatkan kasih sayang dari ayahnya, membuatnya menjadi pembangkang. Dia bahkan mendapatkan suami

  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 30 POV Mas Fajar

    Aku menyentuh permukaan kulit Mentari, Istriku. Terasa dingin dan lemas, juga sedikit bengkak pada bagian tertancapnya jarum infus yang mengantarkan cairan.Aku bahkan masih bisa merasakan keterkejutanku, saat melihat Tari yang mengambang di kolam renang. Bagaimana bisa Ia sampai di sana, seharusnya aku tidak meninggalkannya. Mengapa aku begitu lalai, padahal aku yang paling tahu kondisinya sekarang.Tari memiliki trauma, dengan semua masalah yang dulu dilaluinya. Penghianatan yang dilakukan Ayahnya, penderitaan yang dirasakan ibunya. Membuat Ia nyaris melakukan hal jahat. Membuat istri kedua Ayahnya celaka, adalah niat yang membara dalam dirinya. Namun Ia belum benar-benar melakukannya, saat Ia melihat Istri ayahnya itu terpeleset dan jatuh ke kolam. Membuat warnah air yang semula bening, berubah warna menjadi merah. Ibu tirinya yang malang, Ia bahkan belum merealisasikan niatnya.Namun karena niat itu semula ada dalam pikirannya. Kembali menyer

  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 29 Luka

    "Mas...." Pikiranku mulai melayang-layang, tentang Mbak Dian dan aku. "Tidak mungkin Mas," tolakku. Saat melihat tatapan mata Mas Fajar yang meyakinkan aku, seolah Ia tahu apa yang ada di dalam isi kepalaku."Dia sudah meninggal!" racauku.Aku berusaha menolak apa yang ada dalam pikiranku. Itu tidak mungkin, tapi mengapa aku malah merasa kalau sisi lain dari dalam diriku membenarkan hal itu.Aku menggigit jari telunjukku, merasakan bibirku yang bergetar diiringi napas berat yang memburu, aku mulai ketakutan. Dan aku kembali melakukan kebiasaan buruk yang sudah nyaris terkubur dalam-dalam, kebiasaan buruk yang sudah aku lupakan sejak lama."Tari, lihat Mas," lirih Mas Fajar menyadarkanku, tapi aku menepisnya. Aku seolah ditarik untuk masuk kembali ke lubang gelap yang nyaris terlupakan.Aku mencoba untuk berdiri dan menjauh dari Mas Fajar, tapi aku merasa lemah. Tubuhku terasa tidak bertenaga, seluruh pengelihatanku menggelap. A

  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 28 Resah

    Seperti yang dikatakan Mas Fajar, yang mengakui bahwa dirinya akan kehilangan pekerjaan. Dan benar saja, ternyata selama ini Mas Fajar tidak hanya lari dan bersembunyi dari aku. Tapi, juga dari kondisi perusahaan yang harus berada di ujung tanduk karena kasus ini.Tidak ada pilihan lain, Mas Fajar harus diasingkan selama beberapa waktu. Menunggu kondisi kembali membaik, dan kalaupun Mas Fajar kembali ke kantor, mungkin Mas Fajar tidak bisa lagi mendapati jabatannya yang lalu.Tapi untuk sementara waktu, kita sepakat untuk tidak memikirkan hal itu. Karena ada hal lain yang perlu kami pikirkan lebih jauh, tentang keluarga kami dan segala kepingan-kepingan kebenaran yang harus aku kumpulkan satu-persatu."Apa Aluna akan baik-baik saja Mas? Ini kali pertama aku jauh dari Aluna dalam waktu lama," cemasku, memikirkan Aluna yang pergi ke negeri kincir angin. Bersama dengan Bunda dan Baim, menghadiri acara keluarga Mas Fajar. Aluna adalah satu-satunya perwakilan y

  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 27 Melupakan Sejenak

    Aku menatap Mas Fajar dan Aluna yang sedang belajar bersama, meski terlihat ada sekat yang masih menjadi penengah. Namun Mas Fajar tampak berusaha mendekati Aluna.Aku telat bangun karena kelelahan, sehingga aku tidak tahu apa yang terjadi sebelumnya. Bagaimana mereka berdua kemudian bisa duduk bersama.Perlahan senyumku terbit, saat melihat Mas Fajar yang mencoba bersikap hangat pada Aluna yang masih berusaha memberi jarak.Aku beralih menatap Mas Fajar, membuat aku teringat dengan obrolan kami semalam. Saat Mas Fajar menceritakan beberapa hal, meski belum selesai dan belum jelas. Tapi kami hentikan dengan Mas Fajar yang berjanji akan melanjutkannya lagi."Mama sudah bangun?" tanya Aluna, Ia menyadari keberadaan aku yang berdiri menatap mereka."Ah iya." Aku berjalan mendekati mereka, mengusap rambutku yang masih terasa lembab sehabis keramas.Aku duduk di dekat Aluna, sehingga Aluna berada ditengah. Diantara aku dan Mas Fajar.

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status