Home / Romansa / Istri Dalam Sangkar Emas / Bab 5 Bermain Drama

Share

Bab 5 Bermain Drama

Author: Aurel Ntsya
last update Last Updated: 2024-11-11 19:38:05

"Pagi sayang." Aku diam mematung, masih berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi.

Aku menyentuh pipiku, masih tersisa rasa hangat yang menjalar dari bekas ciuman Mas Fajar. Apa-apaan ini, kenapa dia berubah jadi seperti ini. Apa kepalanya terbentur sesuatu yang membuatnya kehilangan sebagian ingatannya? Mas Fajar bahkan tersenyum melihatku, tangannya melingkar di pinggangku.

"Selamat pagi Mama, baru kali ini Mama telat bangun." Aluna memelukku, lalu mengecup pipiku, sama seperti yang dilakukan Mas Fajar. Ada apa dengan mereka?

"Mama, Ayah sudah menyiapkan sarapan, ayo kita sarapan." Aluna menarik tanganku menuju ruang makan.

Aku masih diam, masih belum memahami apa yang terjadi. Dan apa yang dikatakan Aluna barusan? Mas Fajar menyiapkan sarapan? Aku tidak yakin, dapur adalah tempat yang sangat jarang dikunjungi Mas Fajar di rumah ini, jika ingin makan pun Ia hanya perlu menunggu di ruang makan.

"Aluna, kamu tidak ke sekolah nak?" tanyaku, Aluna sepertinya sudah selesai mandi pagi, dan Ia hanya memakai pakaian santai.

"Sepertinya Mama kamu masih setengah tidur." Mas Fajar tersenyum, mengusap kepalaku.

"Mama, ini akhir pekan," ucap Aluna setengah berbisik. Namun itu berhasil menyadarkanku, aku lupa kalau ini sudah akhir pekan.

Mas Fajar menarik kursi, lalu mempersilakan aku untuk duduk. Ia juga mengambil tempat duduk di sebelahku. Sedangkan Aluna duduk berhadapan dengan kami, menikmati sepiring nasi goreng yang tampak menggugah selera.

"Mama, nasi goreng buatan Ayah enak loh," ujar Aluna yang masih mengunyah.

"Ditelan dulu makanannya baru bicara," tegurku, Aluna kemudian tersenyum dan meminta maaf lalu lanjut menikmati makanannya.

"Ayo coba sayang." Mas Fajar memberikan aku sepiring nasi goreng, yang kata Aluna hasil buatan Mas Fajar.

Aku menghela napas, memejamkan mataku sejenak untuk menetralkan pikiranku. Kemudian menatap Mas Fajar yang sedari tadi tidak memalingkan wajahnya dari menatapku, sedangkan Aluna sibuk dengan makanannya.

"Ada apa dengan kalian? Kenapa bertingkah aneh pagi-pagi begini."

Aku belum menyelesaikan ucapanku saat Aluna menyentuh tanganku, Ia mengatakan sesuatu hanya dengan gerakan mulut tanpa suara. Dan aku hanya mengernyit tidak paham.

"Aku merekam aktivitas kita Ma," ucap Aluna pelan, namun masih bisa aku dengar.

Aku hanya mengangguk mengerti, sudah dua hari Aluna merekam aktivitas kami tiap pagi hingga malam. Membuat aku dan Mas Fajar harus bermain drama, menunjukkan keharmonisan rumah tangga kami.

Dan karena itu pula, Mas Fajar jadi banyak berubah. Kita jadi lebih sering mengobrol di ruang keluarga saat Mas Fajar pulang kerja, sarapan bersama saat pagi hari, dan beberapa candaan yang menjadi pelengkap. Tentu saja semua itu palsu, hanya sekilas drama yang kami ciptakan.

Dan pagi ini, aku sedikit terkejut dengan apa yang dilakukan Mas Fajar. Dia jadi bertindak romantis seperti bukan dirinya, apa karena sedang akhir pekan? Kita harus menghabiskan waktu bersama di rumah ini dengan diawasi kamera milik Aluna yang merekam tiap pergerakan kami.

"Habiskan nak, tidak baik membuang-buang makanan," tegurku pada Aluna saat Ia lagi-lagi menyisakan setengah makanannya.

"Tapi aku sudah kenyang Ma." Aluna menolak. Jika sudah seperti ini maka aku yang akan menghabiskan sisa makanan Aluna.

Aluna memang selalu membagi makanannya menjadi dua bagian dalam piring tempatnya makan. Jadi ketika Ia tidak bisa menghabiskannya, maka makanan yang sebagian itu masih dalam bentuk yang utuh dan bisa dikonsumsi.

"Biar Ayah yang memakannya, Ayah juga baru mau makan," ujar Mas Fajar, menghentikan gerakan tanganku yang sudah mau menarik piring Aluna.

"Benarkah? Terima kasih Ayah, lain kali aku tidak akan menyisakannya lagi," ujar Aluna.

Kami lanjut makan dalam diam, hanya ada suara sendok yang sesekali beradu dengan piring sehingga menimbulkan suara. Sedangkan Aluna sudah menghilang entah kemana.

Setelah selesai makan, aku membereskan peralatan makan yang sudah kami gunakan. Baru setelah itu aku berjalan ke depan, kulihat Mas Fajar sedang asik menonton bersama dengan Aluna di ruang keluarga.

"Mas, bisa ikut denganku sebentar? Ada yang ingin aku katakan." Mas Fajar menatapku heran, sedangkan aku berjalan lebih dulu masuk ke dalam kamar kami.

"Mama sama Ayah mau kemana? Kenapa kembali masuk ke kamar?" Kudengar suara Aluna yang meneriaki kami.

Antara aku dan Mas Fajar tidak ada yang menjawab, kita hanya masuk ke dalam kamar dan aku menutup pintu dan menguncinya. Aku kemudian duduk di sofa yang ada di dalam kamar kami. Begitupun dengan Mas Fajar yang mengikuti aku.

"Mas," ujarku menatap Mas Fajar yang juga menatapku. Netra coklat itu, yang selalu bisa membuat aku jatuh sedalam-dalamnya. Dan karena itu pula, aku jadi merasakan luka yang begitu dalam.

"Apa kita bisa mempertahankan keluarga ini? Rumah tangga kita," ucapku pelan, mengalihkan pengelihatanku dari melihat Mas Fajar.

Jika bukan aku yang memulai duluan, maka masalah ini hanya akan terus menggantung tanpa ada kejelasan. Mas Fajar hanya akan diam dan cenderung menghindar saat aku mencoba untuk membahasnya.

"Sepertinya aku sudah tidak bisa Mas, aku tidak sanggup lagi." Suaraku semakin pelan, tidak ada lagi air mata seperti sebelum-sebelumnya.

"Tari!"

"Ayo bercerai Mas," pintaku pada Mas Fajar.

Tidak ada lagi yang perlu kami pertahankan, semuanya sudah hancur. Tentang Aluna, aku sudah memikirkannya. Dia sudah cukup umur, aku rasa dia bisa mengerti jika aku menjelaskannya secara perlahan.

"Mentari! Jangan bicara sembarangan!" Mas Fajar berdiri, menatapku tajam. Kenapa dia yang marah, bukankah seharusnya aku yang marah di sini?

"Kenapa Mas? Bukankah kau juga tidak mencintaiku, jadi untuk apalagi kita mempertahankan semua ini?" Aku ikut berdiri, aku tidak bisa lagi jika harus tetap diam dan menjadi peliharaan Mas Fajar yang mengikuti semua yang dia perintahkan.

"Tari!" Mas Fajar kembali duduk, nada suaranya berubah jadi pelan.

"Semuanya akan baik-baik saja, keluarga kita akan tetap utuh. Tidak akan ada yang berubah." Lagi, hanya itu yang bisa dikatakan Mas Fajar. Apakah tidak ada alasan lain yang bisa Ia utarakan? Setidaknya sebuah usaha untuk menjelaskan tentang semuanya, hingga aku bisa benar-benar yakin kalau semuanya akan baik-baik saja.

"Tidak akan baik-baik saja Mas, aku tidak baik-baik saja!"

"Bagaimana bisa aku baik-baik saja saat aku mengetahui suamiku memiliki anak dari perempuan lain? Usianya bahkan sudah empat tahun." Aku tersulut emosi, Mas Fajar selalu meremehkan tentang perasaan aku. Apa karena selama ini Ia hanya melihat aku yang mengemis cinta padanya?

"Tari, pikirkan tentang Aluna."

"Aku sudah memikirkannya, aku rasa Aluna bisa mengerti saat Ia tahu. Ayah yang selalu dibanggakannya memiliki anak dari perempuan lain, itu sudah lebih dari cukup untuk membuatnya paham mengapa aku mengambil langkah sejauh ini."

"Tari." Aku memejamkan mata, mendengar Mas Fajar yang berbicara lembut menyebut namaku, seperti sebuah permohonan untuk dimengerti.

"Bukannya kamu mencintaiku?" Mas Fajar memegang kedua bahuku, memaksa aku untuk melihatnya. "Kamu mencintaiku kan?"

"Mas Fajar pernah tidak mencintai aku?"

Mas Fajar melepaskan kedua tangannya dari bahuku, Ia memutar tubuhnya agar tidak menghadap padaku. Aku masih bisa melihatnya saat dia mengusap wajahnya, mungkin bingung harus merangkai kata seperti apa untuk menghindari pertanyaanku barusan.

"Jawab Mas, Pernah tidak Mas Fajar merasa mencintaiku?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 35 Bonus

    "Ma! Mama serius?" Aluna menutup mulutnya, tidak percaya dengan apa yang ada di dalam kertas itu.Sedangkan aku dan Mas Fajar hanya menunduk pasrah. Kami tidak menyangka juga, hal ini akan terjadi. Tapi mau bagaimana lagi, dia sudah ada diantara kami."Ma." Aluna mendesah pasrah, bingung harus mengatakan apa. "Ansel bahkan belum genap satu tahun, dan Mama hamil lagi?" Aluna memandangi foto USG yang ada di tangannya."Kakak," Aluna memegang kepalanya, pusing. Ia kemudian meletakkan foto USG itu di atas meja, Ia berjalan menuju kamarnya. Tanpa mengatakan sepatah kata lagi.Aku menoleh, melihat Aluna yang sudah menghilang dari balik pintu kamarnya yang tertutup. Aku beralih pada Mas Fajar, melayangkan beberapa pukulan padanya."Ini semua salah Mas Fajar, aku kan sudah sering bilang. Pakai pengaman," desisku. Kembali melayangkan beberapa pukulan yang diterima dengan pasrah oleh Mas Fajar."Rasanya tidak enak sayang, lagi pula. Sudah

  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 34 Akhir

    "Kamu itu sedang hamil, sudah hampir melahirkan. Banyak-banyak bergerak, jangan hanya diam di rumah saja," celetuk Bunda, saat melihatku yang sedari tadi berbaring di sebuah kursi tidur.Ibu mertuaku itu masih sama, dia dengan segala kecerewetannya. Dan aku sudah terbiasa dengan itu, aku tidak ingin lagi mengambil hati. Aku mencoba untuk melihatnya dalam sudut pandang yang berbeda, bagaimana omelannya itu yang memang baik untuk aku atau tidak."Kamu sadar tidak sih, tetangga-tetangga kamu itu terus-terusan menjadikan kamu bahan gunjingan. Kamu yang katanya jadi istri dalam sangkar emas lah, dan sebagainya. Ujung-ujungnya mereka menjelek-jelekkan anak Bunda, berpikir kalau anak Bunda mengurung dan mengekang kebebasan kamu," dengus Bunda, sepertinya Ia sempat mendengar gosip dari para tetangga. "Sesekali kamu itu harus jalan-jalan keluar, menyapa para tetangga kamu yang mulut ember itu." Lagi-lagi Bunda menggerutu, rupanya masih terbawa emosi dengan apa yan

  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 33 Menuju Akhir

    Aku meletakkan bunga yang aku bawa, menatap nama yang tertulis di sana. Dian Dwi Putri, Adikku. Aku belum benar-benar menyapanya sebagai kakak, aku bahkan tidak tahu kalau dia adalah adik aku.Kami bertemu diwaktu yang tidak tepat, kami sama-sama sakit. Kami yang terluka, dan kami yang tidak saling mengenal. Seharusnya tidak begini, andai saja sejak awal semuanya berjalan dengan baik.Akukemudian berpindah, pada makam yang berada di sebelahnya. Makam ibunya, istri kedua bapak. Aku meletakkan bunga yang sama."Maaf, karena pernah berpikiran jahat-" Aku mengucapkan banyak hal, dari permintaan maaf hingga ucapan terima kasih. Aku mungkin pernah membencinya dengan sangat, karena Ia yang merebut bapak dari aku dan ibu. Tapi, aku sudah memaafkannya. Bapak dan dia, mereka sama-sama bersalah. Tapi dia tidak benar-benar jahat. Aku masih mengingatnya, saat kami tinggal bersama. Dia sangat suka membuat makanan, memberikannya padaku dan mencoba men

  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 32 Kicauan Burung

    Aku merasa kelopak mataku terasa berat, membuat aku nyaman dalam keadaan terpejam. Meski pikiranku terasa tidak bisa berhenti. Terus berputar pada titik yang membuatku sesak."Mas, apa maksudnya?" tanyaku, menatap Mas Fajar bingung.Dan melihat wajah Mas Fajar yang jauh lebih bingung dengan pertanyaanku, membuat aku menyadari. Aku benar-benar dalam keadaan buruk. Aku bahkan mendengar berbagai macam suara, jeritan, hingga bisikan. Apa aku sudah akan gila."Sayang," panggil Mas Fajar, saat aku hanya fokus pada jam yang menempel di dinding.Aku sedikit terkejut, mendengar suara lembut Mas Fajar yang setengah berbisik. Seolah menarikku untuk tersadar, saat mulai mendengar kembali suara dentingan jarum jam yang beradu."Ada apa Mas?" tanyaku, menatapnya."Bukankah di sini terlalu membosankan? Bagaimana kalau kita keluar? Pemandangan di luar sana sangat indah, juga tidak begitu ramai. Tidak seperti di rumah sakit yang biasa kita kunjun

  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 31 POV Mas Fajar (2)

    Saat aku mengetahuinya. Dian, perempuan itu. Adalah adik dari Istriku, Mentari. Dan seolah semuanya berputar pada poros yang salah, membuat aku berada di ambang batas kemampuanku. Semuanya terjadi tanpa bisa aku kendalikan.Kekuasaan yang dimiliki keluarganya, ancaman dan kelemahan yang kumiliki, menjadi sasaran empuknya. Mereka bahkan tahu, Istri dan Anakku adalah kelemahan terbesar yang kumiliki."Aku hanya memintamu untuk menikahi cucuku, dan kau tetap bisa mendapatkan segalanya. Jabatanmu di perusahaan, istri dan anakmu." Suara lembut itu, jauh lebih mencekam dari yang aku perkirakan."Mentari, anak itu. Bukankah dia sudah cukup beruntung? Dia mendapatkan kembali Ayahnya, keluarganya. Dan sekarang, Ia juga memiliki suami yang sangat wow," kelakarnya, lebih terdengar seperti cemoohan."Cucuku yang malang, Ia bahkan harus kehilangan ibunya. Tidak mendapatkan kasih sayang dari ayahnya, membuatnya menjadi pembangkang. Dia bahkan mendapatkan suami

  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 30 POV Mas Fajar

    Aku menyentuh permukaan kulit Mentari, Istriku. Terasa dingin dan lemas, juga sedikit bengkak pada bagian tertancapnya jarum infus yang mengantarkan cairan.Aku bahkan masih bisa merasakan keterkejutanku, saat melihat Tari yang mengambang di kolam renang. Bagaimana bisa Ia sampai di sana, seharusnya aku tidak meninggalkannya. Mengapa aku begitu lalai, padahal aku yang paling tahu kondisinya sekarang.Tari memiliki trauma, dengan semua masalah yang dulu dilaluinya. Penghianatan yang dilakukan Ayahnya, penderitaan yang dirasakan ibunya. Membuat Ia nyaris melakukan hal jahat. Membuat istri kedua Ayahnya celaka, adalah niat yang membara dalam dirinya. Namun Ia belum benar-benar melakukannya, saat Ia melihat Istri ayahnya itu terpeleset dan jatuh ke kolam. Membuat warnah air yang semula bening, berubah warna menjadi merah. Ibu tirinya yang malang, Ia bahkan belum merealisasikan niatnya.Namun karena niat itu semula ada dalam pikirannya. Kembali menyer

  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 29 Luka

    "Mas...." Pikiranku mulai melayang-layang, tentang Mbak Dian dan aku. "Tidak mungkin Mas," tolakku. Saat melihat tatapan mata Mas Fajar yang meyakinkan aku, seolah Ia tahu apa yang ada di dalam isi kepalaku."Dia sudah meninggal!" racauku.Aku berusaha menolak apa yang ada dalam pikiranku. Itu tidak mungkin, tapi mengapa aku malah merasa kalau sisi lain dari dalam diriku membenarkan hal itu.Aku menggigit jari telunjukku, merasakan bibirku yang bergetar diiringi napas berat yang memburu, aku mulai ketakutan. Dan aku kembali melakukan kebiasaan buruk yang sudah nyaris terkubur dalam-dalam, kebiasaan buruk yang sudah aku lupakan sejak lama."Tari, lihat Mas," lirih Mas Fajar menyadarkanku, tapi aku menepisnya. Aku seolah ditarik untuk masuk kembali ke lubang gelap yang nyaris terlupakan.Aku mencoba untuk berdiri dan menjauh dari Mas Fajar, tapi aku merasa lemah. Tubuhku terasa tidak bertenaga, seluruh pengelihatanku menggelap. A

  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 28 Resah

    Seperti yang dikatakan Mas Fajar, yang mengakui bahwa dirinya akan kehilangan pekerjaan. Dan benar saja, ternyata selama ini Mas Fajar tidak hanya lari dan bersembunyi dari aku. Tapi, juga dari kondisi perusahaan yang harus berada di ujung tanduk karena kasus ini.Tidak ada pilihan lain, Mas Fajar harus diasingkan selama beberapa waktu. Menunggu kondisi kembali membaik, dan kalaupun Mas Fajar kembali ke kantor, mungkin Mas Fajar tidak bisa lagi mendapati jabatannya yang lalu.Tapi untuk sementara waktu, kita sepakat untuk tidak memikirkan hal itu. Karena ada hal lain yang perlu kami pikirkan lebih jauh, tentang keluarga kami dan segala kepingan-kepingan kebenaran yang harus aku kumpulkan satu-persatu."Apa Aluna akan baik-baik saja Mas? Ini kali pertama aku jauh dari Aluna dalam waktu lama," cemasku, memikirkan Aluna yang pergi ke negeri kincir angin. Bersama dengan Bunda dan Baim, menghadiri acara keluarga Mas Fajar. Aluna adalah satu-satunya perwakilan y

  • Istri Dalam Sangkar Emas    Bab 27 Melupakan Sejenak

    Aku menatap Mas Fajar dan Aluna yang sedang belajar bersama, meski terlihat ada sekat yang masih menjadi penengah. Namun Mas Fajar tampak berusaha mendekati Aluna.Aku telat bangun karena kelelahan, sehingga aku tidak tahu apa yang terjadi sebelumnya. Bagaimana mereka berdua kemudian bisa duduk bersama.Perlahan senyumku terbit, saat melihat Mas Fajar yang mencoba bersikap hangat pada Aluna yang masih berusaha memberi jarak.Aku beralih menatap Mas Fajar, membuat aku teringat dengan obrolan kami semalam. Saat Mas Fajar menceritakan beberapa hal, meski belum selesai dan belum jelas. Tapi kami hentikan dengan Mas Fajar yang berjanji akan melanjutkannya lagi."Mama sudah bangun?" tanya Aluna, Ia menyadari keberadaan aku yang berdiri menatap mereka."Ah iya." Aku berjalan mendekati mereka, mengusap rambutku yang masih terasa lembab sehabis keramas.Aku duduk di dekat Aluna, sehingga Aluna berada ditengah. Diantara aku dan Mas Fajar.

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status