Tanpa terasa kami telah tiba di depan rumah Alif. Rumahnya nampak sepi. Aku mencoba untuk masuk. Namun pagarnya terkunci. "Cari siapa, Mas, Mbak?" "Eh ... Pak Rt. Rumah Bu Minah kenapa sepi, Pak? "MasyaAllah ..., ini Mbak Shinta?" teriak Pak Rt yang nyaris terlonjak ketika melihatku. Sementara para tetangga yang mendengar mulai mendekat karena penasaran ingin melihat penampilanku yang sangat berbeda dengan dulu. Aku tersenyum dan mengangguk ramah pada mereka yang saling berbisik. "Masa itu si Shinta?" "Shinta yang dulu dekil?" "Kok beda banget ya sekarang." Mereka terus berbisik sambil memandangku. "iyaa, Apa kabar, Pak? Kenalkan ini suami Saya!" sahutku seraya memberi kode pada Raka. Aku terkikik dalam hati melihat para Ibu-ibu tetanggaku, ternganga memandang Raka. "Saya Raka." Suamiku menyalami Pak Rt dengan ramah. "Maaf Mbak Shinta, kalau nggak salah rumah ini sudah di ambil alih oleh para penagih hutang." Astaga kenapa aku bisa lupa? Bukankah Ibu pernah bilang pad
Tak lama kemudian mobil itu berlalu setelah Mela turun dan melambaikan tangannya pada laki-laki itu. Aku dan Raka perlahan turun setelah melihat Mela masuk ke dalam rumahnya. "Bu .... haus, nih. Ambilin minum dingin, dong!" teriak Mela seraya menjatuhkan bobotnya di kursi tamu. Ibu datang tergopoh-gopoh membawa sebotol air dan gelas. "Lamaaa banget! Nggak tau kalau aku udah kehausan!" bentak Mela seraya melotot pada Ibu. Astaga Mela!! Aku geleng-geleng kepala melihat perlakuan Mela pada Ibu, dari balik pintu ini. Akhirnya aku dan Raka perlahan mengetuk pintu. "Assalamualaikum!" "Waalaikumsalam." "Ya Allah, Shinta ...! Kamu datang ke sini, Nak? Ini kamu beneran yang datang, Shinta?" Ibu tak kuasa menahan haru. "iya, Bu. Ini Shinta. Ibu apa kabar?" Aku sontak meraih tubuh ibu dan memeluknya. Wanita yang terlihat makin tua itu tergugu dipelukanku. Sementara Mela yang sedang duduk santai, sontak berdiri terpaku memandang kami. "Ibu ..., Shinta kesini cuma mau bilang. Ruma
Sejak kemarin aku dan Raka menginap di hotel ini. Karena malam ini akan diadakan acara peresmian perusahaan Eternal Group yang telah sah menjadi milikku sekarang. Raka ingin aku tampil di depan semua tamu. Walaupun secara operasional Suamikulah yang mengelola secara keseluruhan. Tapi Raka ingin para relasi dan semua karyawan mengenal aku sebagai pemilik tunggal Eternal Group. Acara peresmian yang berlangsung secara formal berjalan dengan lancar. Setelah acara serah terima, dilanjutkan acara ramah tamah antara para undangan. "Terima kasih sudah datang, Pak Handoko!" "Sukses buat anda berdua Raka dan Shinta. Saya tidak pernah menyangka perusahaan itu diwariskan padamu, Shinta."Pak Handoko dan Istrinya menyalami kami. "Terima kasih Pak, Bu!" sahutku seraya menangkupkan kedua tangan di depan dada. Tiba-tiba aku merasa sedikit mual. Sepertinya aku harus ke toilet. Raka masih asik berbincang menyambut para tamu. Aku melangkah menyusuri ruang yang begitu luas sambil menyapa pada tam
Laki-laki itu berkali-kali melihat jam yang melingkar di tangannya. Perlahan Rein meraih jemariku. "Shinta ... jaga dirimu baik-baik ...! I love you!" Aku tertegun saat Rein mengecup jemariku. lalu Pria itu melangkah mundur dan berbalik badan, lalu menghilang di ujung balkon. Tak sadar bulir-bulir bening mulai berjatuhan di wajahku. Betapa tulus hatimu, Rein. "Sayang ..., kamu di mana?" Aku tersentak mendengar teriakan Raka. Segera kuhapus air mata ini. Perlahan aku kembali ke dalam toilet wanita. Kemudian kembali keluar menghampiri Raka. "Mas ..., maaf. Tadi aku merasa mual." "Apa kita kembali ke kamar saja?" "Jangan, Mas! Acaranya belum selesai. Sekarang sudah lebih baik, kok," sahutku tersenyum. Kamipun melangkah kembali menghampiri para tamu yang sedang mencicipi hidangan. Tiba-tiba seorang pengawal menghampiri Raka "Maaf, Tuan. Ada beberapa polisi sedang mencari tahanan yang melarikan diri. Mereka melihat tahanan itu ada di sekitar sini." Wajah Raka menggelap. "Kura
Note : Mulai Bab ini dan seterusnya, author akan menggunakan Pov 3 . ------'"Maira, tolong siapkan pakaianku!" Raka tampak terburu-buru saat ingin berangkat ke kantor. Tidak seperti biasanya Shinta Humaira, melihat suaminya seperti ini. Jika akan keluar kota, Raka pasti bicara malamnya. Namun suaminya itu baru saja pulang pukul tiga pagi tadi. "Mau kemana lagi, Mas? Kamu baru saja pulang pagi tadi," tanyanya sambil menepuk-nepuk lembut tubuh Kaisar, buah hati mereka yang sempat terjaga mendengar suara Raka yang agak keras. "Maira, Aku ada meeting mendadak pagi ini di Bandung. Sudahlah, cepat bantu aku!" Ke bandung lagi? Shinta terheran, dalam satu bulan ini, sudah tiga kali Raka ke Bandung. Terlebih suaminya itu hanya pergi sendiri. Tidak dengan Said, asisten pribadinya. "Rencana di Bandung berapa hari, Mas?" tanya Maira seraya melipat beberapa pakaian kerja suaminya "Mungkin tiga hari." Raka masih terus sibuk membalas pesan pada ponselnya. "Bawa stelan jas hitam, ya!" "Jas
Wanita yang kini selalu berpenampilan elegan itu mencoba menghubungi seseorang lewat ponselnya "Hallo, Said. Jam sepuluh nanti ada meeting dengan perusahaan mana?" "Eh, B-bu Shinta. D-dengan PT Anggada Jaya. T-tapi Pak Raka membatalkannya karena ada keperluan mendadak ke Bandung, Bu." "Jangan dibatalkan! Biar saya yang handle." "T-tapi, Bu ..." "Sudah cepat siapkan segala sesuatunya. Saya segera ke kantor." Shinta gegas menutup panggilannya. Kecurigaannya semakin beralasan ketika mendengar kegugupan Said-asisten pribadi Raka. Selama perjalanan menuju ke kantor, Shinta terus mempelajari bahan-bahan meeting yang dikirm oleh Said lewat email. Beruntung dia telah banyak menguasai seluk beluk semua perusahaannya. Untuk saat ini perusahaan inti dipegang langsung oleh Raka. Sedangkan beberapa anak perusahaannya di serahkan pada Hafiz-kakak tirinya. Shinta sangat percaya pada Hafiz. Walau hanya kakak tiri, Hafiz begitu menyayanginya. Bahkan Hafiz pernah hampir mengorbankan nyawanya
"Selamat siang, ... Shinta Humaira!" Shinta terlonjak saat melihat pemilik suara berat yang sangat tidak asing di telinganya. Jantungnya berdegup kencang dengan aliran darah yang begitu cepat. Tidak salahkah apa yang dia lihat saat ini? Benarkah diaa ...? "Shinta ..." lirih pria itu lagi. "Astagfirullahaladzim ..., Rein? Benarkah kamu, Rein? Bukankah ..." Sontak Shinta berdiri dan membekap mulutnya sendiri. "Ya, ini Aku. Shinta, Aku memang belum mati." Mereka saling menatap cukup lama dengan perasaan campur aduk. Tanpa sadar bulir bening mengalir dari sudut mata Shinta. Teringat kembali olehnya saat Rein tertembak di depan mata kepalanya sendiri, hingga jeritannya menggema ke seluruh penjuru taman Ballroom hotel itu. Betapa sakit dan hancur perasaannya saat itu. Laki-laki yang saat itu baru saja mengungkapkan cinta padanya, dengan sengaja memancing polisi untuk menembak dirinya. Orang-orang mengatakan Rein sengaja ingin bunuh diri. Sejak saat itu dia berpikir tak akan pernah lag
Semua orang menganggap Rein telah mati tertembak. Tidak ada yang tahu satupun keberadaannya. Entah apa yang dilakukan oleh sahabatnya bernama Yuda, hingga akhirnya dia terjaga setelah koma beberapa bulan. Kemudian melanjutkan masa tahanannya dipenjara. Tidak semua orang tahu keberadaannya. Termasuk Raka dan Shinta. Setelah keluar dari penjara, Rein selalu mengerjakan pekerjaannya di belakang layar. Dia selalu berhasil menumpas kejahatan dengan baik dan tidak pernah salah perhitungan. Pihak kepolisianpun mengakui kehebatannya. Rein yang sudah tak memiliki perusahaan sejak semua perusahaan yang dirampas oleh ayahnya dari kakek Shinta, dengan ikhlas dia kembalikan kepada pemiliknya. Namun keberuntungan kini menghampirinya. Yuda, lagi-lagi sahabatnya itu menghadiahkan sebuah perusahaannya pada Rein karena sesuatu hal. Kini Rein kembali seperti dulu, sebagai pengusaha yang cerdas dan handal. Hingga banyak perusahaan yang dengan senang hati menerima tawarannya untuk bekerja sama. Termasu