"Ceraikan ibuku dan berpisahlah dengannya!"
Dua iris mata biru laut itu saling menatap. Tatapan dingin yang Laura berikan pada manik sang ayah mampu membuat Alex membuang wajahnya lebih dulu. Alex tak kuasa menatap lamat iris mata yang sejatinya ia turunkan pada sang puteri."Jangan bicara omong kosong! Pergilah ke kamarmu dan--"Ceraikan ibuku, Papa. Lepaskan dia dari neraka yang kau buat!" ucapnya lagi tak mengindahkan perintah ayahnya."Hhh.. neraka? Ibumu mendapat kemewahan disini, mana mungkin kau menyebutnya neraka?! Kau sudah keterlaluan dan semakin lancang, Laura! Aku perintahkan sekali lagi pergilah ke kamarmu!"Emosi Alex mulai terpancing karena kekeras kepalaan Laura."Kau kira kemewahan ini bisa menggantikan harga diri mom? Aku tahu dan aku tak mau lagi berpura-pura bodoh saat mom bersikap semua baik-baik saja. Kalian berdua pasangan yang ajaib, rumah ini dipenuhi dengan sandiwara yang membuatku muak!"Sentakan histeris keluar dari mulut Laura tanpa rasa takut. Rasa hormat pada sang ayah lenyap begitu saja setelah ia merasa pria itu mempermalukan ibunya."Kau kira mom tak tahu tentang perselingkuhanmu dengan jalang itu? Ibuku terus menutupi kebusukanmu agar citra seorang Alexander Morgans tetap baik di mata publik.""LAURA MORGANS!""Jangan berteriak di depanku! Semua yang kukatakan adalah kenyataan, dan kau tak perlu menyangkalnya, Papa!"Entah datang dari mana kekuatan dan keberanian Laura membentak ayahnya. Rasa sayangnya terhadap Alexa membuat dirinya tak lagi peduli tentang kesopanan, bahkan kini ia memperlihatkan sisi liarnya yang selama ini tak pernah ia tunjukkan kecuali saat bersama sahabatnya."Kau hanya anak ingusan yang tak mengerti apa-apa. Jadi diam saja dan jangan coba memancing emosiku!""Hh.. anak ingusan. Umurku sudah 19 tahun, mana ada anak ingusan setua aku, Papa. Jika kau tak mau menceraikan mom lebih dulu, aku akan minta mom yang menggugatmu. Mom sangat mencintaiku, aku yakin dia akan mengikuti kata-kataku."Kesabaran Alex sepertinya masih terus diuji dengan sikap liar Laura, ia hanya bisa mengepalkan kedua tangannya di bawah meja dengan emosi yang tertahan. Saat di pesta tadi ia telah melayangkan satu tamparan ke pipi gadis itu, tak mungkin ia kembali memukul Laura. Meski selalu bersikap acuh, namun naluri seorang ayah kadang terbesit di hatinya saat Laura merengek atau mencari perhatian padanya."Lakukan apapun yang kau mau. Ibumu tak akan begitu saja mengikuti keinginan konyolmu, Laura."Laura terdiam. Ia berharap apa yang dikatakan ayahnya tak terjadi. Gadis itu sudah sangat muak melihat ketidakadilan ayah dan juga neneknya pada sang ibu."Papa, aku tak tahu bagaimana mom 20 tahun yang lalu. Tapi aku yakin dulu beliau seorang wanita yang sering tersenyum. Jika kau tak ingin melepasnya, paling tidak kembalikan senyum ibuku yang hilang selama hidup bersamamu."Laura meninggalkan ruang kerja ayahnya begitu saja, sedang Alex hanya bisa tertegun mendengar kalimat menohok dari mulut gadis itu. Satu sisi hatinya membenarkan kata-kata Laura, Alexa tak pernah tersenyum setelah masuk ke dalam keluarga Morgans, setidaknya saat keluarga itu duduk bersama. Alexa mulai tersenyum setelah melahirkan puterinya, itupun hanya pada Laura saja.*"Ada sesuatu yang terjadi pada keluarga itu, ternyata apa yang ditampilkan di depan publik tak sesuai dengan yang biasa kulihat di televisi."Noah mengulas secarik senyum miris di sudut bibirnya. Tak sengaja mendengar pertengkaran diantara keluarga Morgans membuatnya sadar, apa yang dilihat di media selama ini ternyata hanya sebuah kamuflase belaka."Hhh.. ternyata mereka sama saja dengan keluargaku dan mungkin keluarga konglomerat lainnya," cetus pemuda itu seraya meloloskan t shirt ke dalam kepalanya."Tuan Noah, Tuan Gerard meminta Anda menemuinya di ruang kerja."Suara seorang pelayan terdengar di balik pintu kamar Noah."Ya.. aku akan menemuinya.""Ada apa Papa memanggilku? Apa ada hal penting yang ingin kau bicarakan?"Noah, pemuda bermanik hazel dengan rambut kecoklatan masuk ke dalam ruang kerja ayahnya. Pemuda berusia 22 tahun itu sudah mengganti pakaiannya dengan t shirt berwarna putih dan celana santai sebelum seorang pelayan memanggilnya untuk segera ke ruang kerja Gerard."Hei, Sang Pahlawan Tampan. Aksimu sangat heroik, Noah. Besok kau pasti menjadi salah satu orang yang masuk dalam head line news di kota ini." Gerard membanggakan puteranya."Cih.. kukira kau memanggilku karena ada sesuatu yang penting. Nyonya Morgans akan tenggelam jika aku tak segera menolongnya tadi."Noah tak mau menghiraukan ocehan sang ayah. Ia tak pernah suka dengan hiruk pikuk dunia entertainment, jadi tak ada yang spesial menurut pemuda itu jika memang nanti dirinya masuk ke dalam head line news besok pagi."Kau yakin hanya ingin menolong nyonya Morgans, Nak? Atau-- kau mulai tertarik pada puterinya?"Gerard Tompson bertanya dengan nada menyelidik. Punggungnya dengan santai tertempel di sandaran kursi kebesarannya, namun manik mata hazel yang diturunkan pada Noah tampak menunggu jawaban sang putra."Apa kau mau menjodohkanku dengan Laura? Sepertinya kau sengaja menyuruhku untuk menemaninya tadi."Noah adalah pemuda cerdas. Ia bisa membaca rencana sang ayah untuknya. Biasanya Noah akan membantah jika Gerard melakukan hal yang tak ia sukai, namun melihat kecantikan dan kepolosan Laura membuat pemuda itu tak merasa risih dengan niat ayahnya."Eeeem.. tergantung padamu, Noah. Papa tak mau memaksakan kehendak papa padamu. Tapi mungkin kau bisa mempertimbangkannya. Ayahnya adalah calon terkuat dalam pemilihan Gubernur di kota ini. Jika kau bisa mendapatkan putrinya, keluarga kita akan menjadi salah satu pengusaha terkuat di kota ini, Son..""Hem, nanti akan kupikirkan."Pemuda itu keluar dari ruang kerja ayahnya dengan langkah terburu. Membicarakan soal bisnis yang sering dikaitkan dengan sebuah perjodohan membuat Noah muak. Meski pemuda itu tak bisa menampik ketertarikannya pada Laura, namun rencana sang ayah membuatnya mengurungkan niat untuk mendekati Laura.*Kau dimana?”(”Aku di apartementku, Sayang..”)”Diam disana! Aku akan datang!”***"Kau dimana?”(”Aku di apartementku, Sayang..”)”Diam disana! Aku akan datang!”Alex memasukkan gawainya ke dalam saku dan bergegas keluar dari mansion mewahnya. Wajah dingin pria itu tak dapat ditebak, aura seorang yang kejam dan tak berperasaan terkadang sangat terlihat saat pria itu tengah memendam kemarahan.BMW X7 miliknya memasuki basement apartement mewah yang biasa dihuni para aktris terkenal dan pengusaha. Pria itu mematikan mesin mobilnya dan berlalu masuk ke dalam private lift menuju unit yang ditinggali Diana.Alex memiliki kartu akses untuk masuk ke dalam apartement wanita itu, sebuah unit termewah yang dihadiahkan pria itu pada sang kekasih. Terletak di lantai paling atas, Alex sengaja memberikannya pada Diana karena di lantai itu hanya terdapat satu unit saja. Semua dilakukan agar tak ada yang bisa melihatnya disana saat ia mengunjungi Diana. Lift yang mengantarnya ke unit tersebut pun hanya bisa diakses olehnya dan petugas keamanan apartement. "Sayang, aku--"Apa yang
"Alex! Berita apa ini!"Jemima melempar ponselnya di sofa kamar sang putera. Alex yang masih sibuk memakai dasi belum tahu apa yang membuat ibunya murka."Berita apa, Mom? Aku belum membuka ponselku sejak semalam." Pria itu masih menjawab santai."Hhh.. tentu saja kau melupakan ponselmu, semalam kau pasti habis bersenang-senang dengan perempuan jalang itu, kan?""Mom!""Jangan berteriak di depanku, Alex! Kau tak bisa menyembunyikan apapun dariku. Dan berita pagi ini pun karena kebodohanmu yang tergila-gila pada wanita brengsek itu!"Alex terdiam, bukan karena ia tak mampu melawan ibunya. Jemima akan terus menghina Diana jika ia terus membela wanita itu. "Cepat turun, kita harus membuat rencana agar berita yang sudah beredar tak membuat elektabilitasmu menurun."Jemima membanting pintu dengan kasar, meninggalkan putranya sendiri yang belum selesai memasang dasi di lehernya.10 menit kemudian Alex turun menuju meja makan. Seperti biasanya, Alexa dan satu pelayan yang bertugas menyiapka
'Kembalikan senyum ibuku, Papa..'Sekilas Alex mengingat perkataan Laura saat mereka bertengkar semalam."Hhh.. oke. Aku harus ke kantor sekarang. Kau bersiap-siap saja menggunakan kelihaianmu dalam bersandiwara."Alex membuang wajahnya dan beranjak keluar. Pria itu takut jika terlalu lama berinteraksi dengan Alexa dan tak mau lepas menatap wanita itu."Alex..""Hem?"Pria itu menoleh pada sang istri."Mengapa-- kau tak menceraikan aku? Kau bisa membina rumah tangga bersama wanita yang kau cintai jika kita berpisah."Entah apa yang membuat Alexa bertanya demikian. Pertanyaan itu tercetus begitu saja dari mulutnya.Alex yang tadinya sempat termenung mendengar pertanyaan spontan istrinya, melangkah perlahan mendekat pada wanita itu, "karena aku masih membutuhkanmu untuk berada di sisiku, Alexa.."Wajah pria itu hanya berjarak beberapa centimeter dari wajah Alexa. Kemudian ia kembali menjauh dan keluar dari kamar sang istri."Dasar brengsek!" decak Alexa.Alex berjalan terburu dengan waj
"Alexa, pergilah ke kantor suamimu dan bawakan dia makan siang."Jemima menghampiri menantunya yang tengah memotong ranting pepohonan di kebun. Setelah kematian Philips Morgans, wanita itu yang setiap hari mengurus bunga dan pohon-pohon milik kakek mertuanya. Kegiatan ini menjadi salah satu cara Alexa mengisi waktu luangnya.Alexa menghentikan kegiatannya pada ranting bunga Lily. Perintah sang ibu mertua terdengar aneh di telinganya. Selama ini Jemima tak pernah menyuruhnya mengantar makan siang, apalagi ke kantor Alex. Alexa memang pernah beberapa kali mengunjungi kantor suaminya, itupun lagi-lagi hanya untuk konsumsi publik yang menobatkan pasangan itu sebagai pasangan termanis karena paras Alex dan Alexa yang tampan juga cantik di usia matang mereka. Publik juga menyebut keduanya sebagai 'Couple A' karena namanya yang mirip."Kau mengundang reporter ke kantor Alex, Mom?" tebak Alexa yang curiga dengan ibu mertuanya."Tidak. Aku hanya minta beberapa reporter menyebarkan fotomu saat
Cup..Alexa terkejut dengan kecupan singkat yang diberikan suaminya, namun karena kamera sedang 'on' ia langsung memberikan senyum manjanya pada pria itu."Trimakasih, kau membuatku ingin memakanmu, Sayang.."Ucapan frontal Alex sontak membuat para pemegang kamera tersenyum dan salah tingkah sendiri, begitupun dengan Alexa yang merasa Alex terlalu menghayati perannya."Kemarilah!""Alex!"Alex tak peduli dengan penolakan istrinya. Pria itu tetap memangku Alexa di atas pahanya dan memberi suapan pertama ke mulut wanita itu.Alex, aku--"Buka mulutmu, Sayang.."Alexa yang pada awalnya ragu terpaksa harus mengikuti keinginan suaminya. Ia merasa itu adalah salah satu adegan mesra yang harus dipertontonkan pada publik."Wah.. kalian memang pasangan yang sangat manis. Aku yakin setelah melihat video ini publik akan lupa pada berita pagi tadi, Tuan Morgans."Salah seorang yang merekam moment itu merasa jika Alex dan Alexa adalah pasangan yang memang saling mencintai. Akting keduanya sangat n
"Nyonya Alexa, boleh saya masuk?""Masuklah, Ara."Saat hanya berdua saja, Alexa terkadang tak ingin terlalu formal dengan asistennya. Perempuan itu membutuhkan seorang teman, dan Arabella lah orangnya. Di depan gadis berusia 30 tahun itu Alexa bisa lebih rileks dan tak canggung. Kadang dirinya merasa lelah dengan kekakuan hidupnya sebagai nyonya muda di keluarga Morgans."Maaf mengganggu Anda, Nyonya, saya hanya ingin memberi tahu kalau tim sudah mulai menyebar foto-foto Anda di beberapa fan base yang kita buat. Anda bisa melihatnya."Arabella menyerahkan ipad yang sejak tadi ia pegang pada Alexa."Ara.. duduklah.." Alexa menepuk ranjang di sampingnya."Oh, tidak, Nyonya. Saya tidak berani. Biar saya berdiri saja.""Ini kamarku, Ara, tak akan ada yang melihatnya. Aku tak suka kau berdiri disana saat kita berbicara, setidaknya jika kita hanya berdua."Suara lembut Alexa membuat kekakuan Arabella sedikit mencair. Ia tahu, nyonya mudanya hanya ingin bersikap akrab dan bersahabat. Meski
"Apa selama ini kau bahagia, Mom?"Sebuah pertanyaan dari mulut Laura membuat Alexa terhenyak.Bahagia? Ya.. sepertinya sudah sangat lama Alexa tak mengenal kata itu. Selama 20 tahun terakhir apa dirinya pernah bahagia? Jawabannya mungkin pernah, hanya pada saat ia melahirkan putri kecilnya 19 tahun yang lalu. Laura adalah satu-satunya kebahagiaan yang Alexa rasakan setelah masuk ke dalam keluarga Morgans, selebihnya? Tak ada."Aku bahagia, Lolly. Aku bahagia sejak aku memiliki putri cantik seperti dirimu. Kau adalah kebahagiaanku, Dear..""Kalau begitu hidup saja berdua denganku. Kalau hanya aku sumber kebahagiaanmu, kita pergi dari rumah ini dan hidup berdua. Aku sudah dewasa, Mom. Kau jangan takut akan membuat hidupku kesulitan. Aku yakin kita bisa bahagia jika berdua saja."Alexa hanya bisa termangu tanpa kata. Gadis dihadapannya bukan lagi gadis kecil yang mudah ia bohongi. Laura sudah bisa melihat sendiri bagaimana ajaibnya hubungan ayah serta ibunya. "Apa kau sangat tersiksa t
"Mari kita bercerai.."Kata itu yang ditunggu Alex setelah mendengar Alexa meminta sebuah kompensasi. Pria itu sudah curiga dengan gelagat sang istri."Ooh.. ternyata benar dugaanku. Kau yakin ingin bercerai dariku, Alexa? Kau lupa jika saham yang kakek berikan otomatis akan kembali pada keluarga Morgans jika kita bercerai, hm?"Alex bicara hanya berjarak beberapa centimeter dari wajah Alexa. Wanita itu pun dapat menyidu aroma mint yang keluar dari mulut suaminya."Ya, aku ingat. Maka dari itu aku minta kompensasi darimu, Alex. Aku dan Laura butuh tempat tinggal jika kita bercerai. Aku tak akan menuntut lebih, silakan ambil saham yang kakek berikan padaku, aku tak membutuhkannya."Wajah Alex menguar rasa tak percaya, pasalnya ia tak pernah berpikir jika Alexa akan berani meminta perceraian. Perempuan itu tak memiliki siapapun di dunia ini, kecuali putrinya."Akan kupikirkan," cetus Alex kemudian hendak kembali ke kursi kebesarannya."Pikirkan sekarang. Aku tak mau ikut dalam acara tal