Share

Chapter 4 - Izin Dan Restu

“Oh my, Duchess. Jujur saja, Saya benar-benar merasa kasihan dengan Anda. Bagaimana mungkin, Anda bisa tahan dengan kesabaran yang begitu tinggi, dalam kurun waktu delapan belas tahun lamanya, tinggal bersama dengan si putri jelmaan iblis itu?”

“Benar juga ya. Bagaimana bisa, … Saya tidak menyadari akan hal semacam itu, sampai selama ini?”

“Ya ampun, Your Grace. Hal itu tampaknya, karena disebabkan oleh sikap Anda yang terlalu berbaik hati kepadanya! Anda seharusnya tidak perlu memperlakukannya dengan baik semacam itu! Dikarenakan, hal tersebut malah akan membuat si siluman tak tahu malu tersebut, … menjadi orang yang berkulit tebal.”

Menyebalkan. 

Qilistaria dapat dengan jelas, menyimak sedikit demi sedikit semua bisikan omongan menyakitkan terkait dirinya, … yang sedang heboh di obrolkan oleh teman-teman sosialita ibunya. 

Sepertinya, mereka memang sengaja melakukannya. Hal itu sudah berhasil membuat Qilistaria, semakin ingin menghilang dari pesta sana dengan segera.

“Ah, benarkah? Ya ampun, apa sih … yang sebenarnya telah Saya lakukan selama ini!?”

Tersenyum licik di balik rentangan kipas tangannya yang mengipas menutupi sepertiga bagian muka, sang Duchess Yoargi itu pun, … diam-diam tengah merencanakan sesuatu yang jahat, dalam tujuan untuk memperlakukan putri sulungnya yang memiliki penampilan buruk rupa tersebut, tepat di depan umum.

Saat ada pelayan pria pengasong gelas anggur yang kebetulan sedang menghampiri sang Duchess dan nyonya bangsawan lain, untuk menawarkan segelas minuman beralkohol, … dengan pintarnya, si ibu kandung dari Qilistaria ini, segera memberikan bahasa kipas tersembunyi kepada si pelayan, ditambah dengan sebuah kode dari sepasang bongkahan iris mata yang sengaja dilirikkan ke arah putri sulungnya, dalam beberapa kali.

Dengan melipat kipas tangan itu ke bentuk lipatan awal, yang seterusnya menaruh, lagi menggenggamnya di kepalan tangan kiri, … si pelayan itu pun, langsung cepat mengerti dengan apa yang di perintahkan oleh sang Duchess secara diam-diam. 

Gerakan tangan yang mencekal kipas di kepalan tangan kiri itu, memiliki makna “Menginginkan sebuah kerja sama,” … dalam melakukan sesuatu terhadap orang yang dimaksudkan.

Mengangguk paham, dan lekas berjalan menuju ke dekat tempat di mana Qilistaria … sedang berdiri dengan canggung di tengah-tengah ruang aula pesta, tanpa di duga-duga, si pelayan itu tanpa tiba-tiba berlaku pura-pura tersandung, … sampai menyebabkan nampan berisikan beberapa gelas anggur merah segar menjadi tumpah, … jatuh menghantam lantai dan membuat pecahan kacanya tersebar berkeping-keping, setelah sebelumnya air anggur itu berhasil membasahi gaun yang dikenakan oleh Qilistaria.

“Ma-maaf, Saya, ….”

Memunguti pecahan gelas, seraya mengeluarkan suara orang yang kedengarannya seperti sedang dilanda oleh rasa ketakutan, si pelayan itu … rupa-rupanya telah berhasil memancing sisi tidak tega, yang secara alami sudah dimiliki oleh Qilistaria terhadap orang yang sedang kesusahan, untuk seterusnya ia bantu … dengan sifat beserta tindakannya yang terlalu baik ini.

Begitu Qilistaria merendahkan sedikit tubuhnya, dan mengulurkan lengan berbalut sarung tangan hitam panjangnya untuk membantu memunguti pecahan gelas tersebut, … secara mengejutkan, si pelayan yang mau dibantu itu malah ….

PAKKK!

… Menepis lengannya dengan sangat kasar.

Bahkan, tepisan tangan yang bertenaga lumayan itu pun, … sampai-sampai membuat Qilistaria, dapat merasakan tulang lengannya, menjadi linu seketika. 

“MENJAUH DARIKU, MONSTER!” teriak si pelayan, yang telah sukses membuat semua perhatian dari para tamu undangan pesta sayembara, hanya terfokus kepada Qilistaria seorang saja. 

“JANGAN TULARKAN KUTUKANMU KEPADAKU! KALAU KAU INGIN DIKUTUK, MAKA TERKUTUKLAH SENDIRIAN!”

Qilistaria membeku di tempat. 

Tangan yang tadi di tepis secara kasar oleh pelayan tersebut pun, ia cengkeram dengan sangat kuat, menggunakan tangannya yang satu lagi. Hal itu dilakukan olehnya, supaya orang-orang yang tengah memperhatikannya saat ini, … tidak dapat melihat dengan jelas akan guncangan hebat pada tubuhnya, yang telah mulai gemetaran kembali. 

Pandangan pada sorot mata hitam kelamnya, tampak mengosong. Bersamaan dengan lidah yang kelu, dan juga ekspresi muka yang kaku, saking Qilistaria tidak tahu harus berbuat apa sekarang, … di keadaannya yang tak bisa bergerak dengan sangat bebas seperti saat ini.

Ah, rupa-rupanya, Qilistaria, … berkeinginan untuk mati juga hari ini.

Tatkala ia sedang berada di dalam posisi yang memojokkan ini, Qilistaria merasa menjadi sangat sensitif sekali. 

Pendengarannya menjadi menajam, dalam mendengarkan omongan juga bisikan, yang sedang membahasnya sebagai bahan pembicaraan. Perasaannya pula, menjadi lebih peka berkali-kali lipat. 

Hanya dengan merasakan tatapan tajam dari orang-orang yang memandanginya dengan tatapan merendahkan, diselingi dengan tawa meremehkan yang begitu kentara juga, … telah berjaya membuat Qilistaria, menjadi pusing dan mual secara tak beraturan.

Dia ingin pergi. Dia ingin berlari. Kabur melarikan diri, menuju ke mana saja yang sekiranya dapat menerimanya dengan apa adanya. Bukan, … dengan ada apanya.

Sampai, pada akhirnya, … semua perhatian yang tertuju kepadanya sedari tadi, kini mulai beralih kepada sesosok laki-laki yang dinilai berlagak kampungan, … yang sekarang sedang memasuki ruang pesta dengan hanya mengenakan kemeja putih bersih sederhana, lengkap dengan celana hitam panjang, juga rambut merah rapi yang di sisir ke belakang.

Dia datang dan masuk ke dalam sini, dengan memanggul satu karung berisi sesuatu, yang hanya ia topang dengan menggunakan satu tangan … dan membebankan berat dari karung tersebut ke bahu kanan, seraya menggendong sebuah bakul berukuran besar di belakang punggung, juga menenteng sekantung besar barang lain, … di tangannya yang kiri.

“Siapa dia?”

“Ya, benar. Siapa dia? Mau apa dia kemari?”

Dari mulai sang Duke, Duchess, Mirabella, Putra Mahkota, bahkan hampir semua tamu undangan pesta yang telah hadir di sana lebih awal, … kini memperhatikan dengan saksama terhadap gerak-gerik dan gelagat mencurigakan dari si laki-laki muda itu, yang sekarang sudah mulai memberhentikan langkah kakinya, … berdiri tepat di hadapan sang tuan besar Yoargi.

“Salam sejahtera Your Highness, the Crown Prince of Gupenhileum. Salam sejahtera juga, Your Grace, … the Duke of Yoargi. Semoga keberkahan dan kebahagiaan, senantiasa memberkati Anda sekalian selalu.”

Selepas memberikan bungkuk dan salam penuh kehormatan, kepada dua orang mulia yang bersangkutan, … si laki-laki berambut merah itu pun, segera melucuti barang bawaan yang di datangkan dengan kehadirannya sekarang, ke atas permukaan lantai yang bersih.

Selanjutnya, ia kemudian segera mempersembahkannya dengan sebaik mungkin kepada sang Duke, dalam niatan hati … untuk mendapatkan kesan baik yang akan sangat menguntungkan, jika ia sudah mendapatkannya dalam jumlah yang jauh lebih banyak lagi.

“Apa ini?” tanya sang Duke dengan heran, sembari menatap mata merah laki-laki itu dengan tatapan yang tak dapat dimengerti.

Barang bawaan yang dipersembahkan oleh lelaki itu ialah, tak lain dan tak bukan berupa hasil panen seseorang yang berprofesi sebagai petani. 

Seperti; sekarung gandum, sebakul kentang mentega dan ubi jalar merah, … beserta, sekantung buah persik dan buah pir yang telah masak alami dari pohon, sampai membuat buah-buahan itu menjadi ranum.

Dengan menampilkan segaris senyuman simpul, si laki-laki itu … menjawab pertanyaan dari Duke, “Ini semua adalah, bentuk mahar yang baru bisa Saya berikan untuk saat ini.”

“… Ha? Ma-mahar?”

“Ya.”

Seraya menundukkan kepalanya, dan melintangkan tangan kanan menyilangi dada, … si laki-laki itu, kembali berkata.

“Tolong izinkan dan restui Saya, dalam mempersunting putri sulung Anda, Princess Qilistaria La Yoargi, … untuk menjadi istri Saya seorang dengan sah, … Your Grace.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status