"Apa kau lupa bagaimana kau mendesahkan namaku tadi malam, Nona Kamasutra Goddess?" Charlene Elgiva Flynn, penulis dengan nama pena Kamasutra Goddess, dijebloskan ke penjara oleh Lee Finnegan Montana setelah ia melabrak pria itu. Pasalnya, Charlene salah sasaran karena mengira Lee adalah CEO URead Novel yang telah mencurangi hak para penulis. Kejadian itu lantas membawa mereka ke dalam sebuah pernikahan kontrak. Charlene ingin membalas dendam dan Lee ingin membalas budi. Masalah baru pun muncul ketika hati dan masa lalu mulai terlibat di dalamnya. Charlene jatuh cinta pada Lee. Namun, bagaimana dengan Lee sendiri? IG : @lucyamadeusofficial Cover design by @Shenaarts and owned by Lucy Amadeus
Lihat lebih banyak"Anda harus bertanggung jawab!" tuntut Charlene setelah menghadang langkah pria yang berdiri di hadapannya saat ini.
Pria dengan kaus polo putih itu, menautkan alisnya sembari memindai sekelilingnya dengan tenang. Ia mendapati bahwa suara Charlene yang terdengar lantang, telah berhasil menarik atensi beberapa orang yang berada di lobi Universe Hotel and Apartments tersebut. Tatapan mata Charlene yang nyalang, menunjukkan tidak ada ketakutan dalam diri gadis itu.Namun, napas Charlene seolah berhenti ketika pria itu menatap balik padanya dengan dalam. Ada gelenyar aneh bercampur rasa familiar kala melihat manik pria itu. Di saat yang bersamaan, ia merinding ketika menyadari betapa dingin dan tajam tatapan yang dihunuskan oleh netra pria itu kepadanya."Ikutlah denganku, Nona," titah pria itu dengan suara beratnya yang dingin, kemudian melewati Charlene.Charlene segera berbalik untuk mengekori langkah panjang pria itu. Begitu mereka tiba di area sebuah ruangan mewah berisi empat buah lift yang tampak sepi, pria itu mendadak berbalik. Charlene sontak berhenti karena terkejut.Jarak mereka yang terlalu dekat, berhasil membuat jantung Charlene berdebar tak keruan. Ia berharap debaran jantungnya itu disebabkan oleh rasa kaget, bukan karena akan terkena serangan jantung atau semacamnya. Namun, embusan hangat napas beraroma mint yang bercampur dengan aroma cedarwood dari parfum yang pria itu gunakan, sungguh mengusik seluruh saraf Charlene. Begitu maskulin."Aku tidak mengenalmu, jadi apa tujuanmu membuatku menjadi bahan tontonan?" tanya pria itu masih konsisten dengan tatapan dinginnya.Dan rasanya Charlene hampir gila setiap mendengar suara pria itu. Seluruh sel-sel di tubuhnya langsung bereaksi dengan liar.Demi apapun .... Ini pasti karena ia terlalu sering berhalu! Rasanya sangat tidak masuk akal jika pria seperti itu ada di kehidupan nyata.Gambaran tentang pria dingin, kaya raya, tampan, mempesona, dan perkasa hanya ada di dalam novel-novel romantis yang ia—dan beberapa teman seprofesinya—tulis. Parahnya, kini ia berada di posisi tokoh wanita yang terpesona dengan sang pria. Yang benar saja, ia terpesona dengan pria itu?Namun, melihat dari jarak sedekat ini, harus Charlene akui bahwa pria di hadapannya itu memang luar biasa menawan. Netra birunya yang sedikit keabu-abuan semakin menyempurnakan kesan dingin itu. Belum lagi, alis tebal, garis rahang yang tegas dihiasi sedikit bulu-bulu samar, serta hidung mancung yang sepertinya bisa dijadikan arena seluncur ski.
"Aku tidak punya waktu untuk bermain-main, jadi menyingkirlah dari hadapanku," lanjut pria itu ketika Charlene tak kunjung memberi respon.Charlene yang tersentak dari kehaluannya, spontan berkedip cepat beberapa kali untuk menetralkan detak jantungnya yang berdentum cepat."Jangan pura-pura tidak tahu!"Charlene memberanikan diri untuk membalas tatapan pria itu lagi. Dia bertekad akan mendapatkan kembali haknya hari ini."Aku harus pergi," putus pria itu karena merasa telah membuang waktunya meladeni Charlene."Tidak! Sebelum Anda mengembalikan hak kami!" seru Charlene.Kali ini, giliran pria itu yang memicingkan matanya."Hak?""Iya! Uang kami yang telah Anda bawa kabur!"Pria itu tersenyum sinis. "Jangan mencoba untuk menipuku, Nona. Aku bisa saja menjebloskanmu ke penjara sekarang juga atas pencemaran nama baik."Charlene memandang pria di hadapannya dengan pandangan tidak percaya. "Dasar tukang playing victim! Anda yang menipu, Anda pula yang merasa dirugikan.""Menipu?" Pria itu semakin tidak mengerti ke mana arah pembicaraan Charlene.Seakan tak gentar dengan ancaman dari pria itu, Charlene mengangkat dagunya dengan percaya diri. Meskipun pria itu jelas begitu mengusik setiap sel yang ada di dalam dirinya. Bukan hanya penampilannya yang terlihat jantan, tetapi aroma tubuhnya juga. Membuat Charlene tidak bisa fokus dengan tujuan awalnya."Sial, Charlene! Konsentrasi!" marah Charlene pada dirinya sendiri dalam hati."Bukannya kau yang sedang mencoba menipuku di sini?" tuding pria itu.Kesabaran Charlene tampaknya sebentar lagi lenyap. "Dengar, Tuan Lee Finnegan Montana, berhenti bertingkah seakan Anda adalah korban. Karena di sini, kamilah korbannya."Lee membalasnya dengan tersenyum sinis."Bagus sekali aktingmu, Nona. Kau bisa mendapatkan penghargaan sebagai artis terbaik."Sang CEO lalu berbalik hendak menuju lift. Tak ingin usahanya sia-sia, Charlene bergegas menahan lengan pria itu. Sayangnya hal itu membuat Lee terkejut dan refleks mendorong tubuh Charlene hingga membentur dinding.Untuk sesaat, Charlene sama sekali tidak dapat berpikir karena terlalu syok. Detik berikutnya, barulah ia mulai merasakan sakit, karena telapak tangan Lee yang besar mencengkeram kedua lengan atas Charlene dengan begitu kuat. Charlene menatap mata pria itu.Dingin, menusuk. Lee terlihat begitu murka.Rahang pria itu mengeras. Charlene mulai berpikir, besar kemungkinan tulangnya bisa remuk di tangan pria itu."Tuan!" seru seorang pria yang mendadak muncul entah dari mana.Suara itu membuat Lee perlahan mengendurkan cengkeramannya, lalu terlepas. Ia masih memandangi Charlene dengan tatapan berbahayanya. Sementara Charlene yang masih syok, mengusap kedua lengannya yang terasa sakit.Gadis itu berusaha mengumpulkan udara di sekitar, merasa lega, tetapi juga memasang sikap waspada terhadap sang CEO. Sebab, Lee tadi tampak begitu menakutkan dan berbahaya!"Maaf saya terlambat. Anda tidak apa-apa?" lanjut pria yang baru saja datang itu.Sungguh, Charlene amat sangat bersyukur karena pria yang baru saja tiba itu telah menyelamatkannya, terlepas dari siapa pria itu."Urus gadis ini, Marvin. Jebloskan dia ke penjara!” titah Lee.Mata Charlene sontak membola. Apa-apaan ini? Dia datang ke sini hendak menuntut hak dirinya dan juga teman-temannya yang tidak dibayarkan oleh perusahaan pria itu. Lantas kenapa sekarang pria itu hendak menjebloskannya ke penjara? Tidak, bukan seperti ini jalan ceritanya. Charlene memicingkan matanya kala pria itu melangkah menuju lift.Jika Lee merasa Charlene bisa diperlakukan semena-mena, maka pria itu salah besar. Lee jelas tidak mengenalnya, jadi pria itu tidak tahu apa yang bisa dilakukan oleh orang yang tertindas seperti Charlene."Anda tidak bisa pergi begitu saja, Tuan!" seru Charlene yang langsung menerjang ke arah Lee yang hendak masuk ke dalam lift.Charlene kini menempel di punggung Lee seperti anak koala yang sedang digendong induknya."Apa yang kau lakukan?!"***Lee membuka pintu kamarnya dan menemukan Charlene berdiri di hadapannya. Gadis itu sedang memeluk laptop dan memegang ponselnya. "Ada apa?" tanya Lee. "Nggg ... tidak. Tidak ada apa-apa. Aku hanya ingin menanyakan apakah kau butuh sesuatu," kilah Charlene. Sejujurnya, bukan itu tujuannya menghampiri kamar Lee. Setelah pembicaraan mereka tadi pagi, malam ini ia berpikir untuk tetap tidur di kamar Lee—sesuai permintaan pria itu. Namun, begitu Lee telah berdiri di hadapannya saat ini, ia justru tidak sanggup mengatakan bahwa ia menerima tawaran pria itu dan mulai malam ini ia akan tidur seranjang dengan Lee."Tidak, aku tidak membutuhkan apa-apa," balas Lee.Charlene mengangguk. "Baiklah, kalau begitu, selamat malam." Charlene memutar tubuhnya 90 derajat, berniat kembali ke kamarnya.Namun, tangan Lee bergerak dengan cepat meraih lengan atas gadis itu. Langkah Charlene pun terhenti."Ada apa? Kau teringat jika membutuhkan sesuatu?" Giliran Charlene yang bertanya."Iya.""Kau lapar? in
"A-aku ...." Charlene tidak tahu harus menjawab apa. Ini sangat aneh untuknya.Lee terkadang sangat berbeda. Tidak, bukan berbeda. Sikap pria itu memang agak berubah dan Charlene tidak tahu apa yang menyebabkan pria itu menjadi seperti saat ini. "Kenapa kau ingin aku tidur di sini? Jangan bilang kalau kau jatuh cinta padaku." Antara ingin mencari penjelasan sekaligus mencairkan situasi yang terasa begitu canggung baginya saat ini.Mengenai Lee yang jatuh cinta padanya, jelas tidak mungkin. Charlene tidak memiliki jawabannya. Hanya saja memang mustahil jika Lee jatuh cinta padanya. "Apakah berdosa jika aku jatuh cinta padamu?"Deg!Seketika, keyakinannya tadi goyah setelah mendengar apa yang Lee katakan selanjutnya. Tidak! Tidak!Lee mungkin hanya mengerjainya saja. Pria itu pasti sedang bercanda. Setelah itu, seperti biasanya, Lee pasti akan mengeluarkan kata-kata yang mencemooh atau apa pun itu."Tidak. Kau berdosa jika hanya berniat mengejekku," ucap Charlene."Siapa bilang aku se
Charlene ingin menarik dirinya mundur. Namun, Lee mencegahnya dengan mempererat pelukannya. Ya! Posisi mereka saat ini sedang berbaring sambil berpelukan. "Lepas, Lee." Charlene mendorong dada pria itu. "Tidak, sampai kau tenang dulu." Lee tetap menahannya. Charlene masih terus menggeliat. Tidak mengacuhkan apa yang Lee katakan. "Teruslah melawan, tetapi kau harus tahu kalau aku tidak ingin melukaimu." Ucapan Lee seketika itu sukses menghentikan serangan yang Charlene lakukan. Gadis itu berusaha mengumpulkan udara setelah tadi mengeluarkan cukup banyak tenaga agar bisa terlepas dari belenggu Lee. Charlene harus mendongak untuk bisa menatap netra pria itu. "Kau janji akan melepaskanku, bukan? Kenapa belum dilepaskan juga?" tuntut Charlene. "Akan kulepaskan asalkan kau tidak menyerangku lagi," tawar Lee. Charlene memejamkan matanya untuk mengatur emosinya. Ia lantas kembali membuka matanya untuk menatap mata Lee. "Aku janji tidak akan menyerangmu. Jadi tolong lepaskan ak
"Aturannya masih tetap sama. Jangan melewati batas yang telah aku buat," ujar Charlene. Ia lantas mengempaskan bokongnya ke atas tempat tidur Lee disusul dengan menghela napas. "Aku merasa belakangan ini ibumu terlalu sering menginap di sini." "Kenapa? Kau keberatan?" lontar Lee yang tengah bersandar pada kepala tempat tidur dengan tablet di tangan. Ia sedang sibuk mengerjakan sesuatu yang tidak Charlene ketahui. Namun, kini ia tengah mengalihkan tatapan dari tabletnya ke arah Charlene. "Tidak. Kenapa harus keberatan?" Charlene balik bertanya. "Ini rumahmu. Wajar jika ibumu datang dan menginap.""Kalau tidak keberatan, kenapa mengeluh?" tuding Lee."Aku tidak mengeluh," bantah Charlene.Ia bukan memang bukan mengeluh, tetapi hanya merasa ada sesuatu yang janggal dengan apa yang Hana lakukan."Apa yang kau pikirkan?" selidik Lee kala mendapati Charlene seperti sedang memikirkan sesuatu. "Tidak. Tidak ada." "Jangan berbohong. Kalau aku memaksamu untuk berkata jujur, nanti kau akan
Charlene menggeleng. "Kalau begitu, ayo kita makan siang bersama." Lee menawarkan tangannya. Charlene hampir tidak berani bergerak, tetapi ia mengerling ke arah rekan kerjanya. Tidak perlu waktu yang lama baginya untuk memutuskan menyambut tangan Lee. Lebih cepat, lebih baik sebelum teman-temannya itu terkena masalah.Sebab, Charlene merasa Lee sedang marah. Hal itu membuatnya yakin jika Lee cukup banyak mendengar pembicaraan mereka. Lee pun menariknya pergi setelah tangan Charlene berada di dalam genggamannya.Charlene sempat menoleh ke arah rekan-rekan kerjanya hanya untuk melempar senyuman sembari memberi isyarat 'oke' dengan jari-jarinya, agar mereka tidak cemas. Lee lantas membawa Charlene menuju ke depan gedung kantor. Di sana sudah ada Marvin yang tampak stand by di samping mobil Lee. Mereka masuk ke dalam mobil dan Marvin pun melajukan mobilnya di tengah kepadatan lalu lintas di siang hari. Setelah beberapa saat berlalu, Charlene diam-diam melirik ke arah Lee yang duduk di
"Kenapa dia terlihat lesu?" tanya Charlene kala bergabung dengan rekan sekantornya di salah satu kafe kantor."Dia sedang patah hati karena akhirnya kau menikah dengan bos," terang Beatrice."Padahal dari awal aku sudah katakan padanya kalau dia bukanlah saingan bos," timpal Victor.Wajah Charlene menunjukkan tanda tidak nyaman dan serba salah."Kalian ini, jangan sembarangan bicara. Ronald hanya mengganggapku sebagai teman."Sementara itu, Ronald yang sedari tadi menjadi topik pembicaraan mereka, sama sekali tidak memberikan komentar. Charlene pun menarik kursi yang ada di hadapan pria itu. "Kau tahu, kami cukup kesal karena kau tidak berkata jujur pada kami saat pertama kali bekerja di sini," tukas Rebecca yang duduk di sebelah Ronald. "Kenapa kau tidak terus terang mengatakan bahwa kau memang punya hubungan dengan bos?"Charlene menjadi semakin tidak enak. Teman-temannya menjadi salah paham dan ia sendiri tidak tahu harus bagaimana menjelaskan pada mereka bahwa dirinya memang tida
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen