Karissa masih terpaku, mengikuti gerak-gerik bocah itu. Ada sesuatu yang membuatnya sulit mengalihkan pandangan, persis seperti awal bertemu kala itu. Semacam tatapan jatuh cinta pada si kecil di sana.“Dia sekolah di sini?” gumamnya nyaris tak terdengar.“Rick!” Suara seorang guru laki-laki dari arah belakang lapangan memanggil keras beradu dengan suara anak-anak yang sedang berlarian.Allerick yang di sekolah dipanggil Rick pun menangkap bola yang akan dia lempar ke keranjang basket lalu menoleh.Guru itu melangkah mendekat sambil membawa clipboard. “Kamu belum mengisi formulir pertunjukan. Kalau kamu terus menolak, sekolah kita bisa kehilangan slot dalam Talent Segment!”Rick mendengus pelan, lalu menyeka keringat dari pelipisnya. “Saya bilang saya tidak suka menari, tidak suka drama, dan saya juga tidak mau menyanyi. Itu bukan bidang saya, Sir.”“Lalu kamu mau tampil apa?”Anak itu mengangkat bahu santai. “Kalau ada pertunjukan memanah dari atas kuda, saya bersedia.”Dia lalu mena
“Dia adalah keluarga dari pasien yang sedang Nyonya Karissa tangani. Selain itu, Vallen mengatakan kalau putrinya dan Nona Seraphina berteman. Jadi bisa dibilang keduanya kerap bertemu,” ungkap Sergio.Luciano menyeringai tipis. “Dia duda?”“Anda juga duda, Tuan,” ucap Sergio dengan raut polosnya dan langsung mendapat sorot tajam dari sang bos.“Aku belum pernah mengurus surat perceraian!” Luciano mengingatkan dengan penekanan di kata terakhir.Sergio hanya menaikkan kedua bahunya sedikit. Dia pasrah saja apa yang ingin Luciano ucapkan. Tidak mau dianggap duda, tapi tidak mau pula menjadi suami dari istrinya selama empat tahun.“Pastikan dia tidak berani datang lagi ke mansion Karissa.” Mata Luciano sudah menyala sambil membayangkan bagaimana Karissa berbincang banyak hal dengan pria lain.“Tapi, Tuan.”“Kalau kau tak bisa. Biar aku yang melakukan!”Nampaknya Luciano lupa dimana mereka berada, sampai membuat Allerick bereaksi dalam tidur.“Momm ....”Luciano dan Sergio pun menatap ke
Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam, tapi Karissa masih berada di ruang kerjanya. Jadwal praktiknya memang belum selesai. Masih ada dua pasien yang harus dia tangani dalam dua jam ke depan.“Apa pasien Wendy sudah datang?” tanya Karissa pada asisten yang sedang membereskan ranjang periksa setelah pasien sebelumnya pergi.“Sebentar saya cek, Dok.”Wendy?Ah, Karissa jadi ingat Martha yang menyamar jadi Nyonya Wendy. Shiena menceritakan banyak soal itu, bagaimana Sergio mengatur semua supaya Allerick bisa meminum ASI dari ibu kandungnya.Dia memejamkan mata, bersamaan dengan rasa rindunya yang kembali muncul ke permukaan kala ingat putranya. Saat seperti itu ponselnya berdering pelan di atas meja. Dia langusng mengangkat tanpa melihat layar.“Halo?”Suara panik pengasuh Seraphina terdengar dari seberang. “Maaf, Nyonya. Saya sudah mencoba segalanya, tapi Nona Seraphina terus menangis. Kami tidak tahu apa yang membuatnya seperti itu. Dia menolak tidur, tidak mau mendengarkan musik
“Pancing raja keluar ... pancing raja keluar ....” Shiena terus mengucap beberapa kata yang terakhir Sergio ucapkan padanya.Kakinya mondar mandir di depan jendela kamar, sementara jarinya sesekali mengetuk dagunya kemudian menggaruk kepalanya. Karena kode itu belum bisa Shiena mengerti.“Serigala hitam itu tidak akan tinggal diam saat egonya terancam. Hhhhh ... apa itu tugas dari Sergio? Tapi kan apa maksud dia memberi tugas? Dia bahkan tidak mengenalku.”Shiena berhenti mondar mandir. Dia menjatuhkan tubuhnya ke ranjang empuk lalu melihat ke langit-langit.“Dia mengatakan aku jangan ingat apapun yang aku lihat di klub. Tapi dia memberiku tugas.”Tiba-tiba Shiena mengacak-acak rambutnya sambil berteriak. “Aaaaaaa! Aku pusiiiing!”“Oh, astaga. Mendadak aku krisis identitas. Aku sebenarnya ada dipihak Karissa atau Sergio? Kenapa aku harus menurut perintahnya?”Dia terus menimbang-nimbang. Kalau dia mengatakan apa yang dia lihat di klub pada Karissa yaitu pertemuan Sergio dan Vallen. Pa
“Aaaakh! Lepaskan aku! Aku bukan wanita panggilan!”Shiena nyaris menangis ketika seseorang menahan kedua tangannya di atas kepala, sedangkan kedua kakinya dihimpit oleh sesuatu yang mengganjal di pahanya.“Aku akan menembakmu kalau kau berani menyentuhku!”“Lepaskaannn!”“Haaaa! Mamaaa! Aku diperkosaaa!”Ruangan tidak terang. Hanya cahaya remang yang berasal dari satu lampu kecil di dekat pintu membuat Shiena tidak bisa melihat wajah pria di atasnya.“Aku mohon, jangan lakukan apapun. Aku memiliki penyakit menular. Kamu bisa diserang oleh bakteri treponema pallidum dengan jenis protozoa dan ektoparasit trikominiasis. Sungguh, masa depanmu akan suram kalau kamu – aaaaaa!”Sheina makin keras dalam berteriak saat satu tangan kekar pria tak dikenal itu meremas pinggangnya.“Aku seorang dokter. Jangan nodai aku. Aku mohon ....”Klik!Lampu utama tiba-tiba menyala. Terangnya membuat mata Shiena memejam beberapa detik, lalu dia buka perlahan. Sampai akhirnya dia bisa melihat siapa yang masih
“Sergio? Lelaki mesum itu? Bagaimana bisa dua Klan yang dulu saling bermusuhan, sekarang –“ Shiena menutup mulut dengan tangannya. Bukan hanya terkejut dengan segala kemungkinan, tapi ternganga karena apa yang dia lihat sekarang.Usai menerima segelas wine dari pelayan bar, Vallen tiba-tiba duduk di pangkuan Sergio. Hingga paha mulutnya terpampang jelas di hadapan pria itu.“Dia –“Dada Shiena naik turun. Ini terlalu jelas kalau hubungan keduanya sangat dekat. Dia buru-buru menyedot minumannya untuk menetralkan emosi. Ah, entahlah. Shiena merasa panas karena dia mengira selama ini Sergio tidak segila itu.“Pantas saja dia begitu mudah menciumku saat itu,” gerutu Shiena.Sedangkan di sofa VIP itu hanya ada Sergio. Dia bersandar santai. Satu tangan berada di bahu sofa, dan satunya memegang gelas yang sedang dia goyangkan isinya.“Apa Serigala betina mulai curiga?” ucapnya datar tanpa memandang Vallen. Serigala betina yang dia maksud tentu Karissa. Karena tidak mungkin membicarakan orang