“Aku nggak ada waktu mengurus hubungan kita!” ujar dingin Nadira.
Sesaat, Nathan membeku melihat reasksi Nadira yang di luar dugaannya. “Kita suami istri yang sah.”
“Anggap aja ini pernikahan nggak disengaja. Jadi jangan dibawa serius!” Nadira segera mengemasi pakaiannya.
“Mau kemana?”
“Ke rumah orangtua aku.”
Nathan tidak bisa membatasi apalagi melarang hak hidup Nadira karena saat ini pernikahan mereka tidak seperti pernikahan pada umumnya, jadi walaupun dirinya seorang suami, Nathan merasa saat ini posisinya bukan apa-apa.
Jadi, Nathan mengantar Nadira pulang ke rumah orangtuanya. Abdul dan Sinta segera memeluk Nadira tanpa henti seiring dengan tangisan.
“Ma, Pa, Dira akan tinggal di sini sekalian mengurus masalah Dira sama Dila.”
Sinta berkata lirih, “Mama sama Papa tidak pernah membedakan kasih sayang. Kami menyayangi kamu sama seperti menyayangi Dila walau kita selalu terpisah jarak dan kamu sudah diakui sebagai anak dari orangtua angkat kamu. Tetaplah di sini, Nak. Dan biarkan Dila dengan kehidupan barunya ....”
Nadira segere memerotes dengan santun, “Dira nggak bisa biarkan Dila terus jadi Dira, Ma!”
Abdul berkata, “Papa mengerti perasaan dan situasi kamu sekarang, tapi untuk menjaga keharmonisan keluarga, terutama kamu dan Dila, jadi lebih baik biarkan saja Dila.”
Nadira masih memerotes santun, tetapi kali ini dengan suara pelan karena seolah timbangan kasih sayang orangtuanya lebih berat pada Nadila, “Nggak bisa gitu ....”
Sinta kembali memeluk Nadira masih dengan suara lirih. “Untuk sementara ini biarkan saja Dila. Mama yakin, perlahan Dila akan menyadari kesalahannya. Kalaupun harapan kita tidak terhujud, tetaplah di sini Nak, tinggallah bersama kami. Kami sangat merindukan kamu ....”
Sejak dulu Nadira tidak pernah kekurangan kasih sayang dari orangtua angkatnya, tetapi hati kecilnya tetap merindukan kasih sayang dari orangtuanya, maka saat ini dirinya tenggelam dalam lautan kasih sayang ayah dan ibu biologisnya.
Malam kembali menyapa, saat ini Nadira mulai merasa nyaman berada di rumah sederhana yang dipenuhi kehangatan. Gadis ini tertawa dan bercanda bersama Abdul dan Sinta.
Nathan menyaksikan kebahagiaan di atas permukaan wajah cantik Nadira. Namun, hubungan pernikahan mereka masih mengambang. Laki-laki berusia 25 tahun ini mengerti posisi Nadira sekarang, tetapi dia tidak ingin berlarut-larut dalam hubungan tidak jelas.
Saat di dalam kamar, yang seharusnya dihuni olehnya dan Nadila, Nathan menyampaikan secuil isi hatinya pada Nadira, “Aku sudah menerima kamu sebagai istri aku. Apa kamu sudah bisa menerima aku?”
Nadira membuang udara cepat. “Aku lelah dan nggak ada waktu bahas hal kaya gini!” Dia membalik halaman buku milik Nadila yang tentu saja sangat berbeda dengan miliknya karena mereka mengambil jurusan berbeda, tetapi pendidikan selalu penting untuknya. Maka bagaimanapun caranya dia dituntut memahami materi.
Nathan menundukan wajahnya sesaat karena kembali mendapatkan jawaban tidak terduga, lalu membiarkan Nadira menyendiri.
Pada pagi harinya, Nadira memulai hari pertamanya di kampus tempat Nadila belajar. Ini bukan universitas favorit dan bukan universitas mewah seperti tempatnya mengenyam ilmu di luar negeri. Maka, Nadira sedikit kaku dan kesulitan karena fasilitas yang tersedia kurang lengkap.
Nadira menggerutu, “Perpustakaan ini sangat jelek. Kalo kaya gini aku jadi harus cari tambahan informasi buat tugas dan buat belajar!”
Nathan berdeham di belakang Nadira, lalu berbisik, “Jangan bilang perpustakaan kami jelek. Buku-buku di sini sangat banyak, kamu bisa mencari apapun, asalkan teliti!”
Nadira mendongak ke arah wajah Nathan. “Tempatnya nggak jelek, tapi buku di sini nggak lengkap, makannya aku kasih bintang satu buat tempat ini!”
Nathan tersenyum kecil setelah mendengar kritik pedas Nadira, lalu dengan tulus berkata, “Buku apa yang kamu cari?”
“Banyak. Jurusan aku sama Dila beda, jadi aku harus banyak belajar!”
“Izinkan aku membantu.” Wajah teduh Nathan sangat bersahabat dan sangat hangat, tetapi ekspresi itu aneh di mata Nadira hingga dia tidak ingin protes untuk mempersingkat pertemuannya dengan Nathan.
Nadira menggendikan bahunya tidak peduli. “Silakan!”
Sekitar tiga puluh menit Nadira harus menghabiskan waktunya dengan Nathan, dia juga harus banyak tersenyum kepada semua orang yang mengucapkan selamat atas pernikahan mereka.
Kebersamaan ini membuat Nadira lelah, tapi harus bagaimana lagi karena hidupnya seperti direset ulang.
Enam buah buku tebal sudah berada di atas meja, maka dengan tidak peduli Nadira mengusir Nathan, “Jangan dekat-dekat, aku mau belajar, aku harus konsentrasi!”
Nathan tidak marah. “Silakan. Tapi jangan lupa, satu jam lagi kelas saya. Saya dosen kamu.”
“Apa?”
Nathan meninggalkan perpustakaan dengan senyuman puas. Entah kenapa bersama Nadira lebih asik dan menantang dibandingkan dengan Nadila yang sangat feminim dan lembut. Laki-laki ini selalu menikmati sensasi bersama istrinya.
Satu jam berlalu sangat cepat hingga membuat Nadira kesal, “Aku belum mempelajari semuanya. Aku butuh waktu lebih banyak!” Maka gadis ini membawa semua buku, sebagian dimasukan ke dalam tas dan sisanya berada dalam pelukan.
Di perjalanan menuju kelas, Nadira dihadang oleh dua orang pria berdasi. Salah satunya berbicara dengan nada soft, tetapi raut wajahnya mengejek, “Mana hutang kamu? Kamu sudah berjanji akan membayar hari ini!”
Nadira memandangi wajah kedua pria itu dengan heran, “Siapa kalian?”
Salah satunya tertawa, lalu mencolek dagu Nadira yang dianggap sebagai Nadila. “Kami mengerti, pasti kamu tidak ingin teman-teman kamu tahu seberapa besar hutang kamu pada bos kami. Tapi akting murahan seperti itu sangat menjijikkan!”
‘Hutang? Dila punya hutang?’
“Mana bos kalian?” Wajah Nadira terangkat menantang hingga membuat kedua pria ini tidak percaya.
“Sekarang kamu sudah berani menatap kami! Wah-wah ... kamu semakin berani, tapi tidak heran karena orang berhutang akan lebih ganas.” Dagu Nadira kembali dicolek hingga gadis ini menepis kasar.
Nadira selalu bersuara tegas dan terdengar kuat walau harus menghadapi dua pria tinggi besar yang dikaruniai wajah tampan, tetapi tatapan mata mereka sangat kejam. “Berapa hutang Dila?”
“Kalo kamu lunasi hari ini jumlahnya hanya 390 juta, tapi kalau besok menjadi 391 juta!”
“Apa!”
Bersambung ...
Nathan tetap menjadi dosen, tetapi di sela-sela waktunya dia juga menjadi karyawan Sanjaya Gruf.Ini adalah hari pertama Nathan menggunakan name tag untuk akses masuk ke dalam peruhaan raksasa ini, sekaligus hari pertama duduk di ruangannya.“Ini seperti mimpi ....” Gelengan kepala menjadi awal hari pertama Nathan.Ketukan pintu halus mengudara, hingga sejenak, Nathan kalang kabut karena posisi barunya masih mengagetkannya. Dia bersuara, berusaha memperdengarkan wibawa. “Masuk.”Pintu segera terbuka lebar, tetapi orang yang berdiri di ambang pintu tersenyum sempit dan mengiris. “Kamu nggak tau diri!” caci Nadila tanpa aba-aba.Senyuman kecut adalah reaksi pertama Nathan. “Ada apa? Ini ruangan saya. Apa putri satu-satunya Tuan Sanjaya ingin tahu cara kerja saya ....” Senyumannya semakin melengkung, tetapi penuh ejekan.Nadila mendengus berang, kemudian menutup pintu dengan hati-hati hingga tidak tersisa celah angin sedikit pun. Dia berdesis tepat di depan wajah Nathan, “Keluar sekarang
Nadira duduk di atas kasur klinik ketika kedua manik matanya menatap Nathan dengan cemas karena suaminya sedang menggeram penuh amarah.“Nadila emang keterlaluan. Dia udah bukan manusia!” hardik Nathan dengan suara cukup lantang.Pergelangan Nathan digenggam Nadira saat jemari suaminya mengepal kasar hingga otot-ototnya timbul ke permukaan. “Sudah ....” Suaranya lembut dan cemas.Tatapan Nathan mengarah lembut pada kedua mata indah Nadira. Lalu bertanya dengan nada selaras, “Kenapa kamu nggak ngelawan? Biasanya kamu bengis, kan.” Satu alisnya terangkat heran.Mendengar ucapan Nathan membuat bibir Nadira sedikit mengerucut. “Cara lawannya gimana? Kalo aku labrak dia bisa-bisa satpam langsung amankan aku!”Nathan mendengus geram karena kali ini kekuasaan ada dalam genggaman Nadila, tetapi segera mengondisikan amarahnya saat kembali menatap Nadira. “Ya udah, mendingan sekarang pastiin dulu kondisi kamu, baru kita pulang ....”Nadira segera mengarahkan cermin pada wajahnya untuk menyelidi
Lift mulai naik ke lantai atas. Nadira tidak sendiri, ada beberapa karyawan wanita yang juga bersamanya. Ketiga wanita itu sangat stylish jadi sedikitnya berhasil membuat si princess insecure.‘Gini rasanya jadi orang kecil ....’Seorang wanita menyodorkan gelas berisi kopi yang masih cukup penuh pada Nadira. Dia berkata santun, “Mbak, maaf bisa tolong buangkan ini? Saya sedang buru-buru ke ruang rapat.”Seketika Nadira mengangguk kecil dan meraih gelas cup. Lift terbuka, semua orang meninggalkan ruangan sempit itu termasuk Nadira yang masih memegangi kopi.Baru saja beberapa langkah, Nadira sudah dikagetkan karena mendengar suara yang tidak asing.Tatapan Nadira segera mengarah pada sumber suara. Sekarang di hadapannya, Nadila sudah berdiri angkuh dengan tatapan mengejek, “Segitunya yang nggak mau berbagi!”Tatapan Nadira
Hari ini Nathan kembali mendapatkan undangan dari Sanjaya Gruf yang sudah tergeletak di atas meja.Namun, mata hitam legam Nathan mendelik penuh keanehan kala membaca untaian kalimat formal di atas kertas putih. “Tuan Sanjaya membatalkan rencana kontrak?”Nathan ingin memastikan keaslian kertas ini karena tidak mungkin Sanjaya adalah pribadi yang plin-plan, tetapi terdapat cap resmi di atas tanda tangan pria hebat tersebut.“Apa ini ulah Dila atau Tuan Sanjaya sudah tahu laporan yang aku kirim palsu?”Dua buah pertanyaan besar ini mengisi seluruh kepala Nathan, tetapi dipikirkan berapa kali pun dia tidak mendapatkan jawaban. “Aku harus cari tau.” Nathan menjeda untuk berpikir. “Tapi kenapa aku cari tau kalo udah jelas Tuan Sanjaya membatalkan kontrak?” Kini, isi kepalanya berputar memikirkan hal baru ini.Nathan bukan pria yang tidak dapat memecahkan masalah seorang diri, tetapi untuk hal ini dirinya membutuhkan kerjasama dan komunikasi dengan Nadira, tapi saat ini istrinya sedang ti
Seketika, Nathan terhenyak. “Loh, bukan punya kamu?”Nadira mendengus masih dengan tatapan memicing tajam. “Punya siapa?” Nada suaranya menginterograsi. Tapi sebelum Nathan menjawab, dia mengungkapkan kekesalannya, “Kita emang nggak saling suka, tapi pernikahan ini nggak boleh dirusak sama perselingkuhan kamu. Aku nggak mau Mama sama Papa sedih!”“Eh, jangan salahpaham!” panik Nathan. “Aku juga nggak tau kenapa ada lipstik di tas aku ....”“Mana ada orang selingkuh ngaku!”“Serius!”Raut wajah Nathan menjadi satu-satunya pusat perhatian Nadira karena harus membaca kejujuran atau kebohongan pria di hadapannya.Nadira mendapatkan jawaban memuaskan lewat ekspresi wajah suaminya, hanya saja dia masih berburuk sangka. “Pinter banget akting kamu!”“Sumpah!”Seketika, Nadira dibuat lebih kesal setelah mendengar jawaban Nathan yang itu. “Ish!”“Serius, aku nggak tau apa-apa.”Kini, Nadira memilih mengakhiri argumentasi tidak penting ini karena jawabannya sudah jelas jika itu milik Nadila hany
“Aku udah denger kalo Papa rekrut kamu jadi karyawan. Tapi jangan pernah kamu terima!” ucap Nadila pada Nathan bersama tatapan memicing mengiris.Nathan menyunggingkan setengah bibirnya dengan ekspresi datar. “Keputusan ada di aku, bukan di kamu.”Segera, Nadila mendengus seiring mencondongkan tubuhnya ke arah Nathan yang duduk di hadapannya. “Jangan ngawur. Kamu mau rahasia aku sama Dira terbongkar!”“Itu rahasia kamu. Dira sih biasa aja, malahan dia bersyukur banget kalo rahasia kamu terbongkar.” Lagi, Nathan menyunggingkan bibirnya. Kali ini bermakna mengejek.Nadira menambah volume suaranya dan terkesan mengancam, “Jangan gegabah. Dan aku nggak akan biarin kamu jadi karyawannya Papa!”Lagi, Nathan menyunggingkan setengah bibirnya. “Bener kata Dira.”Segera, ujung mata Nadila semakin mengiris. “Apanya? Tapi aku nggak peduli. Jangan bawa-bawa Dira. Ini urusan kita!”“Dira bisa baca karakter dan tindakan kamu,” ucap datar Nathan.“Ck. Jangan sok suci! Bukan cuma aku yang gila harta,
Malam ini tidak terjadi apapun antara Nathan dan Nadira karena setelah si gadis tanpa sengaja meruntuhkan benteng yang dibuatnya, dengan cepat dia membangun kembali bahkan lebih kokoh karena boneka yang semula berjajar di meja, berpindah tempat ke atas tempat tidur.Senyuman kecut Nathan segera berkembang singkat saat menelan kecewa karena isi kepalanya tidak terhujud, tetapi apa daya, hingga saat ini tidak ada cinta antara mereka. Bahkan title ‘Pernikahan mendadak’ selalu menari-nari.Siapa sangka, pagi harinya Nadila menghubungi untuk mengajak Nathan bertemu secara empat mata.Nathan menerima undangan dari Nadila tanpa melibatkan Nadira karena dia takut ini adalah jebakan Sanjaya yang sudah tahu tentang laporan palsunya.Cafe ekslusif adalah tempat yang dipilih Nadila hingga menambah kecurigaan Nathan, tetapi pria ini tetap melangkah apapun resikonya.Sementara di kampus, Nadira mendapatkan perundungan dari Vika. Gadis ini masuk ke dalam jebakannya setelah Vika menyimpan surat pangg
Nathan mengirimkan chat pada Nadira saat dirinya senggang, bahkan dia rela menunggu istrinya hingga menyelesaikan materi dan memerintah menemuinya di ruangan.“Tumben suruh aku kesini.” Nadira duduk santai di hadapan Nathan seiring menyeruput jus jeruk yang dibelinya dari kantin walau tidak yakin ini higienis, tetapi uang saku dari Nathan tidak banyak, tidak cukup untuk membeli camilan di restoran.Sementara, Nathan memasang tatapan serius dengan nada suara sedikit tegang. “Ada hal penting yang harus aku omongin ke kamu.”Jus jeruk masih diseruput dengan tenang oleh Nadira. “Sepenting apa?” Dia hanya melirik sekilas.“Sangat penting!” Tatapan Nathan berubah memicing tajam.Kali ini tatapan Nadira hanya tertuju pada Nathan. Pun, ujung matanya sedikit memicing. “Tentang apa?”“Sanjaya Gruf!” lugas Nathan hingga membuat kedua bola mata Nadira melebar dan membulat sempurna.“Apa!” Mulut Nadira menganga lebar.Selama beberapa detik, Nathan mengambil udara hingga paru-parunya terisi penuh,
Nathan kembali saat langit hampir gelap, hari ini dia pulang lebih awal dua jam. Nadira adalah orang pertama yang diajaknya berbicara. “Gimana kabar kamu sekarang, udah baikan?” Tatapannya selembut suaranya.“Baik banget!” Nadira menjawab dengan ceria.“Syukur deh.” Nathan senang mendengarnya, tetapi dia enggan memberi tahukan Nadira tentang undangan dari Sanjaya karena mungkin akan kembali merusak suasana hati istrinya.Hingga malam tiba, Nathan tidak pernah membicarakan rencana pertemuannya dengan Sanjaya karena Nadira sedang sangat ceria, bersendau gurau dengan orangtuanya.Lalu, tiba waktu pertemuan. Nathan mengunjungi cabang Sanjaya gruf yang letaknya tidak terlalu jauh dari kampus. Itu adalah tempat pertemuan yang tertera dalam undangan.Sementara, hari ini Nadira tetap di kampus, dia tidak tahu jika suaminya pergi diam-diam.Undangan ditunjukan pada satpam hingga memudahkan Nathan mendapat akses masuk ke perusahaan raksasa ini.Seorang karyawan wanita berkata pada Nathan seusai