Share

7. Jangan Ragu!

Setelah memastikan tak ada lagi pasien yang menjalani terapi di rumah sakit, Yuna terkadang mendapatkan panggilan untuk melakukan terapi dan latihan fisik dari beberapa pasien VIP. Dokter cantik itu bergegas menuju kantor Jason dengan hati yang berdebar. Ia menatap gedung yang menjulang tinggi di antara bangunan pencakar langit di sampingnya.

ABR Group Company … nama yang terukir di paling atas gedung di hadapan Yuna. Ia menghela napas panjang sebelum membawa masuk kendaraannya dalam parkiran basement gedung tersebut. Hatinya tiba-tiba terasa panas, mengingat parkiran yang tengah ia tuju sekarang adalah tempat dirinya mengetahui kebusukan mantan suami dan mantan sahabatnya.

“Sial, kenapa parkiran di luar gedung penuh dan aku harus melewati tempat paling menyakitkan dalam sejarah hidupku,” umpat Yuna kesal, seraya mencengkram erat stir mobilnya.

Sebisa mungkin Yuna menghindari lantai dua ... tempat kejadian tersebut. Akan tetapi lantai dasar basement tempat parkir itu sudah penuh, terpaksa ia membawa kendaraannya berputar menuju lantai dua. Sialnya lantai tersebut pun penuh, mau tak mau ia harus terus melaju dan memutar untuk naik ke lantai tiga.

Dadanya terasa nyeri saat melewati tempat ia tak sadarkan dulu. Yuna mencoba terus mengatur napasnya agar dadanya tak terasa sesak. Perjuangan Yuna akhirnya berakhir. Ia menemukan tempat yang kosong di lantai tiga dan dekat dengan pintu lift masuk gedung.

Setelah memastikan kendaraannya dalam keadaan netral, lalu menarik tuas rem tangan. Ia merogoh tas tangannya dan mengeluarkan peralatan make up-nya. Yuna meratakan permukaan wajahnya agar terlihat lebih merata dengan bedak padat, lalu mengoleskan tipis lipstik warna pink cerry.

“Sempurna!” Yuna memuji penampilannya melalui pantulan cermin di atas kepalanya.

Sebelum keluar, ia merapikan rambut kecoklatannya agar tergerai rapi. Tak lupa ia menyemprotkan minyak wangi beraroma segar untuk menambah kepercayaan dirinya. Dokter cantik itu semakin terlihat menawan dan anggun dengan jas putih kebanggannya.

Yuna berjalan dengan jantung berdebar. Ini adalah permulaan untuk merubah nasib dan masa depannya. Sepanjang jalan ia mengatur napasnya, menyiapkan diri jika tetiba berpapasan dengan dua bajingan yang sudah menghancurkan hidupnya di masa depan.

Setelah Yuna bertanya pada bagian informasi, ia diantar menuju ruang kerja sang CEO pemilik gedung tersebut. Gugup, itulah yang paling mendominasi dirinya. Namun, setelah berkali-kali mengatur napasnya ia akhirnya bisa sedikit lebih tenang.

“Silahkan masuk, Dokter!” ucap karyawan yang mengantarnya tadi ramah, setelah pintu lift terbuka.

Karyawan itu menjelaskan padanya untuk terus berjalan lurus melewati lorong di hadapannya. Yuna memberi semangat pada dirinya sebelum melangkah maju penuh percaya diri. Dokter cantik itu bahkan menegapkan bahunya serta menaikkan sedikit dagunya menunjukkan kepercayaan dirinya.

Tiba-tiba tempo langkah kakinya Yuna melambat saat melewati ruangan berisi staff karyawan. Indera penglihatan dokter cantik itu langsung menangkap keberadaan Ryan yang tampak serius dengan layar datar di hadapannya. Yuna menselancarkan pandangannya mencari keberadaan sahabat munafiknya.

“Yuna?” Sebuah panggilan namanya langsung menghentikan langkah kakinya.

Dokter cantik itu mengenali pemilik suara tersebut. Siapa lagi jika bukan Vina. Yuna pun refleks memutar tubuhnya, menuju arah suara.

“Ternyata benar kamu,” seru Vina dengan tatapan riang.

Vina lantas berjalan cepat dan menghambur, memeluk Yuna ringan. Napas Yuna terasa terhenti dan tubuhnya seolah tersentak. Ia enggan membalas pelukan Vina, hingga akhirnya sahabat munafiknya itu melepaskan pelukan tersebut.

“Mm ... kamu mau nemuin Ryan?” tanya Vina terdengar ragu.

“Nggak, aku ada perlu sama ...,” jawab Yuna, tetapi langsung terhenti. Indera penglihatan Yuna menangkap sosok asisten pribadinya Jason—Adam.

“Pak Adam!” panggil Yuna langsung.

Untunglah Adam menolah dan langsung tersenyum padanya. Kedua netra Vina menatap Yuna penuh tanya. Yuna lantas menepuk pundaknya, sengaja membuat wanita itu penasaran.

“Aku ke sana dulu, ya.” Yuna berkata sedikit cepat, lalu memberikan senyuman singkat pada Vina.

Yuna tak memberikan kesempatan pada Vina bertanya. Ia ingat sekali, dulu Vina dan Ryan menentangnya untuk menerima tawaran Jason. Semua sifat buruk CEO lumpuh itu dibeberkan hingga nyali Yuna menciut.

Kali ini, ia tak peduli dengan semua itu. Yuna hanya perlu menyimpulkan semua sikap Jason yang dingin dan terkesan angkuh itu sebagai cara untuk membentengi rasa takutnya. Benar, Jason pasti ketakutan mengetahui kakinya lumpuh.

“Selamat siang, Tuan Jason,” sapa Yuna penuh hormat seraya membungkukan sedikit tubuhnya setelah Adam membawanya masuk dalam ruangan CEO itu.

Jason hanya mengangguk dan tersenyum tipis, tetapi singkat. CEO tampan itu mengulurkan tangannya pada sofa di depan meja kerjanya. “Silahkan duduk,” ucapnya ramah.

Yuna mengangguk sopan, lalu berjalan menuju sofa berwarna karamel. Jason menggerakan kursi rodanya seorang diri menghampiri Yuna, sementara Adam keluar dari ruangannya untuk mengambil berkas kontrak. Tak membutuhkan waktu lama, Adam sudah kembali dan memberikan dua map untuk Jason dan tamunya.

“Langsung saja, saya akan menjelaskan isi kontraknya secara singkat,” ucap Adam ramah. “Tuan Jason sebagai pihak pertama dan Dokter Yuna sebagai pihak kedua. Dokter dikontrak selama satu tahun, dengan tugas merawat dan mengobati Tuan Jason,” jelas Adam santun.

“Silahkan baca rincian ketentuannya! Jika ada yang perlu dipertanyakan, katakan saja jangan ragu!” Jason menambahkan seraya menatap tegas pada Yuna.

Dokter cantik itu mengangguk dan memeriksa setiap kata yang tercantum di sana. Jari telunjuknya bahkan mengeja setiap katanya, memastikan ketelitiannya. Hingga gerakan tangannya terhenti pada poin 17.

Yuna hampir tersentak, ia mengulang kembali kalimat pada poin tersebut. “Pihak kedua diharuskan tinggal di rumah pihak pertama,” ujarnya membaca lantang poin tersebut, lalu menatap Jason dan Adam secara bergantian.

“Benar, Dok. Dokter diharuskan tinggal di rumah Tuan Jason untuk memastikan kondisi kesehatannya. Bukan hanya itu saja ... bukankah itu memudahkan proses pengobatan dan terapi, serta latihan yang akan dokter berikan. Jika terjadi kondisi darurat pada Tuan Jason, Dokter Yuna bisa langsung sigap, ‘kan.” Adam menjelaskan dengan detail.

Sayangnya Yuna masih memberikan tatapan bingung. Perlahan ia menggerakan kedua bola matanya pada arah Jason. CEO tampan itu memberikan tatapan tegas, tak terbantahkan. Ia berdeham pelan mencoba mengurai rasa bingungnya.

Sejujurnya bukan bingung, tetapi pikiran Yuna bercabang. Seingatnya sebelum menikah ia selalu tinggal di rumah bersama ayah dan pamannya. Bagaimana bisa Yuna tinggal di rumah seorang pria.

Ya, Jason memang dalam keadaan lumpuh, tetapi bagian tubuh lainnya masih normal. Yuna mendadak bimbang. Ia terus mencoba menepis semua pikiran buruknya.

“Bodoh! Apa yang kamu pikirkan, Yuna!” umpat Yuna dalam hati. Kenapa otaknya harus menyimpulkan ke arah sana. Tugasnya menjadi dokter pribadi Jason dan membuat lelaki tampan itu sembuh.

“Jika Anda keberatan, tidak masalah. Masih banyak dokter lain di luaran sana. Saya mencari seorang dokter pribadi, karena itulah dia harus bisa mengabdikan dirinya pada saya, tentunya dengan memberikan fasilitas terbaik untuk kenyaman dokter pribadi saya kelak!” ucap Jason tegas membuyarkan renungan Yuna.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status