Share

8. Meyakinkan Keputusan

“Saya menerimanya, Tuan Jason.”

Yuna menerima tawaran itu dengan yakin, pada akhirnya. Bagaimana pun, ia tak boleh menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Di luar ruangan itu ada Ryan dan Vina yang menjadi pasangan munafik. 

Gadis itu harus berada di atas mereka untuk menunjukkan jika kali ini ia bukan lagi Yuna yang lemah dan bisa dengan mudah dikelabui mereka. 

Alis Jason naik, lelaki itu terlihat kebingungan dengan penerimaan Yuna yang terkesan terburu-buru.

“Tolong jangan salah paham, Tuan. Saya adalah anak perempuan tunggal yang tinggal dengan ayah dan paman. Minggu lalu ayah saya baru saja meninggal.” Yuna mencoba memberikan alasan yang menurutnya masuk akal. “Jadi, saya memikirkan, apakah paman saya bisa memberikan izin untuk saya tinggal di rumah Tuan Jason?” 

Jason mengubah ekspresinya menjadi lebih lembut. Lelaki itu memandang Yuna dengan tatapan sendunya kali ini. “Saya turut berduka atas meninggalnya ayahmu. Maafkan saya,” ucapnya hati-hati.

“Tidak apa-apa, Tuan. Saya sudah tegar dan kuat, itulah sebabnya saya kemari untuk menerima tawaran Tuan Jason,” sahut Yuna cepat. Ia lantas menghirup oksigen sebanyak-banyaknya agar kedua bola matanya tak berembun, apalagi menitikkan air mata. “Saya ingin mengubah masa depan. Dan menerima tawaran dari Tuan Jason adalah keputusan awal saya untuk memulainya,” sambung Yuna jujur, walaupun ia tak sepenuhnya jujur dengan alasan sesungguhnya.

“Lalu, paman Anda?”

“Saya akan berusaha meyakinkan paman saya agar diberikan izin.”

Yuna lantas memberikan senyuman penuh keyakinan. Tentu saja Jason pun membalas senyuman dokter cantik itu dengan tulus. 

Tiba-tiba kedua bola mata Yuna berbinar. Senyuman Jason benar-benar tulus, hingga wajah tampannya terpancar jelas. Jantung gadis itu tiba-tiba berdegup kencang. 

Sungguh, baru kali ini ia melihat senyuman termanis yang dimiliki seorang laki-laki.

‘Sepertinya dia tahu kelebihannya. Pantas saja Tuan Jason jarang tersenyum. Para wanita  bisa menyerbu pria itu jika sadar senyumannya begitu indah,’ batin Yuna semakin melebarkan senyumannya.

Akan tetapi, Yuna segera memindahkan fokus matanya pada map di tangannya sebelum Jason menyadari dirinya terpana akan senyuman lelaki tampan itu. 

Dokter cantik itu kembali memeriksa persyaratan selanjutnya. Hingga halaman terakhir, tak ada yang diragukan Yuna.

“Bagaimana? Apa ada yang perlu ditanyakan, Dok?” tanya Adam menyadarkan Yuna.

“Tidak ada, semuanya tercantum dengan jelas dan bisa saya mengerti semuanya,” jawab Yuna santun diakhiri senyuman manisnya.

“Baguslah, lebih cepat lebih baik. Jadi, Dokter bisa segera tinggal di rumahku,” celetuk Jason santai.

“....” 

Yuna dan Adam hampir tersentak. Keduanya refleks menoleh pada Jason. CEO tampan itu mengerutkan keningnya heran. Tak lama, ia seolah dapat mengartikan tatapan keduanya.

“Maksud saya, jika sudah di rumah, bukankah saya akan lebih mudah untuk menjalani terapi? Bukankah hari ini saya juga harus menjalani fisioterapi? Saya ingin melakukannya di rumah,” jelas Jason lugas.

“Saya mengerti, Tuan Jason. Tuan pasti khawatir dan cemas dengan kondisi tubuhnya. Apakah saat ini ada bagian tubuh yang dirasa sakit?” tanya Yuna mencoba mengartikan penjelasan CEO lumpuh itu.

Yuna lantas mengeluarkan beberapa peralatan medis dari tas tangannya. “Izinkah saya memeriksa kondisi kesehatan Tuan terlebih dahulu.”

Dokter cantik itu menggeser posisi duduknya mendekat pada Jason. Ia lantas meminta lelaki tampan itu mengulurkan tangannya untuk memeriksa tekanan darah serta detak jantungnya. Wajah Jason yang semula dingin tiba-tiba tampak gugup.

Akan tetapi, Jason tak bisa berbuat apa pun atau menolak. Yuna sudah lebih dulu meraih tangannya dan memasangkan cuff atau manset yang dililitkan pada lengan. Untuk mengurangi gugupnya Jason berdeham pelan, hingga akhirnya Yuna menyadari saat memeriksa detak jantungnya dengan stetoskop.

“Irama jantung Anda tidak beraturan, Tuan. Apa ada yang Anda rasakan?” cicit Yuna cemas.

Sontak saja Jason menoleh dan menatap tepat pada wajah dokter cantik itu. Kedua bola mata mereka bertemu dalam beberapa detik. 

Ada perasaan aneh pada keduanya, seolah waktu tiba-tiba berhenti.

“Aku baik-baik saja.” Cepat-cepat Jason mengalihkan pandangannya ke arah lain. “Singkirkan alat itu dari dada saya!” titah lelaki itu seraya menepis tangan Yuna.

“Maafkan saya, Tuan. Saya hanya ingin memastikan kondisi pasien saya dalam keadaan baik,” sahut Yuna memasang wajah penuh sesal, tetapi ada rasa penasaran dalam hatinya.

Sayangnya Yuna bingung, perasaan apa hingga membuatnya sedikit salah tingkah. 

Untunglah monitor tekanan darahnya sudah menunjukkan hasil. 

Cepat-cepat Yuna melepaskan manset pada lengan Jason sembari membaca hasilnya.

“Tensi darah Tuan Jason normal. Dan detak jantungnya ....” Suara Yuna mendadak tercekat saat ia hendak membacakan hasil tensinya.

Pasalnya pada monitor tergambar jelas seluruh hasil pemeriksaan. Fokus Yuna tertuju pada hasil detak jantung dengan simbol hati. Dokter cantik itu bukanlah orang bodoh, ia tahu kondisi jantung dengan kondisi seperti itu.

Akan tetapi, segera ia menepis pikiran anehnya. Tidak mungkin Jason tengah salah tingkah atau gugup, wajahnya saja terlihat tegas dan penuh wibawa, pikir Yuna. Segera, ia memerintahkan otak dan pikirannya untuk mencari jawaban lain.

“Sepertinya sudah mendekati jam makan siang, karena itulah kondisi detak jantung Tuan tidak normal.” Yuna tersenyum pada dirinya sendiri yang bisa dengan mudah mencari alasan. “Jangan lewatkan makan siang Anda, Tuan Jason.”

Dokter cantik itu pun memberikan senyuman manis untuk Jason. CEO itu tertegun sebentar menatap senyuman Yuna. Kemudian ia mengalihkan pandangannya ke arah lain.

“Benar juga, sebentar lagi jam makan,” ucap Adam seolah menyelamatkan ekspresi Jason yang tampak bingung. “Kalau begitu saya permisi sebentar, memesankan makanan untuk Tuan Jason.”

“Tunggu!” Adam berhenti saat Jason berkata demikian. “Pesankan juga untuk Dokter Yuna! Dia akan makan siang di ini dengan saya.”

Kedua bola mata asisten pribadinya membesar. Adam hanya ingin memastikan dirinya tak salah dengar, sebab sejauh ini Jason selalu makan seorang diri dan tak menyukai keberadaan orang lain jika sedang menikmati kesendiriannya.

Melihat ketegangan dan juga kebingungan di wajah Adam, mendadak Yuna pun tergagap. “Ti—tidak usah, Tuan! Saya bisa makan siang di luar sembari pulang ke rumah sakit.” 

Ia bahkan menggerakkan kedua tangannya di depan dada, mengisyaratkan penolakan.

“Tolong jangan menolak! Saya ingin mendengar lebih lanjut tentang kondisi kesehatan saya,” sahut Jason lugas. Ia lalu menoleh pada Adam yang masih memasang wajah bingung. “Tunggu apa lagi,  kenapa kamu masih berada di situ? Segera siapkan makan siang untuk saya dan Dokter Yuna!” 

“Ah, maafkan saya, Tuan. Saya permisi dulu!” sahut Adam langsung, lalu membungkuk hormat sebelum memutarkan tubuhnya dan keluar dari ruangan tersebut.

Sepeninggalan Adam, suasana dalam ruangan tersebut mendadak senyap dan suhu udara seolah bertambah dingin. Keduanya tampak canggung, terutama Yuna. Ia melirik sebentar pada Jason yang tengah membuka kembali map perjanjian mereka.

“Tak usah cemas! Saya yang akan berbicara dengan paman Anda agar memberi izin Dokter untuk tinggal di rumah saya,” ucap Jason santai, seolah menyimpulkan isi pikiran Yuna.

Tentu saja dokter cantik itu tampak terkejut. Bukan itu yang sedang ia pikirkan saat ini. “M—maksud, Tuan?” tanya Yuna mendadak curiga.

Jason menoleh dan menatap heran pada Yuna. Ia lalu menutup map di tangannya tanpa mengalihkan pandangannya dari wajah Yuna. Dokter cantik itu refleks menundukkan wajahnya, menyembunyikan rasa curiga dan terkejutnya.

“Bukankah sebelumnya kamu yang mengatakan menyetujui kontrak ini, tetapi cemas jika pamanmu tak memberi izin jika kamu harus tinggal di rumahku. Ada yang salah dengan perbuatanku? Kamu sepertinya tak percaya padaku?” papar Jason lugas, bahkan ia memberikan penekanan pada setiap kalimatnya.

Dalam hati, Yuna kembali didera kebingungan. ‘Ada apa ini? Kenapa aku merasa Tuan Jason seolah memaksa?’

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status