Mas Fatih mencoba bangkit meski setelah itu ia terhuyung ke dekat ibu, untunglah segera ditahan oleh kedua tangan beliau, kalau enggak, bisa aja Mas Fatih akan kejedot pintu sampe kepalanya bocor."Heh kamu kenapa Fatih?" tanya Ibu, sambil menyeret Mas Fatih ke atas sofa.Keringat dingin mulai membasahi kemeja yang dikenakan Mas Fatih, wajahnya makin pucat dan dingin."Hasan kenapa ini Mas mu?" Cemas Ibu bertanya."Sawan kali, Bu." "Hasan! Bisa gak kamu serius? Kayaknya Mas kamu mau mati deh San, tubuhnya dingin begini."Etdah emakku kalau ngomong malah tambah parah, tapi kalau lihat kondisi Mas Fatih sih emang kayaknya lagi sakit serius yang banget banget kalau kata ciwik mah."Kamu ambil minum sana Hasan!" Aku setengah berlari ke arah dapur, untunglah kontrakan ibu hanya seper-umprit rumah Asmi, jadi antara dapur dan ruang depan cukup hanya dengan 10 langkah doang sampe."Ada apa sih, Om?" tanya Mia keluar dari kamar saat aku kembali ke depan."Om Fatih mau mati Mi." "Heh astagf
"Ya udah Fatih kamu istirahat aja dulu di sini, jangan pulang dulu, biarin tuh si Andin yang otaknya matre itu sendiri di rumah," kata Ibu lagi.Lah otak matre katanya? Apa kabar dengan ibu yang juga begitu, matre teriak matre dong namanya. Haha."Alfaa!!" Teriakan seseorang mengejutkan kami semua. Tak salah lagi, suaranya seperti Kak Angga. Ia pasti sedang mencari Kak Alfa dan anak-anaknya yang kabur dari rumah.Akhirnya kami yang tengah mengobrol bangkit keluar, kecuali Mas Fatih, ia kembali berbaring di atas sofa pajang."Angga, jangan teriak-teriak begitu kamu!" sentak Ibu.Mata Kak Angga langsung menyilet ke arah Mia tanpa mempedulikan ibu. "Dasar kalian, anak dan istri sama aja, tak tahu diuntung, ngapain kalian di sini pagi-pagi?" sentaknya sambil menarik tangan Mia ke arahnya.Mia berusaha melepaskan cengkraman tangan Kak Angga, anak itu memang sangat pemberani, kuacungi ia jempol, walau masih belasan tahun tapi jika dilihat dari cara bersikap dan berpikirnya Mia itu memang
Aku berlari cepat menuju ruangan kerja, di ruang itu biasanya Asmi mengecek hasil laporan toko dari karyawannya atau sekedar melakukan video call untuk memastikan semuanya baik-baik saja.Rasa penasaran dan khawatir menggebu dalam dadaku, lebih-lebih saat Hanum terus berteriak seperti orang gila.Darrr. Kutendang pintu yang sedikit terbuka dan rusak slotnya itu, aku terkejut bukan main saat melihat Kak Angga sedang ada di sana.Ia tengah berusaha menepis pukulan sapu yang dilakukan Hanum padanya.Sementara istriku sudah terkulai pingsan di atas sofa yang berantakan, bajunya robek-robek seperti seseorang sudah menariknya paksa.Buku-buku, kertas, bantal sofa dan semua barang-barang yang ada di sana berhambur berantakan.Astagfirullah, apa jangan-jangan si buaya itu ...?Aku cepat berlari ke arah istriku, kulepas baju kaos yang tengah melekat di badanku, sementara Hanum masih terus menghantam wajah si buaya itu dengan gagang sapu, kugunakan kesempatan itu untuk menyelimuti istriku denga
"Kak Hasan, hubungi Bu Sarah sama om Asra," kata Hanum di sampingku.Benar, segera kurogoh saku kolorku mengambil benda pipih itu dan mulai menelepon beliau."Apa?! Serius, Cep? Ya Allah anakku."Kudengar isak tangis mertuaku pecah di jauh sana."Nanti Ibu ke sana tapi tunggu papanya si Neng datang dulu, ini mau segera Ibu kabari dulu, Cep," kata Ibu mertua seraya menutup teleponnya.Asmi masih ditangani di dalam, aku dan Hanum menunggu dengan harap-harap cemas. Tak lama kudengar suara hospital bed didorong, diiring isak tangis seseorang yang sepertinya tidak asing bagiku."Suara siapa ya?" Aku mencoba mengingat, tapi segera pudar saat kulihat ibuku dan Mia yang datang dari luar bersama beberapa orang perawat.Aku berdiri saking terkejutnya melihat mereka yang dengan wajah cemas."Tolong selamatkan anak saya Suster jangan sampe dia mati," histeris Ibu.Ternyata yang ada di atas hospital bed itu adalah Mas Fatih. Para perawat juga mendorong Mas Fatih ke ruang UGD."Bu, Mas Fatih kenap
Mia diam menatap ibuku, hak marah atau membantah, mungkin anak itu juga setuju pada ucapan neneknya. Mia tampak sudah menyadari dan menerima diri bahwa kenyataannya bapaknya itu memang seorang yang jahat dan gak bisa dimaafkan lagi.Ibu dan papa mertua datang tergopoh-gopoh, napas mereka tersengal-sengal lalu berhenti tepat di dekat kami sambil memegangi kedua lututnya."Gimana si Neng, cep? Di mana dia sekarang?" tanya Ibu mertua, wajahnya terlihat panik dan pucat seraya terus berusaha mengatur napas yang memburu."Masih di dalem Bu, belum sadarkan diri, tapi udah ditangani.""Dokter belum bilang apa-apa?" Papa mertua yang bertanya."Tadi ...."Nyes, hatiku kembali sesak dan nyeri, rasanya aku gak bisa bicara lagi, bayangan Asmi masih belum sadarkan diri di ruang itu membuatku ingin menangis lagi, tapi sebisanya kutahan di depan mereka, aku takut mereka tambah khawatir sama Asmi."Sudah sudah tenang!" Papa mertua menepuk pundakku, beliau tak lagi meminta jawaban apa-apa dariku.Seor
Pov Author.Anggara Buaya adalah nama yang disematkan padanya sejak kecil. Namun ia tak menyangka gelar buaya benar-benar menjadi julukannya kali ini.Anggara Buaya adalah seorang pria yang berambisi dengan kecantikan banyak wanita, dirinya kerap tak sanggup menahan hasrat jika matanya melihat wanita cantik sedikit saja. Lebih-lebih Alfa-istrinya kini mulai tak elok dipandang, bagi Angga Alfa sudah tua dan tak mengasyikan seperti dulu.Alfa sering memakai daster kumel dan basah, rambutnya sering hanya digelung dan bahkan sering acak-akan, memang kalau soal keuangan Alfa sangat pandai, wanita itu mampu menabung banyak uang dan emas selama menikah dengan Angga, tapi sayangnya Alfa terlalu mudah untuk dibohongi oleh Anggara.Seringkali Angga meminta semua tabungan istrinya itu untuk kesenangan pribadi yang tak diketahui Alfa.Angga selalu berdalih menjalankan bisnis dan investasi dengan uang tabungan itu, padahal semua uang itu Angga gunakan untuk bermain perempuan di tempat hiburan.Tak
"Kurang ajar kamu Dek, gak usah melawan cuma sebentar saja," kata si Anggara.Hap, Asmi kembali dipeluknya. Napas Asmi tersengal, kedua kakinya lemas sebab sudah sangat kelelahan mengeluarkan semua energinya untuk melawan. Sementara Angga terus memepetnya."Ibu ...." Asmi menitikan air mata, di moment itu Asmi teringat pada ibunya, Bu Sarah yang masa lalu nya punya kisah kelam. Bughh. Entah punya kekuatan dari mana Asmi menendang Angga hingga pria itu terhuyung ke lantai.Asmi kembali berteriak, di luar ruangan Hanum turun dan mendengar kakak iparnya berteriak. Ia membanting kerinjang bekas cucian lalu menghampiri ruang kerja itu."Kak Asmiiii Kakak kenapa, Kak?" Hanum berteriak dan menggedor pintu berkali-kali, Asmi tak bisa membukanya meski ia ada di dalam, kuncinya sudah berada di dalam saku jeans Angga."Hanuuum tolong, Kakak!" teriak Asmi lagi.Hap. Asmi kembali dipeluknya kasar, mulutnya dibekap hingga tak bisa lagi bicara."Kau bener-bener susah dibilangin, Dek." Bughh. A
Pov Hasan.Sore hari, karena Asmi masih diharuskan istirahat total dan kami gak bisa terus-terusan dalam ruangan rawat inap, akhirnya aku dan ibu mertua diajak pergi ke tempat yang papa mertua sebut 'ruangan khusus' itu."Saya nunggu di sini ajalah Bang, kasihan Asmi kalau dia bangun dan butuh apa-apa gimana?" kata Ibu mertua."Yakin? Kamu tidak akan penasaran dengan tempat itu?"Ibu mertua menggeleng, "tidak, kalian pergi saja, dan cepet pulang lagi kalo udah selesai urusannya.""Oke." Setelah melambai dadah aku mengekor di belakang papa mertua.Di dalam mobil papa mertua sempat menelepon, "halo, apa semuanya sudah siap?"Papa mertua manggut-manggut, entah apa yang sedang dibicarakannya dengan orang itu. Tapi kemudian beliau menggelak tawa seperti puas akan sesuatu.Selesai menelepon, mobil diarahkan ke sebuah jalan menuju pinggir kota, aku yang bertugas menyetir saat ini hanya mengikuti arahan papa mertua saja.Meski sebetulnya hatiku mulai kebat-kebit tak karuan, mengingat di ping