Tanpa menunggu lagi, wanita itu menumpahkan semua isi jeriken di depan toko Asmi. Sementara kedua bola matanya terus mengintai ke sekeliling, ia pikir semua sudah aman, padahal kami ada di pinggir toko sedang memperhatikannya dengan jelas."Rasakan kau Kak Asmi yang malang."Sejurus kemudian papa mertua memberi aba-aba agar kami maju serempak.Happ. Dalam sekali gerakan wanita itu sudah bisa ditangkap oleh papa mertua, sontak saja wanita itu melepaskan jeriken dari tangannya dan berusaha melindungi wajahnya yang masih tertutup masker."Sekarang mau lari kemana kau dasar wan-" Ucapan Papa mertua terhenti saat kubuka hoodie penutup kepala dan masker wanita itu.Tampak mata bulat meruncing menyambutku, wajahnya bengis tak santai."Nindy?" gumam Papa mertua, beliau lalu melepaskan tangan yang melingkar kencang di tubuh wanita itu.Kami semua menoleh, menatap papa mertua dan wanita itu bergantian.Nindy? Siapa itu Nindy? Kenapa papa mertua mengenalnya? Aku juga sepertinya pernah lihat wa
Ibuku nyengir."Iya nih Pak Asraja tadi si Hanum datang heboh banget, katanya ngeliat toko lagi ada yang mau bakar lagi, kami semua jadi panik dan akhirnya kami semua inisiatif ke sini bawa pasukan." "Katanya kamu mau nginep, Num?" tanyaku."Gak jadi, Kak, tadi pas Hanum lewat naik grab ke sini, Hanum lihat lagi ada orang yang lagi ancam-ancam kalian pake pemantik api, Hanum cepet-cepet suruh ibu siapin pasukan karena Hanum pikir kami juga harus ikut nangkep penjahat itu dan untunglah kami sampe tepat waktu," jawab si Hanum.Bapak menepuk pundak Hanum, "bagus, Bapak bangga sama kamu Num.""Ya untunglah kami sampai tepat waktu, meski si Hanum nyetir mobil udah kayak orang stres," seru Ibu lagi.Hanum tertawa. "Untungnya Nenek sama Neng gak kenapa-kenapa," kataku."Gak apa-apa A, cuma ...."Asmi mulai memegangi pinggangnya, wajahnya terlihat tak santai dan tampak kesakitan."Kenapa, Neng?""Cucuku mau lahir ini, ayo ayo bawa ke rumah sakit!" Ibu mulai heboh.Kami semua pun mengantar A
"Mau diazanin Pak bayinya?"Aku mengangguk dan segera melakukan tugasku melantunkan azan di telinga anakku.Keluar dari ruang khusus itu, Hasjun dipindahkan ke ruang bayi yang letaknya tak jauh dari sana, semua keluargaku mengintip dari luar, mereka masih belum diperbolehkan melihat karena bayi masih rentan katanya."Selamat San, kamu jadi seorang ayah." Bapak menepuk pundakku.Hanum dan Kak Alfa memelukku untuk mengucapkan selamat.-Menjelang subuh Mas Fatih dan papa mertua kembali dari kantor polisi. Mereka sangat senang mendengar Hasjunku sudah lahir.Selain itu mereka juga membawa kabar yang bahagia, karena katanya mereka sudah berhasil meringkus Kak Andin yang ternyata benar ikut terlibat di kasus pembakaran gudang Asmi itu."Gak nyangka sekeji itu hati si Andin, dia sengaja sekongkol dan ngasih ide gila sama anaknya Pak Asraja," kata Mas Fatih."Itu motifnya kenapa katanya, Tih?" tanya Ibu."Ya dendam sama Fatih, karena Fatih bisa hidup meski tanpa dia.""Ck ck ck dasar perem
"Ya terus kenapa tadi Aa narik-narik selimut, Neng?" sahut Asmi.Aduh, aku tepok jidat, kenapa juga Asmi mesti ngomong gitu sih? Jadinya mereka makin percaya 'kan aku mau minta jatah. Gawat ini gawaat."Tuh 'kan bener, dasar ya kamu Hasan, gak punya perasaan banget, istri baru dijahit aja udah dipaksa begituan," kata Ibuku lagi, ucapannya makin ngaco dan bikin semua orang senyam-senyum."Bu ... denger dulu, Ibu nih salah paham, sueeerrr Hasan gak ada niat mau gituan sama Asmi, Hasan cuma mau minjem selimut karena udaranya dingin banget Hasan gak kuat," ujarku akhirnya."Ooooh." Mulut semua orang kompak membola."Jadi ini salah paham San?" tanya Papa mertua cengengesan."Iya Pa, akibat Ibu nih selalu aja main hakim sendiri, malu 'kan Hasan jadinya ah," dengusku kesal."Jadi bener kamu gak ada niat maksa Asmi begituan?" tanya Ibu kemudian.Aku mengembuskan napas berat, "ya enggaklah Bu, walau gini-gini Hasan tahu aturan agama," jawabku kesal."Oh ya udah Ibu minta maaf."Semua orang men
"Si Hasjun PUP tapi bau banget, gila Ibu sampe mual."Aku tepok jidat, "ah elah kirain ada apa."***Hari aqiqah pun tiba, Sibalingga dan Sibalinggo dibawa Paman Emod pagi-pagi.Bukan hanya kambing ternyata, Asmi sengaja memesan seekor sapi Brahma untuk tambahannya atau kalau yang kata orang desa namanya hewan cucurak.Asmi bilang kasihan kalau hanya dua ekor kambing, takut tetangganya gak pada kebagian.Dan benar saja, tetangga datang di luar dugaanku, mereka datang berbondong-bondong karena berita Aqiqahan si Hasjun menyebar sampe ke ujung desa.Dan yang bikin aku kaget juga, yang datang ternyata bukan hanya orang dewasa saja, melainkan anak-anak juga.Mereka sengaja datang sebab ingin melihat proses penyembelihan kambing katanya.Mungkin bagi sebagian orang hal itu bukan sesuatu yang aneh dan sama sekali gak menarik untuk dijadikan hiburan, tapi bagi warga desa, acara potong kambing, menguliti sampai membagi-bagikannya adalah sesuatu yang membuat mereka sangat bahagia, tak heran ji
Hari terus berganti, sambil mencari tahu keberadaan Hanum aku dan Mas Fatih juga mulai memasukan surat lamaran kerja kami di beberapa kantor.Pulang dari memasukan surat lamaran kerja itu baru kami buka toko di pasar, sementara ibu bertugas di rumah saja menunggu anak-anak pulang sekolah."Bener-bener makin sepi ya Mas toko ini," gumamku lesu, sambil kutengok toko di depan tokonya Asmi, di sana orang-orang sedang ramai mengantri untuk membayar pakaian yang baru mereka ambil."Itulah San, usaha itu gak tetep adakalanya emang begini, sabar ya semoga kita bisa secepatnya dapat kerjaan baru dan tokonya Asmi ini bisa seperti dulu," ujar Mas Fatih seraya menepuk pundakku.Aku mengangguk dan menarik napas berat. Jujur, sedih kalau mau diceritain.Gimana enggak? Hari ini dari mulai buka toko jam 11 siang sampai kami waktunya pulang jam 5 sore, hanya ada satu orang yang beli barang, itu pun hanya beli CD 6 biji mana CD cewek gambar bunga pula hadeeh. Tapi meski begitu aku tetap bersyukur, kat
"Saan, Hasaan!" teriak Mas Fatih sesaat setelah aku sampai."Apa, Mas? Kenapa nyusul ke sini?""Kamu serius mau jadi kuli?" tanyanya lekat."Iya Mas, Asmi butuh uang di kampung.""Ya udah kalau gitu Mas mau nguli juga kayak kamu, buat bantuin jajan anak-anak," katanya sambil mulai bersiap mencegat ibu-ibu yang akan keluar dari pasar.Aku hanya tersenyum haru, gak sangka kakak lelaki yang dulu selalu hina-hina aku, sekarang dia yang berdiri di sampingku saat aku kesusahan begini."Mau saya bawain Bu barang belanjaannya? Berat-berat loh itu." Mas Fatih mulai menawarkan diri."Berapa ke pinggir jalan?""20 ribu aja, Bu.""Gak ah mahal," ketus wanita seusia ibuku.Tanpa melihat wajah Mas Fatih yang mendadak sedih dan berusaha sabar menahan malu, wanita itu pun melengos pergi.Datang lagi wanita muda kira-kira usia Kak Alfa. Barang belanjaannya memang cukup banyak karenanya Mas Faih cepat menawarkan diri."Mau saya bawain belanjaannya, Mbak?""Gak usah, kapok saya, pernah ilang barang sama
Kukeluarkan duit lecekku hasil nguli tadi dari saku."Eh gak apa-apa, bawa bawa bawa, masukin aja ke saku mu duit itu San, kamu emang harus nabung kasihan Asmi di desa takut gak ada uang buat biaya cucuku."Aku tersenyum haru, lagi-lagi hanya bisa diam dan mengangguk, ibuku udah berubah, bener-bener udah berubah, terimakasih ya Allah.Setiap ujian memberi hikmah, dari keadaan ini aku jadi tahu ibuku makin hari makin mampu memperbaki dirinya. Jadi sosok yang lebih tulus, ikhlas dan sayang sama istriku tentunya."Ya udah buruan kalian mandi sana, salat, takut waktunya keburu abis," kata Bapak.Selesai salat maghrib aku gak langsung beranjak, tapi menunggu salat isya sambil banyak zikir.Entah kenapa, aku ngerasa ujian ini selain mendekatkan hubungan antara keluaga kami, aku jadi berubah jadi sosok yang lebih taat dalam beribadah.Salat wajib 5 waktu, baca Al-Qur'an, salat sunah malam, salat sunah rawatib, semua mulai kulakukan dengan rutin tanpa bolong-bolong.Karena aku ngerasa, meski