Share

ENAM

Sejak malam itu, Bella lebih banyak murung. Dia merenungi hidupnya yang begitu menyakitkan. Pantas saja selama ini kakak-kakaknya bersikap dingin dan kasar padanya, ternyata yang menjadi penyebabnya adalah karena dirinya hanyalah seorang anak angkat. Pikir Bella.

Tapi Evand dan Stevie sudah meyakinkan dirinya, bahwa sampai kapanpun Bella akan tetap menjadi putri mereka.

__________________________________

Hingga kini, enam tahun kemudian.

Usia Bella sudah menginjak dua puluh tahun, dia bahkan sudah menjadi gadis dewasa yang sangat cantik dan mempesona.

Pagi ini, Bella akan melakukan interview di salah satu perusahaan terbesar di kotanya. Dia bersikeras tidak ingin bekerja di perusahaan Evander, padahal Evand maupun Stevie sudah memintanya untuk bekerja di perusahaan mereka, tapi Isabella menolak karena tidak ingin membuat kakak-kakaknya berpikiran negatif tentang dirinya.

Bekerja di perusahaan Ayah mereka hanya membuat Clara dan Clarissa semakin membencinya, pikir Bella.

Evand dan Stevie pun tidak ingin memaksa, mereka memberi kebebasan kepada Bella untuk memilih mana yang terbaik untuknya saja.

"Clara, kamu nggak kerja hari ini sayang?!" tanya Stevie dengan raut wajah heran saat dia melihat putrinya itu yang hanya memakai pakaian santai.

"Nggak Mah, aku pengen istirahat. Nanti sore kan mau nemenin Rissa,"

"Oh iya, Mamah lupa. Kamu jadi berangkat ke Bali Ris?!"

"Jadi dong Mah! Masa' aku harus batalin pemotretan aku!"

Clara bekerja di perusahaan Evand, sedangkan Clarissa lebih memilih menjadi seorang model. Di sela-sela sarapan pagi, mereka tampak asik berbincang-bincang sejenak di meja makan.

Tak lama kemudian, Isabella pun turun dari lantai dua dan langsung menuju meja makan. Dia sudah berdandan sangat rapi dan terlihat sangat cantik dengan memakai kemeja lengan panjang berwarna merah terang, dipadukan dengan rok mini di atas lutut dengan warna senada, terlihat sangat cocok dengan kulitnya yang putih dan bersih.

"Pagi Pah, Mah, Kak," sapanya pada semua anggota keluarganya yang tengah berkumpul.

"Bella, kamu cantik sekali!"

Stevie terkagum-kagum memuji penampilan Bella saat dilihatnya.

"Ah, Mamah! Biasa aja kok Mah, masih jauh lebih cantik kan Mamah lah, iya kan Pah?!"

Mendengar ucapan Bella, Evand pun mengulum senyumnya sambil melirikkan sesaat matanya kearah istrinya yang duduk bersebelahan dengannya.

"Dua-duanya cantik," jawab Evand seadanya, kemudian melanjutkan kembali sarapannya.

Jika dia memuji salah satu dari mereka, pasti ada yang akan iri. Untuk itu Evand memuji kedua-duanya, pikir Evand.

Sementara itu, Clara dan Clarissa saling menatap, tentu dengan tatapan yang tidak suka dan merasa jengah dengan situasi saat ini.

"Aku ke kamar dulu Mah, Pah."

Tiba-tiba Clara berpamitan sambil menggeser kursinya lalu berdiri dan memilir pergi meninggalkan meja makan.

"Loh, kok makannya nggak di abisin?" tanya Stevie.

"Udah kenyang..!!" balas Clara dengan nada sedikit keras.

"Aku juga Mah, mau beres-beres pakaian yang mau aku bawa."

Clarissa ikut menimpali, dia juga bergegas menggeser kursi lalu pergi dari sana.

Evand menatap tajam kearah putrinya satu persatu, ada rasa geram saat mereka meninggalkan meja makan begitu saja. Sementara Stevie, wanita yang kini sudah berusia paruh baya itu menggeleng-gelengkan pelan kepalanya.

Semakin hari tingkah kedua putrinya itu semakin sulit di mengerti, terkadang mereka penurut dan terkadang suka bertindak sesuka hati. Untuk itulah mungkin hingga di usia mereka yang sudah cukup matang untuk berumah tangga, tapi belum juga di karuniai pasangan.

Berbeda dengan Isabella, gadis itu sangat penurut dan patuh jika menyangkut sikap dan perilaku kepada siapapun. Baik dan penuh kelembutan adalah ciri khas seorang Isabella. Memikirkan apa yang hendak dilakukannya terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan dan bertindak, itulah dirinya. Dia sangat tidak mau jika sedikit saja menyakiti hati orang lain.

"Mah! Pah! Bella pamit dulu ya, takut telat. Nggak enak kalo harus di tunggu sama pihak HRD,"

Evand dan Stevie yang semula merasa tidak nyaman dengan sikap kedua putrinya tadi, seketika mengulas senyum saat Bella berpamitan setelah selesai menghabiskan sarapannya.

"Iya sayang," jawab Stevie sambil mengangguk.

"Bareng Papah aja yuk,"

"Em! Boleh deh Pah, kalo nggak ngerepotin."

"Siapa yang repot?! Justru Papah sekalian mau nganterin kamu sampai di dalam,"

"Loh kok di anterin sampai kedalam sih Pah?! Jangan ah, nanti aku jadi pusat perhatian. Papah terlalu ganteng! Kasian Mamah kalo Papah di godain sama cewek-cewek di sana,"

Mendengar ucapan Bella seketika Evand tertawa lebar tanpa bisa menjawab.

"Hmm! Mana ada yang mau sama Kakek-kakek tua begini?!" timpal Stevie meledek sambil melirik kearah Evand.

"Tuh, Bell. Kamu sih?! Lihat Mamah mu, jadi cemburu kan?"

Bella pun tertawa lepas melihat reaksi Stevie yang memasang raut wajah cemberutnya.

"Dih, siapa juga yang cemburu?! Udah sana berangkat. Kasian Bella, nanti telat interviewnya,"

"Iya sayang! Udah, jangan cemberut gitu. Papah kan udah punya Mamah, Clara, Clarissa dan Bella. Udah cukup di kelilingi empat wanita cantik, gak perlu nambah lagi."

Stevie pun tersenyum mendengar ucapan suaminya, padahal dia tidak benar-benar marah. Dia tau apa yang di ucapkan Bella hanyalah candaan saja.

__________________________________

Setelah berpamitan dengan Stevie, Evand dan Isabella pun masuk kedalam mobil, kemudian Evand melajukan kendaraannya dengan kecepatan sedang.

Karena jalanan begitu ramai dengan pengendara yang lain, hingga untuk menempuh perjalanan sampai ke tempat tujuan pun membutuhkan waktu hampir satu jam.

Setelah mereka sampai di perusahaan terbesar nomor dua dari perusahaan milik Evand, dan ternyata pemilik perusahaan tersebut adalah rekan bisnis Evand sendiri, yang di pimpin oleh putranya yang bernama Raka.

Evand menghentikan kendaraannya tepat di halaman kantor, setelah itu mereka turun dari mobil dan berjalan bersamaan memasuki lobby utama.

"Papah ada perlu apa sama Direktur nya?!" Tanya Bella sambil terus berjalan.

"Yang pastinya urusan pekerjaan sayang!" Jawab Evand. "Jangan grogi, perusahaan ini milik teman Papah," lanjutnya sambil melirik sesaat kearah Isabella yang berjalan berdampingan dengannya.

Tak lama setelah Evand berkata seperti itu, tiba-tiba saja seorang pemuda datang menghampiri Evand dan langsung menyapanya.

"Selamat pagi, Tuan!"

"Iya, selamat pagi."

Evand menghentikan langkahnya dan berdiri berhadapan dengan pemuda itu, begitu juga dengan Isabella yang ikut menghentikan langkah kakinya.

"Tuan Raka sudah menunggu kedatangan Anda, Tuan! Silahkan ikut saya ke ruangannya,"

"Iya, terimakasih."

Tanpa berbasa-basi lagi, Evand langsung mengikuti langkah pemuda itu, menuju ke ruangan direktur.

Sementara itu Isabella mengikuti mereka dengan raut wajah yang tampak seperti orang yang sedang menaruh curiga, terlihat dari keningnya yang mengerut melihat ayahnya dan pemuda itu berjalan dengan mendahuluinya.

"Jangan-jangan Papah kesini hanya ingin memastikan aku diterima bekerja atau tidak." Pikir Bella dalam benaknya.

Siapa yang tidak kenal dengan seorang Evander Yudho, seorang pengusaha terkenal yang sudah sangat lama berkecimpung di dunia bisnis. Apalagi rekan-rekannya tidak hanya berada didalam negeri saja, bahkan sampai ke luar negeri.

__________________________________

Lima belas menit kemudian, mereka pun sampai di depan pintu ruangan direktur.

Tok tok tok

"Masuk!"

Suara seorang laki-laki dengan ciri khasnya yang berat dan serak mempersilahkan mereka saat pemuda yang bersama Evand mengetuk pintu dan membuka sedikit daun pintu tersebut.

Pemuda itu pun membuka pintu itu semakin lebar. "Silahkan masuk Tuan! Nona!" Ujarnya setelah itu.

"Terima kasih."

Evand pun melangkah masuk mengikuti pemuda itu, diikuti oleh Isabella yang menjurus di belakang.

"Selamat pagi, Tuan Evander."

Direktur yang bernama Raka itupun segera berdiri dari duduknya dan menyambut kedatangan Evand dengan ramah.

"Kau ini, seperti sama siapa saja kau bicara. Panggil Om saja seperti biasanya, tidak usah terlalu formal," sela Evand sambil berjalan mendekat kearah Raka yang sudah berdiri di depan meja kerjanya.

Raka mengulas senyum manisnya mendengar ucapan Evand.

"Bagaimana kabar Papamu? Sudah lama Om tidak bertemu dengannya,"

"Papa baik-baik aja, Om. Dan kebetulan sekarang sedang berada di luar negeri sama Mama dan adik-adik,"

"Oya?! Enak sekali jadi Papamu, bisa liburan sesuka hatinya. Tidak seperti Om, tiap hari sibuk dengan pekerjaan,"

"Hehe.. Bisa aja Om. Kalau mau liburan kan bisa di pending dulu kerjaannya Om!"

"Iya.. ya.. ya.. Kau benar. Tapi nanti, tidak sekarang. Kalau sekarang jadwal Om masih padat," jawab Evand sambil menepuk-nepuk pelan pundak Raka, hingga Raka pun tertawa kecil mendengarnya.

"Oh iya, hampir lupa."

Tiba-tiba Evand tersadar akan keberadaan Bella yang berdiri mematung di belakangnya. Gadis itu hanya berdiam diri saja tanpa mengeluarkan suara ataupun sekedar menyapa.

"Bella, sini!"

Isabella pun maju beberapa langkah dari tempatnya berdiri, hingga posisinya berdampingan dengan Evand.

"Bella! Kenalkan, ini putranya Om Bagas."

Bersambung...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status