Share

EMPAT

Detak jantung Sumi seakan berhenti berdetak saat Isabella menanyakan jati dirinya. Empat belas tahun Sumi maupun Diman berusaha menutup mulut mereka, bahkan mereka sudah berjanji tidak akan memberitahukan siapa Bella sebenarnya kecuali Evand atau Stevie sendiri yang mengatakannya.

"Kenapa Non Bella bertanya seperti itu? Tentu saja Non adalah anak Mamah dan Papahnya Non,"

"Bibi udah janji gak akan bohong kan?"

Sumi mengangguk cepat. "Tentu saja Bibi nggak bohong Non! Mana berani Bibi bohong sama Non Bella. Kalau Non Bella nggak percaya! Sebaiknya Non tanyakan sendiri saja sama Mamah dan Papahnya Non."

Bella terdiam, dia menimbang-nimbang apa yang di ucapkan oleh Sumi. Sepertinya saran Sumi bagus juga, lebih baik bertanya langsung kepada kedua orang tuanya. Pikir Bella.

Bella mengulas senyum tipis, setelah itu dia kembali bersuara. "Iya deh, nanti Bella tanya langsung sama Mamah dan Papah. Ya udah, Bella balik ke kamar dulu ya Bik,"

"I_ Iya Non."

Bella meninggalkan Sumi yang tertegun menatapnya. Entah apa yang dipikirkan Sumi, namun dilihat dari tatapan mata Sumi jelas Bella mengetahuinya jika ada sesuatu yang di sembunyikan oleh Sumi.

Bella tidak mau membahasnya lagi, karena dia pikir tidak ada gunanya juga banyak bertanya, asisten rumah tangganya itu pasti tidak akan berkata jujur. Pikir Bella.

__________________________________

Tepat di hari ulang tahun Bella yang ke empat belas tahun, Stevie dan Evand berkeinginan untuk membuat pesta kecil untuk Bella. Namun Bella dengan tegas menolaknya.

"Kalau ulang tahunnya nggak mau di rayain, trus Bella maunya apa dari Papah sama Mamah?!"

Saat Stevie dan Evand menonton acara televisi bersama dengan Bella, Evand pun langsung bertanya kepada putrinya, Bella.

Bella yang sedang berbaring di pangkuan Stevie pun beranjak bangun, mengubah posisinya menjadi duduk.

"Bella cuma mau Mamah sama Papah nemenin Bella aja, nggak minta yang lebih."

"Kan setiap hari juga di temenin sayang!"

Stevie menimpali. Dia dan sang suami sesaat saling melempar pandang, tidak mengerti dengan maksud putri mereka, Isabella.

"Iya Mah, makasih untuk kasih sayang Papah sama Mamah ke Bella."

Evand di buat semakin bingung, hingga dia kembali bersuara.

"Kan wajar Bell! Orang tua sayang sama anaknya kan memang wajar. Nggak perlu berterima kasih,"

"Iya Pah! Wajar juga dong kalo seorang anak berterima kasih pada orang tuanya! Ya kan Ma?"

Stevie mengulas senyum, sebenarnya dia juga tidak mengerti dengan sikap Bella yang seperti ini, seperti ada sesuatu yang ingin di sampaikan tapi tidak tahu bagaimana cara menyampaikannya.

"Iya sih! Wajar aja." Balas Evand dan Stevie yang hampir bersamaan sehingga membuat Bella tertawa kecil, tapi detik berikutnya dia kembali bersuara.

"Sebenarnya, ada yang mau Bella tanyain sama Mamah dan Papah,"

Walaupun sedikit ragu-ragu, tapi Bella akhirnya memberanikan diri untuk segera bertanya. Dia ingin mendengar langsung dari kedua orang tuanya, berhubung selama ini sikap kedua kakaknya sangat dingin padanya.

"Tanya apa?!"

Evand dan Stevie menatap serius pada Bella, mereka ingin mendengarkan apa yang sebenarnya mengganjal di hati putri mereka itu.

Bella menelan ludahnya terlebih dahulu, setelah itu dia kembali bersuara. "Mamah sama Papah jangan marah sama Bella ya! Bella cuma ingin tau aja, gak bermaksud apa-apa kok."

"Bilang aja sayang, kamu mau Mamah sama Papah jawab apa?"

Evand sudah tidak sabaran ingin tau apa yang mau di tanyakan Bella kepada mereka berdua.

"Em! Begini Pah, Mah. Sebenarnya.. Bella anak Papah sama Mamah atau bukan sih?"

Akhirnya pertanyaan Bella membuat Evand dan Stevie cukup terkejut hingga saling menatap. Jantung mereka pun seketika berdegup kencang, bahkan terasa sangat menyakitkan di hati mereka.

"Maksud kamu apa, Bella?! Jelas kamu anak Mamah sama Papah lah, anak siapa lagi?"

Stevie langsung menimpalinya dengan balik bertanya. Dia sungguh tidak menyangka Bella akan bertanya seperti itu. Apalagi selama ini Stevie maupun Evand tidak pernah mengungkit-ungkit tentang masa lalu Bella, ataupun sengaja memberitahukannya.

Evand juga terlihat syok hingga mengusap gusar wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Dia menghela nafas jengah lalu menyandarkan punggungnya ke badan sofa yang ia duduki.

Bella sesaat menundukkan wajahnya, lalu kemudian kembali mengangkat wajahnya menatap lekat raut wajah kedua orang tuanya secara bergantian.

Ada rasa bersalah, namun keinginannya untuk mempertanyakan hal itu sudah tidak dapat di tahan lagi.

"Maafkan Bella, Mah, Pah. Entah mengapa Bella bisa berfikir kalau Bella bukan anak Mamah dan Papah,"

"Papa tidak mau kamu berfikir yang tidak-tidak, Bella! Papa tegaskan, sampai kapanpun kamu adalah anak Papah dan Mamah. Ingat nama yang ada di belakang namamu itu, Papah sendiri yang memberikannya, Isabella Evander Yudho. Itu artinya kamu adalah anak Papa, paham?" tegas Evand.

Evand sudah terpancing emosi. Setelah mengatakan itu, dia pun beranjak berdiri lalu memilir pergi meninggalkan Isabella dan Stevie di ruang keluarga.

"Mah! Maafkan Bella!"

Bella berkata dengan lirihnya, dia benar-benar tidak berfikir jika pertanyaannya akan menyakiti hati kedua orang tuanya.

Dia mengubah posisinya duduk bersimpuh di lantai. Dengan sedikit mendongak dia menatap lekat raut wajah Stevie sambil menggenggam kedua tangan Stevie.

Stevie sudah tidak bisa menahan rasa sedih di hatinya. Walaupun akhirnya air matanya menetes, namun dia berusaha untuk bisa tersenyum.

"Jangan ucapkan itu lagi ya sayang, kamu dengar apa yang Papah omongkan tadi kan?!"

Stevie mengusap lembut puncak kepala Bella dengan sebelah tangannya. Perkataannya barusan membuat Bella mengangguk cepat sambil mengulas senyum tipis.

"Maafkan Bella ya Mah,"

"Iya sayang! Ya sudah, sekarang Bella istirahat aja ya, gak usah mikir macem-macem. Biar Mamah yang bujuk Papah,"

Mendengar itu Bella pun tersenyum lega. "Iya, makasih ya Mah,"

Stevie pun mengangguk lalu tersenyum. Sesaat, dia mengecup lembut kening Isabella, setelah itu Isabella pun beranjak berdiri lalu pergi meninggalkan Stevie.

__________________________________

Keesokan harinya, saat bangun pagi Evand terlihat sangat mengantuk. Bagaimana tidak, semalam dia benar-benar tidak bisa tidur dengan nyenyak.

Setelah Stevie istrinya mengatakan bahwa tidak selamanya mereka bisa menyembunyikan identitas asli Isabella, dia terus-terusan memikirkan hal itu.

Ada rasa takut jika dia memberitahu Isabella, takut jika putrinya itu akan pergi meninggalkannya dan mencari orang tua kandungnya. Pikir Evand.

"Pah! Papah hari ini nggak ke kantor?" tanya Stevie.

Stevie masuk ke kamarnya dan mendapati sang suami sedang bermalas-malasan di atas tempat tidur.

Evand dengan cepat beranjak bangun, mengubah posisinya menjadi duduk. Dia menghela nafas berat lalu lekas menjawab.

"Semalaman aku tidak bisa tidur,"

Stevie menoleh setelah dia membuka tirai yang masih menutupi jendela kaca, lalu berjalan mendekati Evand.

"Sampai kapan kita harus menutupinya dari Bella?! Semakin hari gadis itu semakin tumbuh dewasa. Kita memang tidak pernah tau bagaimana cara dia merasakan perbedaan itu, tapi apa yang dia rasakan adalah sesuatu hal yang memang di benarkan, sayang!"

Stevie memberi pandangan kepada Evand sambil mendudukkan bokongnya di sisi ranjang.

"Jadi, menurutmu apa aku harus memberitahunya?! Apa kau siap?"

Sejenak Stevie mengulas senyumnya, lalu kemudian kembali bersuara. "Ya! Siap tidak siap kita harus mengatakannya,"

"Baiklah, jika dia kembali bertanya, maka aku akan langsung memberitahukannya. Tapi jika dia tidak bisa menerimanya, maka kita juga harus siap kalau dia memutuskan untuk pergi meninggalkan kita."

Ucapan yang baru saja di lontarkan oleh Evand terdengar seperti sebuah ancaman bagi Stevie. Tapi Stevie hanya menanggapinya dengan senyuman, dia mengerti jika Evand benar-benar takut kehilangan putri angkatnya itu.

"Papah tidak usah khawatir, Bella tidak akan pernah meninggalkan kita. Mamah sangat mengenalnya, dia itu memiliki hati yang seputih salju, dan selembut sutra. Jadi tidak perlu takut dia akan meninggalkan kita."

Ucapan sang istri akhirnya mampu membuat hati Evand sedikit lega hingga dia bisa kembali tersenyum.

"Aku percaya itu sayang. Kau memang istriku yang paling baik,"

"Sudah! Tidak perlu memujiku seperti itu, sudah sana mandi. Nanti kau bisa terlambat ke kantor,"

Evand tertawa kecil mendengar tanggapan istrinya yang tidak ingin di goda di pagi hari. Padahal, apa yang Evand ucapkan adalah sebuah ungkapan yang tulus dari hatinya.

__________________________________

Dua hari kemudian, waktu yang di tunggu-tunggu pun tiba. Stevie diam-diam mempersiapkan pesta kecil untuk Isabella, di bantu oleh dua orang kepercayaannya, yaitu Sumi dan Diman.

"Inget ya Mbak, sebelum Tuan sama Bella kembali, semua harus tertata rapi,"

"Siap 'Nya!" jawab Sumi.

Tentu saja Sumi maupun Diman harus mempersiapkan segala sesuatunya sebelum Bella dan Evand kembali ke rumah.

Setelah memberikan pengarahan kepada Sumi dan Diman, Stevie kembali menghubungi pihak katering sekaligus pesanan kue ulang tahunnya.

Sementara itu Sumi dibantu oleh Diman mulai membersihkan rumah serta menghiasinya.

Hingga semua pekerjaan beres dan semuanya sudah di persiapkan, masing-masing dari mereka segera membersihkan diri, lalu menunggu para tamu datang termasuk juga dengan Evand dan Bella.

Bersambung...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status