Share

4. Dia Cantik

Penulis: Irma W
last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-04 23:11:38

“Jadi, Tuan sungguh mau menikah dengan Nona Anggun?” tanya Nando saat dalam perjalanan menuju rumah Anggun

Ares yang duduk di jok belakang sambil bersandar pada kaca, mengangguk. “Mau bagaimana lagi, Aku tidak punya pilihan lain.”

Nando diam sejenak. Ia seperti hendak mengatakan sesuatu tapi tersangkut di tenggorokan karena ragu.

“Katakan saja, Aku akan dengarkan pendapatmu.”

Nando sempat meringis sebelum melirik ke arah spion yang menggantung di atas. “I-iya, Tuan.”

“Setidaknya beri aku solusi sebelum aku benar-benar menjalani pernikahan dengan orang yang tidak aku kenal,” desah Ares masih sambil menatapi jalanan yang ramai.

Nando menelan saliva. Kedua bibirnya mulai bergerak untuk berbicara.

“Menurutku Nona Anggun gadis yang baik. Dia juga cantik dan manis.”

“Cantik kau bilang?” Ares membelalak. “Cantik dari mananya?”

“Aku tidak tahu, aku hanya merasa gadis itu tidaklah buruk. Sepertinya dia gadis yang mandiri,” ujar Nando.

Ares mengusap-usap dagu sambil bersandar pada dinding sofa. “Tapi aku tidak suka dengan tampilannya yang kampungan!” sembur Ares.

Tidak membalas kalimat itu, Nando justru membahas topik lain.

“Oh iya, Tuan. Menurut informasi yang aku dapat, Nona Anggun juga hidup bersama ibu tiri seperti Tuan.”

“Benarkah?” Ares duduk tertegak. “Jadi yang datang kemarin itu, ibu tirinya?”

Nando mengangguk. “Ibunya sudah meninggal sejak ia masih berumur lima tahun. Dan juga ...”

“Juga apa?” Ares mencengkeram sandaran jok mobil sambil menarik wajah ke depan.

“Dia juga memiliki saudara tiri seperti Tuan.”

Ares langsung ternganga dan menjatuhkan punggung pada sandaran jok mobil. “Kenapa bisa seperti ini?”

“Saya juga tidak tahu, Tuan. Barangkali jodoh.”

Nando seketika mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Ia ingin sekali menarik ucapannya baru saja. Namun, setelah kalimat pendek itu mencuat, Ares hanya diam tanpa berbicara lagi.

Dari pantulan kaca spion, Nando tidak mendapat ada ekspresi kemarahan dari Tuan mudanya. Ares hanya diam hingga tak terasa mobil sudah masuk ke halaman rumah seseorang.

“Inikah rumahnya?” tanya Ares sambil mengintip suasana di luar dari kaca jendela.

Ares turun secara perlahan dari mobil. Pandangannya langsung menyapu seluruh area tersebut.

Sebuah rumah sederhana dengan halaman luas, di tumbuhi beberapa pohon palem dan satu pohon buah rambutan di sisi lain. Halamannya terlihat bersih, hanya ada beberapa daun kering yang berjatuhan. Sepertinya sang pemilik sangat suka dengan keasrian tanaman hijau.

“Kau dulu yang ke sana,” perintah Ares pada Nando sambil menunjuk ke arah pintu.

Nando mengangguk. Sementara Nando sudah berdiri di depan pintu, Ares masih asyik memandangi halaman luas yang di tanahnya di penuhi dengan rerumputan hijau. Di dekat fondasi pintu gerbang yang terbuka, ada beberapa bunga matahari yang tertanam di sana. Dan di sudut ada tumbuhan bunga mawar putih yang menempel pada dinding.

“Maaf, siapa ya?” tanya seseorang yang baru saja membuka pintu.

Mendengar itu, Ares langsung berbalik dan menghampiri Nando.

“Siapa dia? Kenapa tampan sekali?” batin seorang wanita yang sedang berdiri di ambang pintu.

“Apa Anggun ada?” tanya Ares tanpa basa-basi.

“Anggun?” pekik wanita itu.

“Siapa yang datang, Tika?” terdengar suara dari dalam rumah.

“Tu-Tuan Ares,” pekik wanita paruh baya itu sambil menelan saliva.

“Ibu kenal dia?” tanya Tika.

“Dia Tuan Ares. Calon suami Anggun,” desis Maya ke telinga putrinya itu.

“A-apa?” Tika terenyak sambil menutup mulut dengan telapak tangan.

Tidak peduli dengan keterkejutan dua wanita di hadapannya itu, Ares justru dengan lancangnya menyelonong masuk begitu saja.

“Di mana Anggun?” tanya Ares sambil mengamati setiap sudut ruangan.

Masuk ke ruang tamu, langsung terlihat ruang TV. Berjalan lebih ke dalam, Ares melihat ada satu pintu di sebelah kirinya. Dan di samping kanannya ada satu tangga menuju ke lantai atas. Sementara masuk lagi ke dalam, Ares mendapati ruang makan. Namun, untuk bagian dapur, Ares belum melihatnya.

“Di mana Anggun? Aku tanya kenapa tidak ada yang menjawab?” Ares menatap Maya dan Tika bergantian.

Nando berdehem. Ia bermaksud meminta Tuannya untuk lebih tenang dan bersikap sopan karena ini di rumah orang lain.

“Bisa tolong katakan di mana Nona Anggun?” tanya Nando.

Maya dan Tika bukan tak mau menjawab, tapi mereka sedang gugup karena melihat tampang Ares. Wajah tampan tapi sedikit terlihat mengerikan. Itu yang mereka batin.

“Anggun belum pulang,” jawab Maya gugup.

“Memangnya ke mana dia?” sambung Ares.

“Anggun sedang kerja.”

“Kerja?” pekik Ares. Raut wajah Ares terlihat pias sambil melirik ke arah Tika.

Entah apa artinya lirikan itu, yang jelas membuat Tika merasa gugup. Tika pikir tatapan itu karena Ares sedang terpesona dengannya.

“Kerja di mana?” tanya Ares lagi. Dua kakinya memutar lalu mulai memandangi setiap foto yang menghiasi dinding.

“Di sebuah restoran, Tuan,” Maya yang menjawab.

Ares tidak mendengar jawaban itu. Ares justru sedang menatap sebuah foto berukuran 10 R yang tertempel di dinding. Sebuah foto yang menampilkan seorang gadis berkepang dua dengan senyum manisnya.

Ares sampai tidak sadar kalau dua ujung bibirnya tertarik membentuk sekilas senyum.

“Tunjukkan di mana kamar Anggun!” perintah Ares saat sudah berbalik badan menatap Maya.

“Di-di sana, Tuan.” Ragu-ragu, Maya menjawab. Ia hanya takut kalau Ares akan terkejut melihat kamar Anggun yang posisinya di ruang belakang. Tepatnya terpisah dari rumah inti.

“Di sana?” Ares mengacungkan jari ke arah pintu yang bisa di katakan menuju ke luar.

Maya mengangguk.

“Nando, kau pulang saja. Aku mau menunggu Anggun dulu,” perintah Ares.

“Tapi Tuan ...”

“Tidak apa-apa. Bukankah aku harus lebih dekat dengan keluarga Anggun sebelum menikah?” Ares tertawa kecut ke arah Maya dan Tika.

“Ba-baik, Tuan.” Nando mengangguk kemudian pamit ke luar.

“Berhenti mengikutiku!” salak Ares saat dua tangannya sudah membuka pintu.

Maya dan Tika pun saling pandang kemudian membiarkan Ares berjalan menuju ke ruang belakang.

“Apa itu sungguh calon suami anggun?” bisik Tika sambil memandangi punggung Ares dari balik jendela kaca yang lebar.

Maya mengangguk. “Iya, Dia orangnya.”

“Kenapa tampan sekali?” celoteh Tika. “Kenapa tidak aku saja yang dijodohkan dengan dia, ibu?” Tika mengguncang lengan Ibunya.

“Kau tidak tahu seperti apa dia? Dia itu pria kejam dan arogan. Kau tak akan betah bersamanya,” ungkap Maya.

Maya berbalik dan pergi meninggalkan Ares yang entah sedang berbuat apa di ruangan luar itu.

“Di mana kamar Anggun?” gumam Ares sambil mengamati ke sekitar.

Di halaman belakang ini, terdapat dapur yang tadi Ares lewati lebih dulu. Di sebelah kiri ada sebuah taman sederhana dengan satu ayunan dan tempat menjemur pakaian. Maju beberapa langkah lagi, Ares mendapati sebuah kamar mandi tanpa pintu.

Em, mungkin bukan kamar mandi, melainkan tempat khusus mencuci pakaian.

Dan yang terakhir, hanya sisa satu pintu di ruangan paling ujung. “Mungkinkah itu kamar Anggun?” Ares menyapu pandangan lain berharap menemukan sebuah pintu lain.

Tidak ada. Itu artinya pintu itu adalah pintu menuju kamar Anggun.

“Pasti ini kamarnya.”

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Istri Idaman Tuan Ares   istri idaman 57 (Tamat)

    Sesuai saran Rena, pelan-pelan Ares mendekati Anggun yang saat ini sedang menangis di sudut ranjang. Anggun menyembunyikan wajahnya di balik lutut dan kedua tangannya yang terlipat.Dari jarak beberapa meter saja, Ares bisa mendengar dengan jelas kalau Anggun masih terus menangis hingga tubuhnya bergetar.“Anggun,” panggil Ares dengan sangat pelan.Anggun mendongak sekilas sebelum akhirnya menelungkup lagi. Ares hampir saja menjerit saat melihat wajah Anggun yang sembab, tapi kemudian memilih membisu dan mendekat.Ares tak peduli jika nanti Anggun marah atau berteriak, tapi Ares tetap maju dan ikut naik ke atas ranjang. Anggun tak bergerak selain tetap menelungkup.“Anggun ... maafkan aku,” kata Ares. Ares hampir meraih siku Anggun, sayangnya lolos karena Anggun menyingkir.“Maafkan aku, Anggun. Aku hanya cemburu.” Ares kian mendekat dan kali ini berhasil merengkuh tubuh Anggun.“Lepaskan aku!” Anggun berontak, tapi Ares tetap mendekapnya.“Tidak sebelum kau memaafkan aku,” Ares kian

  • Istri Idaman Tuan Ares   istri idaman 56

    Hampir setengah jam Ares mondar mandir di ruang tamu. Menunggu Anggun yang tak kunjung pulang, membuat Ares meradang. Ares marah, tapi juga khawatir. Nomor Anggun berulang kali ia hubungi juga tak kunjung tersambung.“Kau di mana?” gumam Ares masih dengan mondar-mandiri.Cekleeek ...Seketika Ares berbalik badan dan mendongak. Pintu terbuka dan seseorang menyembul dari baliknya.Melihat siapa yang datang, Ares seketika menggeram keras sambil mengepalkan kepalan di udara. Rena yang terkejut lantas masuk dengan perasaan bingung.“Kau kenapa?” tanya Rena saat sudah mendekat.Rena meraih pundak Ares dan bertanya lagi. “Heh, kau kenapa?”Ares meraup wajah lalu menghempas duduk di atas sofa. Rena yang masih belum mengerti, angkat bahu kemudian ikut duduk.“Ada apa?” Rena bertanya lagi. “Ada masalah?”“Anggun belum pulang,” jawab Ares.“Ha?” Anggun ternganga. “Belum pulang? Memangnya Anggun kemana?”Ares tidak menjawab dan hanya mendesah.Tak lama kemudian, pintu terbuka lagi. Keduanya mendo

  • Istri Idaman Tuan Ares   istri idaman 55

    Klunting!Satu pesan singkat masuk ke ponsel Anggun yang berada di atas pangkuan. Anggun yang kala itu sedang duduk bersantai sambil menonton televisi, segera meraih ponselnya lalu membuka pesan masuk tersebut.“Nomor siapa ini?” batin Anggun. Karena penasaran, Anggun pun menggeser lagi layar ponselnya. Dan saat itu juga muncullah serentetan pesan bergambar.Anggun menutup mulutnya yang terbuka dengan satu telapak tangan. Matanya berkedut tanpa beralih pandangan pada layar ponselnya yang masih menyala. Anggun mulai bergetar ketika melihat tanggal yang tertera di gambar tersebut. Itu artinya, foto ini di ambil saat Ares meninggalkan Anggun di rumah ayah mertua.“Bukankah ini ... em?” Anggun nampak berpikir. “Ini ... ini wanita yang sempat datang ke apartemen beberapa bulan yang lalu. Aku lupa namanya.”Saat Anggun hendak melempar ponselnya di ruang kosong di samping ia duduk, ponsel tersebut tiba-tiba berdering. Nomor yang baru saja mengirim gambar tersebut menelpon.Anggun menelan lud

  • Istri Idaman Tuan Ares   istri idaman 54

    Pagi hari, Ares menyempatkan diri menengok ayahnya. Beliau sudah mendingan karena hari ini sudah bisa ikut sarapan bersama. Wajahnya pun terlihat sudah tidak terlalu pucat.“Ayah sudah sehat?” tanya Anggun.“Tentu saja sehat. Kau pikir suamiku akan sakit terus?!” Ana menyerobot menjawab. “Atau kau suka kalau mertuamu sakit?”Anggun terdiam sambil mencengkeram tangan Ares di bawah meja.“Istriku. Jangan membuat kegaduhan, Anggun hanya bertanya. Toh selama aku sakit, dia yang sering membantuku,” timpal Bian.“Apa maksudmu? Jadi kamu pikir Mareta juga tidak membantu?” Ana melirik tajam ke arah Anggun.Ares mungkin marah, tapi dia sedang menahannya dan menunggu reaksi apa yang akan terjadi selanjutnya.“Kau coba tanya saja pada Mareta. Aku tidak mau membeda-bedakan menantuku, tapi karena kau selalu memancingku, aku juga bisa marah.”Pagi di ruang makan mulai terlihat kacau. Bian baru saja sembuh dan sang istri justru memanggil kegaduhan.“Jangan memancing amarahku di ruang makan!” gertak

  • Istri Idaman Tuan Ares   istri idaman 53

    Sekitar pukul sepuluh malam Ares sampai di rumah lagi. Suasana rumah sudah sepi, lampu-lampu di lantai bawah pun sudah di matikan. Hanya terlihat satu sinar terang dari arah dapur. Karena haus, Ares pun berbelok ke arah dapur. Ia pikir Anggun ada disana, karena sering kali malam-malam Anggun merasa lapar.“Kau?” pekik Ares saat yang ia jumpai di dapur bukanlah Anggun melainkan Mareta.Mareta menoleh sambil memegang gelas berisi air mineral. “Hai, Ares. Kau baru pulang?”“Hem.” Ares memilih acuh.Meski Mareta berniat menghalangi jalan dengan berdiri di depan meja konter, tapi Ares terap maju untuk meraih sepoci air mineral yang ada di belakang Mareta.“Awas, aku mau ambil minum,” kata Ares.“Oh, maaf.” Mareta menyingkir, tapi mendadak kakinya terkilir.Ares yang belum sempat meraih gelas lebih dulu menangkap tubuh Mareta yang sudah miring dan hampir jatuh. Gelas yang Mareta pegang masih aman, tapi air di dalamnya sudah tumpah membasahi lantai.“Kalian sedang apa?” tanya Anggun yang tib

  • Istri Idaman Tuan Ares   istri idaman 52

    Sore harinya, Anggun dan Ares kembali ke rumah. Bukan untuk bermalam, tapi rencananya hanya untuk memberikan buah yang tadi sempat dibeli di pasar. Namun, karena mendadak Ares mendapat panggilan dari Nando, Ares terpaksa harus meninggalkan Anggun di rumah ini.“Aku tinggalkan kau sebentar tak apa kan?” tanya Ares. “Aku mau mengajakmu, tapi takutnya nanti sampai larut malam.”“Tidak apa-apa. Aku sudah biasa di rumah ini kan?”“Kalau Mareta mengganggumu, kau bisa telpon aku. Oh atau nanti aku akan suruh Mareta datang. Bagaimana?”Melihat ekspresi Ares yang terlihat begitu khawatir, Anggun jadi ingin tertawa. Namun, karena tak mau membuat Ares marah, Anggun mengumpat tawa dengan cara memeluk tubuh Ares.“Tidak usah, aku akan baik-baik saja di sini. Tidak ada yang akan menyakitiku.”Setelah obrolan singkat itu, pada akhirnya Ares benar-benar meninggalkan Anggun. Kalau saja tempat tujuannya searah dengan jalur ke apartemen, mungkin Ares akan mengantar Anggun pulang dulu. Namun, karena jar

  • Istri Idaman Tuan Ares   istri idaman 51

    Sayangnya kepindahan mereka ke luar kota harus tertunda. Ayah mendadak sakit dan tidak mengijinkan Ares untuk pindah lebih dulu. Ares sempat jengkel karena semua rencana membawa Anggun pergi dari kota ini gagal. Namun, sebagai sang istri, Anggun tentunya mencoba membujuk supaya Ares mau bertahan di sini sampai ayah sembuh."Kita tunggu sampai ayah sembuh, Sayang." Kalau sudah dipanggil dengan sebutan sayang, mendadak perasaan Ares menjadi lumer."Tapi aku tak mau tinggal di rumah itu," kata Ares."Iya. Kan kita tinggal di sini." Anggun merangkul lengan, lantas mendaratkan kepala di pundak Ares. "Kita siap-siap."Ares menunduk mencari wajah Anggun. Memberi satu kecupan di bibir sembari mengelus kening Anggun. “Kau tidak boleh dekat-dekat dengan Mareta.”Anggun mengangguk. “Ya sudah aku ganti baju dulu.” Anggun lantas berdiri.Setelah semua sudah beres, Anggun dan Ares kemudian meninggalkan apartemen dan pergi menjenguk ayahnya di rumah.“Suamiku, harusnya kau tidak usah mencegah Ares u

  • Istri Idaman Tuan Ares   istri idaman 50

    “Sampai sini saja. Ini sudah malam juga,” kata Ares saat dua koper besar sudah di depan pintu apartemen. “Kau antar Rena pulang.” Ares berkata pada Nando.“Baik, Tuan.” Nando mengangguk.“Kabari aku kalau kau sudah beneran pindah ke rumah baru,” kata Rena.Ares tersenyum. “Pasti.”Setelah Nando dan Rena pergi, Ares segera masuk ke dalam. Menyeret koper bergantian, kemudian Ares meletakkannya di samping lemari besar di dekat rak TV. Setelah itu, Ares menghela napas sambil menyugar rambutnya ke belakang. “Melelahkan juga ternyata.”“Apa Anggun sudah tidur?” gumam Ares. Didapati jam di pergelangan tangan sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.Perlahan-lahan, Ares membuka pintu kamar. Lampu masih menyala terang. Ares menutup pintu kemudian berbalik dan mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Berhenti di gazebo di dekat jendela, Ares mendapati sosok Anggun tengah meringkuk dengan kedua telapak tangan terhimpit di antara paha.Ares mendekat. Tak mau sampai Anggun terbangun, Ares mulai men

  • Istri Idaman Tuan Ares   istri idaman 49

    Sebelum kembali ke rumah, Ares mampir terlebih dulu ke restoran. Rencananya Ares akan menelpon Nando, tapi berhubung ponselnya tertinggal di apartemen, pada akhirnya Ares terpaksa menemui Nando di restoran.Sampai di sana—di ruang khusus menejer—Ares dikejutkan dengan adanya Rena di dalam sana. Rena tengah duduk tak jauh dari Nando di atas sofa.“Kau di sini?” tanya Ares pada Rena. Rena meringis. “Jangan bilang kalian?”Mereka berdua saling pandang sebelum akhirnya sama-sama meringis menatap Ares.Ares nampak menghela napas, lalu memutar bola malas. “Baguslah. Aku senang ada yang kau sama Rena.”“Apa!”“Pfff!”Jika Rena melotot, Nando justru sedang mengumpat tawa.“Kau menertawakanku, ha?” sembur Rena“Aduh!” jerit Nando saat telapak tangan mendarat di pundaknya. “Sakit tahu!”Saat mereka berdua hendak mulai adu mulut dan saling memukul, Ares sudah lebih dulu menyela. “Diamlah!”Sesaat keduanya langsung diam. Meski sempat saling mencebik dan lirik, tapi kemudian mereka berdua foku

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status