Beranda / Romansa / Istri Idaman Tuan Ares / 5. Kita Akan Menikah

Share

5. Kita Akan Menikah

Penulis: Irma W
last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-04 23:12:29

Masuk ke dalam kamar tersebut, Ares sedikit tercengang dengan kondisinya. Bukan karena kamar ini jelek, tapi hanya terlalu sempit menurut Ares.

Hanya ada satu kamar yang muat untuk satu orang saja, lalu ada satu lemari berukuran sekitar setengah meter. Dan ada meja rias komplit dengan kaca bulat di sudut ruangan. Jika di lihat, kamar ini berukuran sekitar 3 x 3 meter saja.

Berbalik badan, Ares mendapati sebuah pintu di samping lemari. Itu pasti kamar mandi.

“Bagaimana caranya dia tidur?” tanya Ares saat pandangannya kembali tertuju pada ranjang sempit itu.

“Aku baru tahu, ternyata ada ranjang sekecil ini. Kamar pembantu saja tidak seperti ini di rumahku.” Ares masih berbicara sendiri.

“Lho, kenapa pintu kamarku terbuka?” gumam Anggun. Dua kakinya berhenti tepat di depan pintu.

Secara perlahan dan sebisa mungkin tak mengeluarkan suara, Anggun mengintip dari pintu yang sedikit terbuka itu.

Mata Anggun langsung membelalak. Satu telapak tangannya membungkam mulut supaya tidak sampai berteriak. Dari posisinya berdiri, Anggun mendapati ada sebuah pria berbadan tinggi tegap tengah melihat foto di dalam pighora. Anggun tidak tahu siapa itu karena yang terlihat hanya bagian punggung.

Masih dengan mode diam mengendap-endap, Anggun berbalik. Bola matanya mencari sesuatu yang sekiranya bisa digunakan sebagai senjata.

“Nah, ini!” Anggun menyeringai saat satu tangannya sudah menggenggam gagang sapu.

Sudah siap dengan aksinya—dengan rahang mengeras kuat—Anggun nyelonong masuk ke dalam dan langsung memukuli Ares bertubi-tubi.

“Maling kau ya! Dasar kurang ajar! Maling sialan!” Anggun terus memukuli tubuh Ares dengan sapu.

Sementara Ares yang terkejut dan mulai merasa kesakitan mencoba menyingkir dari pukulan itu.

“Hei! Kau ini apa-apaan sih!” Ares berhasil meraih gagang sapu tersebut. “Sakit tahu! Kau sudah gila ya!”

Lagi-lagi bola mata Anggun membelalak saat wajah pria yang baru saja ia pukuli terlihat dengan jelas.

“Tu-Tuan Ares?” pekik Anggun dengan wajah kusut dan memejamkan mata sesaat.

“Iya, ini aku!” gertak Ares sambil melempar sapu tersebut ke sembarang tempat, membuat Anggun sempat terjungkat kaget.

“Kenapa kau memukulku, ha?” tanya Ares bernada membentak.

Anggun menunduk. “Maaf Tuan. Aku, aku tidak tahu. Aku kira ....”

“Apa?” hardik Ares. “Kau pikir aku maling?”

Anggun tersenyum getir. jemari-jemarinya terlihat saling memilin dengan gemetar. “Maaf,” ucap Anggun sekali lagi.

Sambil menyugar rambutnya ke belakang, Ares menghela napas. “Ambilkan aku minum, aku haus!” perintah Ares.

“Eh, iya, Tuan.” Anggun berjinjit lalu bergegas ke luar dari kamar.

“Sudah lusuh, menyebalkan pula!” gerutu Ares saat Anggun sudah berlalu pergi ke dapur.

“Dan rambutnya tadi, Uh, kenapa harus di kepang dua sih? Geli aku melihatnya.” Ares bergidik sambil mencebikkan bibir.

“Ini, Tuan.” Anggun kembali sambil membawa segelas jus jeruk.

“Hem,” sahut Ares dan langsung merebut gelas tersebut. “Ambilkan aku kursi,” pinta Ares kemudian.

Anggun langsung gelagapan dan menarik kursi yang semula berada di depan meja rias.

“Ini, Tuan.” Anggun mempersilahkan Ares duduk.

Ares sudah duduk. Duduk dengan dua kaki menyilang dan pandangan ke arah luar jendela yang terbuka. Dari dalam sini, terlihat beberapa tanaman yang tumbuh di halaman belakang.

Ragu-ragu Anggun secara perlahan mendaratkan pantat di tepian ranjang sambil melirik Ares yang sedang menikmati jus mangga.

“Apa ini sungguh kamarmu?” tanya Ares.

“I-iya, Tuan. Ini kamarku,” jawab Anggun diimbuhi anggukan kepala. Padahal Ares sama sekali tak tahu anggukan itu.

“Apa tidak ada kamar yang lebih luas?” Ares masih bertanya tanpa menatap Anggun.

Anggun mengatupkan bibir sesaat. Kedua kakinya nampak saling injak.

“Tidak ada, Tuan. Ada, tapi bukan kamarku.”

Ares meringis tanpa suara. Tentu saja kamar ibu dan saudara tirinya kan? Itu tebakan Ares. Di mana-mana seperti itu yang Ares ketahui. Mengingat jika dirinya bukan pria sukses, mungkin saja ibu tirinya akan memperlakukannya lebih buruk dari ini.

Ares berhenti bertanya. Setelah itu Ares berdiri dan meletakkan gelas di atas nakas samping ranjang.

“Maaf, Tuan. Kalau boleh saya tahu, ada urusan apa Tuan datang ke sini?” tanya Anggun gugup.

Bukannya menjawab, Ares justru maju dan membungkukkan badannya yang menjulang tinggi hingga sejajar dengan wajah Anggun. Satu tangannya terangkat kemudian cemarinya mencengkeram kedua pipi Anggun.

“Apa yang—” Anggun berhenti bicara karena bibirnya terlihat monyong ke depan.

Sambil mengangkat satu ujung bibirnya, Ares mengamati wajah Anggun mulai dari pipi kana dan pindah ke pipi kiri.

“Tidak buruk juga,” celetuk Ares saat bola matanya menangkap bulu mata lentik yang tertanam di kelopak mata Anggun.

“Kau lumayan, tidak jelek-jelek amat.”

Cengkeraman itu sudah terlepas. Anggun yang bingung, terlihat sedang mengusap rahangnya yang sedikit terasa sakit.

“Kau ingin tahu kenapa aku datang?” tanya Ares sambil melipat kedua tangan di depan dada.

Anggun hanya mengangguk. Memang apa lagi yang bisa Anggun lakukan selain mengangguk atau menggeleng?

“Bukankah kita akan menikah?”

Gubrak! Anggun menjatuhkan rahang hingga bibirnya terbuka. “Me-menikah? Kita?”

Kali ini Ares yang menangguk. “Kau lupa ya?”

“Bu-bukankah Tuan menolak perjodohan kemarin?” Anggun mulai terlihat panik.

“Siapa bilang?” Ares menyeringai membuat Anggun menciut. “Aku setuju dengan perjodohan itu. Sepertinya menikah denganmu bukanlah kesialan.”

“Apa?” pekik Anggun dalam hati. “Kesialan? apa maksudnya?”

“Tuan pasti bercanda kan?” Anggun berdiri. Ragu-ragu, Anggun mendongak menatap wajah Ares.

“Tidak.” Ares menggeleng. “Aku sangat serius. Tapi ... jangan harap aku mau tidur di tempat seperti ini!” cibir Ares sambil mendengus.

“Kamar ini sangat tidak cocok denganku!”

Anggun tak bisa berkata-kata. Tubuhnya mendadak lemas. Menikah? Dengan Ares? Apa ini bukan permainan? Anggun masih ingat betul saat Ares menolaknya kemarin. Bahkan, Ares sempat menghina Anggun.

“Kenapa diam?” tanya Ares tiba-tiba. “Apa kau tidak mau?” jemari Ares sempat menyentil hidung mungil milik Anggun.

“Aku sudah punya kekasih, Tuan.” Anggun berkata sebuah kebohongan. “Jadi, mana mungkin aku bisa menikah dengan Tuan?

“Kalau begitu, putuskan saja dia,” sahut Ares dengan enteng. “Mudah bukan?”

“Tidak bisa begitu, Tuan. Itu namanya keterlaluan.”

“Oh ya?” Ares melengos. “Kalau kau sudah punya kekasih, kenapa kau mau di ajak datang ke rumahku?”

Degh! Anggun kehilangan ide. Selain pria yang mengerikan, sepertinya Ares tipe orang yang pandai dalam berdebat.

“Bagaimana?” Ares mendekatkan wajah lagi ke wajah Anggun.

Anggun mengerjap-kerjapkan mata sambil melangkah mundur. “Aku, Aku ... e—”

“Sudahlah!” Ares mengibaskan tangan sambil berjalan ke arah pintu. “Kau harusnya bersyukur karena aku bersedia menikah denganmu. Banyak di luar sana yang menginginkan aku.”

GREP! Ares keluar dan menutup pintu dengan keras hingga membuat Anggun berjinjit dan melongo.

“Besok aku akan datang lagi!” teriak Ares dari luar dengan lantang.

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Istri Idaman Tuan Ares   istri idaman 57 (Tamat)

    Sesuai saran Rena, pelan-pelan Ares mendekati Anggun yang saat ini sedang menangis di sudut ranjang. Anggun menyembunyikan wajahnya di balik lutut dan kedua tangannya yang terlipat.Dari jarak beberapa meter saja, Ares bisa mendengar dengan jelas kalau Anggun masih terus menangis hingga tubuhnya bergetar.“Anggun,” panggil Ares dengan sangat pelan.Anggun mendongak sekilas sebelum akhirnya menelungkup lagi. Ares hampir saja menjerit saat melihat wajah Anggun yang sembab, tapi kemudian memilih membisu dan mendekat.Ares tak peduli jika nanti Anggun marah atau berteriak, tapi Ares tetap maju dan ikut naik ke atas ranjang. Anggun tak bergerak selain tetap menelungkup.“Anggun ... maafkan aku,” kata Ares. Ares hampir meraih siku Anggun, sayangnya lolos karena Anggun menyingkir.“Maafkan aku, Anggun. Aku hanya cemburu.” Ares kian mendekat dan kali ini berhasil merengkuh tubuh Anggun.“Lepaskan aku!” Anggun berontak, tapi Ares tetap mendekapnya.“Tidak sebelum kau memaafkan aku,” Ares kian

  • Istri Idaman Tuan Ares   istri idaman 56

    Hampir setengah jam Ares mondar mandir di ruang tamu. Menunggu Anggun yang tak kunjung pulang, membuat Ares meradang. Ares marah, tapi juga khawatir. Nomor Anggun berulang kali ia hubungi juga tak kunjung tersambung.“Kau di mana?” gumam Ares masih dengan mondar-mandiri.Cekleeek ...Seketika Ares berbalik badan dan mendongak. Pintu terbuka dan seseorang menyembul dari baliknya.Melihat siapa yang datang, Ares seketika menggeram keras sambil mengepalkan kepalan di udara. Rena yang terkejut lantas masuk dengan perasaan bingung.“Kau kenapa?” tanya Rena saat sudah mendekat.Rena meraih pundak Ares dan bertanya lagi. “Heh, kau kenapa?”Ares meraup wajah lalu menghempas duduk di atas sofa. Rena yang masih belum mengerti, angkat bahu kemudian ikut duduk.“Ada apa?” Rena bertanya lagi. “Ada masalah?”“Anggun belum pulang,” jawab Ares.“Ha?” Anggun ternganga. “Belum pulang? Memangnya Anggun kemana?”Ares tidak menjawab dan hanya mendesah.Tak lama kemudian, pintu terbuka lagi. Keduanya mendo

  • Istri Idaman Tuan Ares   istri idaman 55

    Klunting!Satu pesan singkat masuk ke ponsel Anggun yang berada di atas pangkuan. Anggun yang kala itu sedang duduk bersantai sambil menonton televisi, segera meraih ponselnya lalu membuka pesan masuk tersebut.“Nomor siapa ini?” batin Anggun. Karena penasaran, Anggun pun menggeser lagi layar ponselnya. Dan saat itu juga muncullah serentetan pesan bergambar.Anggun menutup mulutnya yang terbuka dengan satu telapak tangan. Matanya berkedut tanpa beralih pandangan pada layar ponselnya yang masih menyala. Anggun mulai bergetar ketika melihat tanggal yang tertera di gambar tersebut. Itu artinya, foto ini di ambil saat Ares meninggalkan Anggun di rumah ayah mertua.“Bukankah ini ... em?” Anggun nampak berpikir. “Ini ... ini wanita yang sempat datang ke apartemen beberapa bulan yang lalu. Aku lupa namanya.”Saat Anggun hendak melempar ponselnya di ruang kosong di samping ia duduk, ponsel tersebut tiba-tiba berdering. Nomor yang baru saja mengirim gambar tersebut menelpon.Anggun menelan lud

  • Istri Idaman Tuan Ares   istri idaman 54

    Pagi hari, Ares menyempatkan diri menengok ayahnya. Beliau sudah mendingan karena hari ini sudah bisa ikut sarapan bersama. Wajahnya pun terlihat sudah tidak terlalu pucat.“Ayah sudah sehat?” tanya Anggun.“Tentu saja sehat. Kau pikir suamiku akan sakit terus?!” Ana menyerobot menjawab. “Atau kau suka kalau mertuamu sakit?”Anggun terdiam sambil mencengkeram tangan Ares di bawah meja.“Istriku. Jangan membuat kegaduhan, Anggun hanya bertanya. Toh selama aku sakit, dia yang sering membantuku,” timpal Bian.“Apa maksudmu? Jadi kamu pikir Mareta juga tidak membantu?” Ana melirik tajam ke arah Anggun.Ares mungkin marah, tapi dia sedang menahannya dan menunggu reaksi apa yang akan terjadi selanjutnya.“Kau coba tanya saja pada Mareta. Aku tidak mau membeda-bedakan menantuku, tapi karena kau selalu memancingku, aku juga bisa marah.”Pagi di ruang makan mulai terlihat kacau. Bian baru saja sembuh dan sang istri justru memanggil kegaduhan.“Jangan memancing amarahku di ruang makan!” gertak

  • Istri Idaman Tuan Ares   istri idaman 53

    Sekitar pukul sepuluh malam Ares sampai di rumah lagi. Suasana rumah sudah sepi, lampu-lampu di lantai bawah pun sudah di matikan. Hanya terlihat satu sinar terang dari arah dapur. Karena haus, Ares pun berbelok ke arah dapur. Ia pikir Anggun ada disana, karena sering kali malam-malam Anggun merasa lapar.“Kau?” pekik Ares saat yang ia jumpai di dapur bukanlah Anggun melainkan Mareta.Mareta menoleh sambil memegang gelas berisi air mineral. “Hai, Ares. Kau baru pulang?”“Hem.” Ares memilih acuh.Meski Mareta berniat menghalangi jalan dengan berdiri di depan meja konter, tapi Ares terap maju untuk meraih sepoci air mineral yang ada di belakang Mareta.“Awas, aku mau ambil minum,” kata Ares.“Oh, maaf.” Mareta menyingkir, tapi mendadak kakinya terkilir.Ares yang belum sempat meraih gelas lebih dulu menangkap tubuh Mareta yang sudah miring dan hampir jatuh. Gelas yang Mareta pegang masih aman, tapi air di dalamnya sudah tumpah membasahi lantai.“Kalian sedang apa?” tanya Anggun yang tib

  • Istri Idaman Tuan Ares   istri idaman 52

    Sore harinya, Anggun dan Ares kembali ke rumah. Bukan untuk bermalam, tapi rencananya hanya untuk memberikan buah yang tadi sempat dibeli di pasar. Namun, karena mendadak Ares mendapat panggilan dari Nando, Ares terpaksa harus meninggalkan Anggun di rumah ini.“Aku tinggalkan kau sebentar tak apa kan?” tanya Ares. “Aku mau mengajakmu, tapi takutnya nanti sampai larut malam.”“Tidak apa-apa. Aku sudah biasa di rumah ini kan?”“Kalau Mareta mengganggumu, kau bisa telpon aku. Oh atau nanti aku akan suruh Mareta datang. Bagaimana?”Melihat ekspresi Ares yang terlihat begitu khawatir, Anggun jadi ingin tertawa. Namun, karena tak mau membuat Ares marah, Anggun mengumpat tawa dengan cara memeluk tubuh Ares.“Tidak usah, aku akan baik-baik saja di sini. Tidak ada yang akan menyakitiku.”Setelah obrolan singkat itu, pada akhirnya Ares benar-benar meninggalkan Anggun. Kalau saja tempat tujuannya searah dengan jalur ke apartemen, mungkin Ares akan mengantar Anggun pulang dulu. Namun, karena jar

  • Istri Idaman Tuan Ares   istri idaman 51

    Sayangnya kepindahan mereka ke luar kota harus tertunda. Ayah mendadak sakit dan tidak mengijinkan Ares untuk pindah lebih dulu. Ares sempat jengkel karena semua rencana membawa Anggun pergi dari kota ini gagal. Namun, sebagai sang istri, Anggun tentunya mencoba membujuk supaya Ares mau bertahan di sini sampai ayah sembuh."Kita tunggu sampai ayah sembuh, Sayang." Kalau sudah dipanggil dengan sebutan sayang, mendadak perasaan Ares menjadi lumer."Tapi aku tak mau tinggal di rumah itu," kata Ares."Iya. Kan kita tinggal di sini." Anggun merangkul lengan, lantas mendaratkan kepala di pundak Ares. "Kita siap-siap."Ares menunduk mencari wajah Anggun. Memberi satu kecupan di bibir sembari mengelus kening Anggun. “Kau tidak boleh dekat-dekat dengan Mareta.”Anggun mengangguk. “Ya sudah aku ganti baju dulu.” Anggun lantas berdiri.Setelah semua sudah beres, Anggun dan Ares kemudian meninggalkan apartemen dan pergi menjenguk ayahnya di rumah.“Suamiku, harusnya kau tidak usah mencegah Ares u

  • Istri Idaman Tuan Ares   istri idaman 50

    “Sampai sini saja. Ini sudah malam juga,” kata Ares saat dua koper besar sudah di depan pintu apartemen. “Kau antar Rena pulang.” Ares berkata pada Nando.“Baik, Tuan.” Nando mengangguk.“Kabari aku kalau kau sudah beneran pindah ke rumah baru,” kata Rena.Ares tersenyum. “Pasti.”Setelah Nando dan Rena pergi, Ares segera masuk ke dalam. Menyeret koper bergantian, kemudian Ares meletakkannya di samping lemari besar di dekat rak TV. Setelah itu, Ares menghela napas sambil menyugar rambutnya ke belakang. “Melelahkan juga ternyata.”“Apa Anggun sudah tidur?” gumam Ares. Didapati jam di pergelangan tangan sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.Perlahan-lahan, Ares membuka pintu kamar. Lampu masih menyala terang. Ares menutup pintu kemudian berbalik dan mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Berhenti di gazebo di dekat jendela, Ares mendapati sosok Anggun tengah meringkuk dengan kedua telapak tangan terhimpit di antara paha.Ares mendekat. Tak mau sampai Anggun terbangun, Ares mulai men

  • Istri Idaman Tuan Ares   istri idaman 49

    Sebelum kembali ke rumah, Ares mampir terlebih dulu ke restoran. Rencananya Ares akan menelpon Nando, tapi berhubung ponselnya tertinggal di apartemen, pada akhirnya Ares terpaksa menemui Nando di restoran.Sampai di sana—di ruang khusus menejer—Ares dikejutkan dengan adanya Rena di dalam sana. Rena tengah duduk tak jauh dari Nando di atas sofa.“Kau di sini?” tanya Ares pada Rena. Rena meringis. “Jangan bilang kalian?”Mereka berdua saling pandang sebelum akhirnya sama-sama meringis menatap Ares.Ares nampak menghela napas, lalu memutar bola malas. “Baguslah. Aku senang ada yang kau sama Rena.”“Apa!”“Pfff!”Jika Rena melotot, Nando justru sedang mengumpat tawa.“Kau menertawakanku, ha?” sembur Rena“Aduh!” jerit Nando saat telapak tangan mendarat di pundaknya. “Sakit tahu!”Saat mereka berdua hendak mulai adu mulut dan saling memukul, Ares sudah lebih dulu menyela. “Diamlah!”Sesaat keduanya langsung diam. Meski sempat saling mencebik dan lirik, tapi kemudian mereka berdua foku

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status