Home / Romansa / Istri Jaminan Hutang / Menjemput Jaminan Hutang

Share

Menjemput Jaminan Hutang

Author: Sun Mon
last update Last Updated: 2023-08-22 19:54:54

Pria berambut klimis dan berjaket kulit yang berdiri di samping Kana hanya menaikkan kedua alisnya sambil tersenyum miring.

"Siapa aku?" ulang pria itu sambil menyeringai. Kana yang berdiri di sampingnya pun menjauh. Perasaannya tidak enak mengenai pria ini.

"Ya! Siapa kamu? Untuk apa datang malam-malam begini? Atau jangan-jangan ...."

"Apa kamu adalah penagih hutang?" seru Adik Sepupunya yang seketika membuat sang Ibu mematung.

"Pe-penagih hutang?" gumam sang Bibi gemetaran. Kana yang mendengarnya, reflek menjauhkan dirinya, tetapi tangannya keburu ditarik oleh pria itu dengan kasar. Kana berusaha melepaskannya, tetapi cengkraman pria itu begitu kuat.

"Ji-jika kamu adalah penagih hutang, maka, bawa saja dia!" tunjuk sang Bibi ke arah Kana. Sontak kedua mata Kana membulat. Ia tahu kalau dirinya harus mencari uang untuk membayar hutang Pamannya, tetapi jika ia diserahkan langsung begini pada penagih hutang, bukankah hal berbahaya mungkin akan terjadi padanya?

"Dia? Maksudmu, perempuan yang kini ada dalam genggamanku?" tanya pria itu sambil menunjukkan tangan Kana yang kini dicengkram kuat olehnya.

"Ya, benar! Dia adalah Kana! Dia adalah keponakanku yang akan membayar hutang mendiang Suamiku! Dia sudah berjanji akan membayarnya!" pungkas sang Bibi panjang lebar.

"Oh ..." Pria itu menaikkan dagunya kemudian menoleh ke arah Kana.

"Jadi perempuan ini yang bernama Kana?" tekan pria itu lagi yang semakin membuat tubuh Kana bergidik. Entah kenapa, pria ini malah menekankan nada bicaranya saat menyebut nama "Kana".

"Ya! Perempuan itu yang bernama Kana Kemala!" Sang Bibi malah menyebut nama lengkap Kana. Habis sudah nasibnya akan berkahir pada pria menakutkan ini. Kana hanya bisa memejamkan matanya erat-erat.

"Ternyata semudah ini aku mendapatkan Kana ..." gumam pria itu yang membuat mata Kana terbuka lebar-lebar. Wanita itu langsung menoleh cepat ke arah pria yang masih setia mencengkram pergelangan tangannya.

"Ben!" seru pria itu sambil menyebut nama pria lainnya. Tiba-tiba saja muncul seorang pria berkacamata dari belakangnya. Pria berkacamata itu menunduk sambil membawa sebuah map.

"Tolong kamu urus semua hutang keluarga ini. Lunasi semuanya dan berikan mereka hadiah sebesar jumlah hutang mereka ..."

"Baik, Tuan!" seru pria yang disebut Ben itu tanpa berani mengangkat kepalanya. Siapa sebenarnya pria ini? Bukannya mau menagih hutang, justru ia mau membayarkan hutang sang Paman! Bahkan memberikan uang sebesar hutang Paman!

"A-apakah kau serius?" tanya Bibi yang kini tercengang mendengar ucapan pria di hadapannya.

"Ya ..." Pria berambut klimis itu mengangkat kedua sudut bibirnya lagi.

"Kau pikir, untuk apa mendiang suamimu datang padaku pagi ini?" kekeh pria berambut klimis itu sambil menandatangi dokumen yang disodorkan oleh pria berkacamata.

Sontak kedua mata sang Bibi terbelalak.

"Tuan Muda Ivander! Apakah Anda Tuan Muda Ivander?" seru Bibinya yang menarik atensi pria berambut klimis itu hingga menaikkan kedua sudut bibirnya.

"Ternyata kau ingat namaku," ujarnya sambil menyeringai, kemudian atensinya kembali pada sang pria berkacamata yang menarik kembali dokumen tadi.

"Urus proses akhirnya dan ..." Perhatiannya kembali pada wanita berkepala empat di hadapannya.

"Karena Anda sudah menyerahkan Kana padaku, maka jangan pernah menemuinya, menghubunginya, apalagi mengakuinya sebagai keluarga, karena kalian telah menjual perempuan ini padaku!" tekan pria itu lagi.

"Iya! Iya, kami mengerti. Bawa saja, bawa Kana dan jangan biarkan kami bertemu lagi dengannya," ujar sang Bibi sambil tersenyum semringah, sementara Kana menatapnya dengan mata yang melotot. Wanita itu menggelengkan kepalanya, tetapi sang Bibi pura-pura tak menyadarinya dengan menatap lurus ke arah pria berambut klimis di hadapannya.

"Baiklah. Kalau begitu, akan aku bawa perempuan ini." Pria itu kemudian menatap Kana yang masih menggelengkan kepalanya.

"Dasar perempuan bodoh!" hardik pria itu.

"Kau ikut aku sekarang dan jangan melawan!" serunya yang langsung pergi sambil menyeret Kana bersamanya.

"Ti-tidak! Bibi! Jangan lakukan ini!" Kana berusaha meminta pertolongan, tetapi sang Bibi yang didekati oleh pria berkacamata tadi sama sekali tak menggubris teriakan Kana.

"Bibi! Tolong! Jangan biarkan Kana dibawa oleh pria ini!" Kana berusaha melepaskan cengkraman pria berambut klimis yang masih menyeretnya.

"Hey, lepaskan! Jangan bawa aku!" tekan Kana, tetapi tidak digubris sama sekali oleh pria yang masih setia menyeretnya.

"Hey, aku mau dibawa ke mana? Kau sebenarnya siapa? Lepas—" Pria bernama Ivander itu langsung menarik tangan Kana dengan kasar hingga tubuhnya hampir saja menubruk tubuh pria itu. Kana reflek memejamkan matanya agar tak harus menatap wajah angkuh pria beraura kuat ini.

"Lepas, kau bilang?" ulang Ivander.

"Apa kau tidak dengar, Bibimu, baru saja menjualmu padaku! Jadi sekarang kau milikku! Kau adalah milik Ivander Aslan Harvey!" tekan pria itu lagi. Sontak mata Kana terbuka lebar dan manik matanya tak sengaja bertemu dengan manik mata pria bernama Ivander ini yang begitu dingin.

"Harvey" adalah nama yang tidak asing baginya karena nama itu begitu berbekas di ingatannya. Harvey Land adalah sebuah sangraloka terindah di bawah naungan Harvey Grup yang menjadi tempat impian Kana untuk berlibur bersama orang tuanya. Namun karena ingin mewujudkan keinginan Kana 14 tahun lalu, orang tuanya malah menjadikan Kana anak yatim piatu. Andaikan saja dulu Kana tidak memaksa kedua orang tuanya pergi ke sangraloka yang terletak di atas pegunungan dengan jalur ekstrim itu, jalan hidupnya pasti akan berbeda.

"Jika kamu ingin selamat, sebaiknya, ikuti saja perkataanku!" sarkasnya yang langsung membuyarkan lamunan Kana. Pria itu kembali menyeret Kana dengan paksa menuju sebuah mobil coupe berwarna hitam yang terparkir tak jauh dari rumahnya.

"I-ini ... kita akan ke mana?" tanya Kana seraya menatap rahang Ivander yang lebih tinggi darinya.

Pria itu membuka pintu mobilnya.

"Sudahlah, jangan banyak tanya dan masuk saja!" serunya yang langsung melempar tubuh Kana dengan kasar masuk ke dalam mobil. Kana yang merasa dibebaskan karena cengkraman pria berambut klimis itu lepas pun langsung bangkit dan berusaha keluar dari mobil. Namun tangan besar Ivander langsung menyentuh lehernya dan menekan ibu jarinya di urat nadi Kana.

"K-kau! A-apa yang kau la-lakukan? K-kau ... Kau ingin membunuhku?" lirih Kana dengan suara tercekat. Cengkraman Ivander di lehernya kini jauh lebih kuat daripada di tangannya. Ia sama sekali tak bergerak.

Pria itu dengan sigap masuk ke dalam mobil sambil melemparkan sorot mata yang tajam ke arah Kana.

"Ini adalah akibatnya jika kau berani melawanku!" tekan Ivander lagi seraya duduk di samping Kana dan menutup pintu. Dengan sisa kekuatannya, Kana berusaha mencengkram tangan pria itu yang kini mencekik lehernya.

"Le-lepas! A-apa k-kau me-memba-waku u-untuk membunuhku?" tukas Kana.

"Aku hanya akan melepaskan jika kau diam!" tegas Ivander.

"Ba-bagaimana aku bisa diam? Ka-kau pikir, a-apa y-yang ba-barusan k-kau la-lakukan pa-padaku?" sinis Kana yang langsung menaikkan kedua sudut bibir Ivander.

"Apa yang aku lakukan?" Ivander mendekatkan wajahnya ke wajah Kana yang mulai membiru.

"Aku telah membelimu, sayang ... Kau sudah dijual—"

"Bo-bohong!" potong Kana yang meringis, berteriak saat dicekik seperti menarik urat nadinya sendiri hingga putus. Kepalanya mulai pusing.

"Bohong katamu?" ulang Ivander yang malah mengeratkan cengkramannya di leher Kana. Ia pun mendekati telinga Kana.

"Asal kau tahu, yang menerima uang bayaran atas dirimu memang Bibimu ... Tapi, orang yang menjualmu adalah Pamanmu sendiri," bisik Ivander yang langsung membuat Kana melebarkan matanya.

"A-apa? Pa-paman?" lirihnya.

"Ya, Pamanmu datang padaku dan menjadikanmu jaminan hutanganya!" beber Ivander.

"Ti-tidak mungkin!" Akhirnya Kana berhasil melepaskan cengkraman tangan pria itu di lehernya. Seketika ia pun terbatuk-batuk. Sementara pria berambut klimis itu malah tersenyum sambil duduk menyilang.

"Dasar wanita bodoh! Jelas-jelas kau tidak dianggap berarti, malah masih mempercayai orang-orang bejat itu—"

"Hentikan!" jerit Kana dengan napas yang menderu-deru.

"Jangan katakan kebohongan lagi! Atau aku akan—"

"Akan apa?" tantang Ivander yang kini memegang dagu Kana dengan telunjuk panjangnya.

"Kau yang tidak punya keluarga, tidak punya uang, tidak punya otak dan tidak punya harga diri, memangnya bisa apa?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Jaminan Hutang   Belum Selesai

    Seketika sekujur tubuh Kana terasa lemas. Tubuhnya langsung meluruh ke lantai tepat ketika Ivander keluar dari kamarnya. Kini dia tidak bisa lagi mengeluarkan air mata, tetapi dadanya terasa sangat sesak hingga ia sulit bernapas. "Kenapa rasanya sangat sakit ...." pedih Kana dengan suara tercekat. Apakah dia mulai mengharapkan cinta Ivander? Apa itu tidak terlalu serakah? Kenapa Kana menginginkan hal yang mustahil terjadi? Sementara itu, Ivander langsung menyandarkan punggungnya ke dinding setelah menutup pintu kamar Kana. Dia memejamkan matanya erat-erat sambil mengepalkan tangan. Ivander menggemerutukkan giginya. Napasnya kini terasa sesak. Dadanya terasa sangat gusar. Dia ingin menangis, tetapi tidak bisa menangis. "Sial ...." umpatnya sambil melepas kepalan tangannya, tetapi sang tangan malah bergetar hebat. Sebenarnya Ivander kenapa? Apakah perasaan yang selama ini ia belenggu di lubuk hatinya yang terdalam mulai memberontak keluar? Tidak, Ivander tidak boleh membiarkan rasa

  • Istri Jaminan Hutang   Bimbang

    Ivander terkesiap mendengar ucapan Iola. Jantungnya berdebar lebih cepat dari biasanya. Kana adalah istri Ivander, itu memang benar adanya. Sekalipun ada kontrak pernikahan yang mereka tanda tangani, tetapi mereka melaksanakan pernikahan yang sah dan diakui negara. Apa salahnya jika Ivander menganggap Kana istrinya?"Kenapa kamu diam, Ivander?" tegur Shein yang menatapnya dengan nanar. Entah kenapa melihat ekspresi wajah Shein yang agak "shock" membuat jantung Ivander terasa diremas. Apakah ia berbuat kesalahan? Kenapa Shein menatapnya begitu, bahkan Iola yang menatapnya dengan tajam.Iola menghela napas. "Oke, sekarang aku tanya satu hal!" ucap Kana yang menarik atensi Ivander. "Apa itu?" tanya Ivander.Iola langsung menatapnya dengab lurus."Jawab jujur dari hatimu, apakah bagimu Kana adalah wanita yang pantas menerima cintamu?" Dahi Ivander langsung mengernyit. "Cinta? Cinta apa? Jangan bercanda, Iola. Di hidupku mana ada yang namanya "Cinta". Kamu sangat tahu itu," kekeh Ivand

  • Istri Jaminan Hutang   Terbongkar

    "Jadi selama ini kalian hanya menikah kontrak?" Iola langsung berdiri begitu mendengar semua penjelasan Ivander tentang pernikahan mereka. Sementara Shein masih duduk tercengang dan sibuk dengan pikirannya sendiri."Ya. Itulah kenyataannya," jawab Ivander santai seolah tidak ada beban. Apa akan baik-baik saja jika Iola dan Shein diberitahu begini? Kana hanya bisa menghela napas.Iola kembali menghempaskan tubuhnya ke sofa."Kalian gila! Tidak, kamu gila, Ivander!" tukas Iola. Ivander malah terkekeh."Bukankah kamu sudah tahu kalau aku ini gila," jawab Ivander malah geli sendiri. "Tapi ... kamu keteraluan, Ivander!" Shein mulai angkat bicara, membuat atensi Ivander beralih padanya."Kamu menjadikan Kana tameng dari Jenni! Kamu tahu sendiri, 'kan kalau melawan Jenni, maka Kana akan dalam bahaya!" tekan Shein. Ivander malah tersenyum seraya merangkul Kana yang duduk dengan tegang di sampingnya."Tenang. 'Kan ada aku. Aku yang akan melindunginya. Iya, 'kan, Sayang?" Kana terhenyak da

  • Istri Jaminan Hutang   Gelagat Aneh

    Kana terbangun duluan. Ternyata dia masih berada di dalam dekapan Ivander. Sampai akhirnya, setelah Kana puas menangis, mereka bercinta lagi. Kini, mereka berdua sama-sama tidak mengenakan sehelai benang pun dan hanya mendekap satu sama lain di bawah selimut agar tidak kedinginan. Kana paling suka saat-saat seperti ini, ketika Ivander masih terlelap dan dia bisa bebas memandangi wajah polos pria ini. Jari-jari kecilnya mulai menyentuh tiap inchi wajah tampan Ivander. Hal lain yang paling menyenangkan, adalah pria ini tidak akan protes karena masih terlelap. "Kenapa tidak cium saja, Sayang ...." Tiba-tiba Ivander bersuara, membuat Kana terhenyak. Wanita itu langsung terduduk sambil menarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya. "Uhm, ma-maaf. Kalau begitu, aku pak—Ah!" Ivander malah menarik tubuh Kana hingga wanita itu kembali berakhir dalam dekapannya. "Siapa yang mengizinkanmu pergi, hm?" goda Ivander kemudian menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Kana. "I-ivander ... geli," pro

  • Istri Jaminan Hutang   Gusar

    Sudah berjam-jam berlalu saat Ivander memutuskan untuk tidur, tetapi tubuhnya tetap tak merasa nyaman. Sejak tadi, dia hanya bisa mengubah-ubah posisi tidurnya, tetapi matanya tidak mau terpejam. Jantungnya terus berdebar dan kepalanya terus berpikir. Sebuah pertanyaan di benaknya sampai sekarang belum mendapat jawaban yang memuaskan. Apa yang membuat Ivander terus merasa tidak tenang dari tadi semenjak Kana meninggalkannya sendirian?"Arrgh!" Ivander muak! Dia langsung terduduk sambil mengacak-acak rambutnya yang selalu ia sisir rapih sebelum tidur. "Sebenarnya apa yang wanita itu lakukan padaku?" geram Ivander seraya memandang ke arah lemari yang menghubungkan kamar mereka. Pria itu sempat terdiam cukup lama. Kira-kira, apakah Kana sudah tidur? Pakaian tidur apa yang dia kenakan? Bagaimana gaya tidurnya? Apakah dia mengenakan selimut? Jangan-jangan dia kedinginan? Tunggu, kenapa Ivander berpikir sejauh itu?Ivander kembali mengacak-acak rambutnya sambil

  • Istri Jaminan Hutang   Sisi Lain Ivander

    Akhirnya mereka selesai dan kini berada di dalam mobil menuju rumah. Pada akhirnya, mereka melakukannya sampai tiga ronde dan ronde terakhir adalah yang paling gila karena Kana melakukannya di atas Ivander dan pria itu membiarkannya mendominasi. Padahal jika dilihat dari karakter pria angkuh ini, dia tidak suka jika orang lain mendominasinya. Namun mereka berdua tetap sama-sama menikmatinya. Kana tersenyum tiap memikirkan apa yang mereka berdua lakukan tadi. Mereka sudah sama-sama kehilangan akal. Namun senyum Kana sirna. Tiga kali mereka melakukannya, tiga kali juga Ivander memberikan harta berharganya pada Kana dan menyimpannya di perut ini. "Apakah aku akan hamil?" gumam Kana. Dia tidak boleh hamil anak Ivander! Jika sampai hamil, maka, hubungannya dengan Ivander akan semakin rumit. Kana kemudian memandang wajah plos Ivander yang tengah tertidur yang sejak tadi. Apakah bercinta membuatnya kelelahan? Namun, itu tidak masalah, jika pria ini tertidur, Kana bisa bebas memandanginya h

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status