Share

Dikhianati

Author: Sun Mon
last update Last Updated: 2023-08-22 19:58:10

Kana hanya menatap pria angkuh di hadapannya dengan sorot mata yang tajam. Wanita 21 tahun itu pun menyingkirkan telunjuk Ivander dari dagunya.

"Jangan sentuh aku!" sarkas Kana yang langsung memalingkan wajahnya. Ivander pun menyunggingkan senyumnya.

"Yah, sampai akhirnya kamu mengakui ucapanku barusan, 'kan?" tutur Ivander yang langsung menohok Kana.

"Pantas saja, Pamanmu membuangmu—"

"Paman tidak mungkin melakukan itu!" potong Kana sambil menatap Ivander dengan bola mata bergetar.

"Bibi ... Bibi mungkin membuangku, tetapi kalau itu Paman ...." Suara Kana tercekat.

"Paman tidak mungkin membuangku, apalagi menjualku ... tidak, itu tidak mungkin." Bulir-bulir bening mulai membasahi pipi Kana. Dia menutup wajahnya. Ia tidak mau ada orang yang melihat dirinya yang tak berdaya, sekalipun Kana memang tidak memiliki daya apapun.

"Itu kenyataannya, Sayang," ucap Ivander lagi yang memalingkan wajahnya dari Kana. Pria itu lebih memilih menatap keluar jendela dibanding menyaksikan isakan tangis wanita di sampingnya.

"Jangan bohong lagi ... Kau pasti berbohong," lirih Kana dengan suara yang begetar.

Ivander hanya menghela napas.

"Kau benar-benar keras kepala!" keluhnya yang atensinya beralih pada supir yang sejak tadi menunggu perintahnya.

"Jalankan mobilnya, Pak! Kita sama sekali tidak punya waktu lagi," titahnya. Pria paruh baya yang duduk di bangku supir pun menyalakan mobil dan menjalankannya.

Selama di perjalanan, diam-diam pria berambut klimis itu sesekali melirik ke arah Kana yang masih menutupi wajahnya. Ia kembali menghela napas panjang.

"Sebenarnya, aku menginginkan putri pamanmu," jujurnya yang seketika menghentikan tangisan Kana. Ia pun membuka tangan yang sejak tadi menutupi wajahnya.

"A-apa?"

"Yah, tetapi Pamanmu yang menolaknya dan mengusulkan dirimu untuk dijadikan sebagai penjamin hutangnya," cerita Ivander lagi seraya melirik ke arah Kana yang kini menatapnya.

"Tidak mungkin!" sahut Kana yang malah membuat pria berambut klimis itu geram.

"Dasar wanita keras kepala!" umpat Ivander yang langsung mengeluarkan ponselnya dari saku jaketnya. Ia mulai mengotak-atik layar ponselnya.

"Ini dia!" serunya yang menunjukkan layar ponselnya ke arah Kana. Itu adalah sebuah rekaman suara.

"Dengarkan ini baik-baik!" tekan pria itu yang menekan tombol putar.

[Baiklah, aku akan membayarkan seluruh hutangmu, tetapi aku menginginkan putrimu sebagai gantinya!] Terdengar suara dingin yang mirip dengan suara Ivander di audio rekaman tersebut.

[Ja-jangan, Tuan! Saya mohon jangan ambil putri saya!] Sontak mata Kana melotot, suara berat yang bergetar itu jelas adalah suara Pamannya.

[Lalu? Bukankah aku sudah bilang, aku butuh wanita berusia dua puluh tahun. Jika bukan putrimu, lantas siapa? Kau pikir, aku akan bersedekah denganmu? Asal kau tahu, aku tidak punya kemurahan hati seperti itu!] Suara Ivander kini terdengar sarkas. Kana pun meliriknya sambil diam-diam geleng-geleng kepala. Saat melihatnya pertama kali, Kana juga tahu kalau pria ini sama sekali tidak memiliki kemurahan hati.

[Ma-maka dari itu, Tuan. Jangan putri saya. Putri saya masih berusia delapan belas tahun. Dia juga masih SMA ...] Kini terdengar lagi suara sang Paman di audio rekaman itu.

[Lantas siapa? Jangan bilang, kamu mau menyerahkan istrimu!] tukas Ivander di remakan audio.

[Ti-tidak, Tuan! Mana mungkin!]

[Lalu, siapa? Memangnya kamu masih memiliki anak perempuan?] Seketika Kana menelan salivanya mendengar pertanyaan Ivander tersebut di audio rekaman.

[Y-ya ... Uhm, maksud saya, dia bukan putri kandung saya, tetapi keponakan saya. Namannya Kana. Kana Kemala. Usianya dua puluh satu tahun. Orang tuanya sudah meninggal. Dia sebatang kara. Orangnya baik, cantik dan pekerja keras ... dia juga—]

[Ya,ya,ya!] Di rekaman tersebut Ivander memotong ucapan sang Paman.

[Aku tidak butuh info tentang kepribadiannya. Kau hanya perlu—] Tiba-tiba Ivander menghentikan putaran audio rekaman itu. Sontak Kana menoleh ke arahnya.

"Kenapa dihentikan?" tanya Kana.

"Itu adalah transaksiku dengan Pamanmu. Kau hanya perlu mendengar bukti bahwa Pamanmu sendiri yang menyerahkanmu padaku!" tekan Ivander lagi sembari kembali menyimpan ponselnya di saku jaketnya.

Kana diam-diam menggigit bibir bawahnya. Ia sangat ingin memungkiri bahwa itu bukan suara Pamannya, tetapi logat bicaranya, suaranya, itu semua mirip dengan Pamannya.

"Kau pasti ingin menyangkalnya, toh Pamanmu sudah meninggal, bisa saja ini rekaman palsu," imbuh Ivander yang menarik atensi Kana. Reflek, Kana memegang lengan pria tersebut seraya menatapnya lekat-lekat.

"Apa ini rekaman palsu?" tanya Kana dengan pupil mata yang membesar. Namun Ivander menggeleng.

"Bukan. Pembicaraan ini aku rekam saat bertemu dengan Pamanmu pagi ini," jelas Ivander.

"Aku sengaja merekamnya untuk jaga-jaga jika sulit untuk membawamu dari keluargamu. Setidaknya ini adalah bukti, bahwa kau telah diserahkan padaku," lanjutnya lagi.

Kana hanya terdiam sambil mencengkram lututnya. Padahal ia baru saja mendengar ucapan terakhir sang Paman sebelum nyawanya dipanggil Tuhan. Namun ucapan yang keluar dari mulut pria yang sudah ia anggap seperti ayahnya sendiri malah merupakan ucapan yang paling tidak ingin ia dengar.

Tanpa sadar, matanya mulai menggenang. Ia menggigit bibir bawahnya untuk menahan segala emosi yang bergejolak dalam hatinya. Kata "Tidak Mungkin" masih menjadi senjata paling ampuh untuk menahan rasa sakit dalam dadanya untuk menerima kenyataan ini.

"Aku turut berduka cita atas kematian Pamanmu ..." ucap Ivander lagi dengan nada penuh empati. Kana dengan wajah penuh derai air mata kini menoleh ke arah pria itu.

"Aku tidak menyangka bahwa pertemuan hari ini adalah pertemuan terakhirku dengannya ..." tutur pria itu yang kini menatap ke arah Kana.

"Kau tenang saja, aku juga akan mengurus pemakamannya. Setidaknya, Pamanmu akan beristirahat dengan tenang," ucap Ivander lagi dengan lembut seolah berubah 180 derajat dari pria kasar yang tadi menyeret serta mencekiknya.

Namun Kana sama sekali tidak bisa bicara. Lidahnya kelu. Otaknya kosong. Ia sendiri bingung, banyak emosi yang kini berkecamuk dalam hatinya. Sedih, marah, kecewa, sakit hati. Padahal, seharusnya ia tenang. Setidaknya sang Paman akan mendapatkan tempat peristirahatan yang layak. Namun di sisi lain ada hal yang ia sadari, bahwa dulu atau pun sekarang, ia selalu sendirian tanpa ada tempat pulang atau pun sekedar bahu yang bisa jadi sandaran baginya.

"Jika kau patah hati sekarang, itu sudah terlambat ..." cetus Ivander yang membuyarkan lamunan Kana.

"Pa-patah hati? Apa maksudmu?" tanya Kana yang masih sesenggukan.

Pria itu melirik Kana.

"Yah. Aku tahu, kamu pasti merasa dikhianati oleh Pamanmu. Namun, itu sudah terlambat. Siapa saja akan merasa patah hati jika diperlakukan sepertimu, tetapi ..." Ivander menggantung kalimatnya.

"Daripada patah hati, sebaiknya kamu fokus pada apa yang harus kau lakukan setelah ini!" ucapnya sambil melirik Kana dengan sorot matanya yang dingin.

Sontak mata Kana membulat. Ia reflek memeluk dirinya sendiri.

"A-apa yang harus aku lakukan setelah ini?" panik Kana, tetapi ia langsung tertegun.

"A-apa ... Apa jangan-jangan kamu mau menjadikanku pemuas hasratmu setiap malam?"

Sontak hidung Pria itu berkerut.

"Pemuas— Ugh! Dasar! Orang rendahan, memang pemikirannya rendah!" hardik Ivander.

"Tentu saja bukan!" tekanya hingga Kana terkejap.

"La-lalu ... Apa yang harus aku lakukan setelah ini?"

Ivander menghela napas kasar seraya menoleh ke arah Kana yang masih menantikan jawabannya.

"Kau dengar sendiri di rekaman itu, 'kan bahwa aku butuh wanita berusia dua puluh tahun?" tanya Ivander yang langsung dijawab oleh anggukan kepala Kana.

"Itu karena aku butuh seorang istri!" ungkap Ivander yang membuat Kana mengerjapkan matanya sekali lagi.

"I-istri?" ulang Kana.

Ivander mengangguk.

"Ya dan itulah yang harus kau lakukan setelah ini! Menjadi istriku!" tekan Ivander yang langsung membuat Kana tercengang.

"A-apa? I-istri? Apa aku tidak salah dengar?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Jaminan Hutang   Belum Selesai

    Seketika sekujur tubuh Kana terasa lemas. Tubuhnya langsung meluruh ke lantai tepat ketika Ivander keluar dari kamarnya. Kini dia tidak bisa lagi mengeluarkan air mata, tetapi dadanya terasa sangat sesak hingga ia sulit bernapas. "Kenapa rasanya sangat sakit ...." pedih Kana dengan suara tercekat. Apakah dia mulai mengharapkan cinta Ivander? Apa itu tidak terlalu serakah? Kenapa Kana menginginkan hal yang mustahil terjadi? Sementara itu, Ivander langsung menyandarkan punggungnya ke dinding setelah menutup pintu kamar Kana. Dia memejamkan matanya erat-erat sambil mengepalkan tangan. Ivander menggemerutukkan giginya. Napasnya kini terasa sesak. Dadanya terasa sangat gusar. Dia ingin menangis, tetapi tidak bisa menangis. "Sial ...." umpatnya sambil melepas kepalan tangannya, tetapi sang tangan malah bergetar hebat. Sebenarnya Ivander kenapa? Apakah perasaan yang selama ini ia belenggu di lubuk hatinya yang terdalam mulai memberontak keluar? Tidak, Ivander tidak boleh membiarkan rasa

  • Istri Jaminan Hutang   Bimbang

    Ivander terkesiap mendengar ucapan Iola. Jantungnya berdebar lebih cepat dari biasanya. Kana adalah istri Ivander, itu memang benar adanya. Sekalipun ada kontrak pernikahan yang mereka tanda tangani, tetapi mereka melaksanakan pernikahan yang sah dan diakui negara. Apa salahnya jika Ivander menganggap Kana istrinya?"Kenapa kamu diam, Ivander?" tegur Shein yang menatapnya dengan nanar. Entah kenapa melihat ekspresi wajah Shein yang agak "shock" membuat jantung Ivander terasa diremas. Apakah ia berbuat kesalahan? Kenapa Shein menatapnya begitu, bahkan Iola yang menatapnya dengan tajam.Iola menghela napas. "Oke, sekarang aku tanya satu hal!" ucap Kana yang menarik atensi Ivander. "Apa itu?" tanya Ivander.Iola langsung menatapnya dengab lurus."Jawab jujur dari hatimu, apakah bagimu Kana adalah wanita yang pantas menerima cintamu?" Dahi Ivander langsung mengernyit. "Cinta? Cinta apa? Jangan bercanda, Iola. Di hidupku mana ada yang namanya "Cinta". Kamu sangat tahu itu," kekeh Ivand

  • Istri Jaminan Hutang   Terbongkar

    "Jadi selama ini kalian hanya menikah kontrak?" Iola langsung berdiri begitu mendengar semua penjelasan Ivander tentang pernikahan mereka. Sementara Shein masih duduk tercengang dan sibuk dengan pikirannya sendiri."Ya. Itulah kenyataannya," jawab Ivander santai seolah tidak ada beban. Apa akan baik-baik saja jika Iola dan Shein diberitahu begini? Kana hanya bisa menghela napas.Iola kembali menghempaskan tubuhnya ke sofa."Kalian gila! Tidak, kamu gila, Ivander!" tukas Iola. Ivander malah terkekeh."Bukankah kamu sudah tahu kalau aku ini gila," jawab Ivander malah geli sendiri. "Tapi ... kamu keteraluan, Ivander!" Shein mulai angkat bicara, membuat atensi Ivander beralih padanya."Kamu menjadikan Kana tameng dari Jenni! Kamu tahu sendiri, 'kan kalau melawan Jenni, maka Kana akan dalam bahaya!" tekan Shein. Ivander malah tersenyum seraya merangkul Kana yang duduk dengan tegang di sampingnya."Tenang. 'Kan ada aku. Aku yang akan melindunginya. Iya, 'kan, Sayang?" Kana terhenyak da

  • Istri Jaminan Hutang   Gelagat Aneh

    Kana terbangun duluan. Ternyata dia masih berada di dalam dekapan Ivander. Sampai akhirnya, setelah Kana puas menangis, mereka bercinta lagi. Kini, mereka berdua sama-sama tidak mengenakan sehelai benang pun dan hanya mendekap satu sama lain di bawah selimut agar tidak kedinginan. Kana paling suka saat-saat seperti ini, ketika Ivander masih terlelap dan dia bisa bebas memandangi wajah polos pria ini. Jari-jari kecilnya mulai menyentuh tiap inchi wajah tampan Ivander. Hal lain yang paling menyenangkan, adalah pria ini tidak akan protes karena masih terlelap. "Kenapa tidak cium saja, Sayang ...." Tiba-tiba Ivander bersuara, membuat Kana terhenyak. Wanita itu langsung terduduk sambil menarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya. "Uhm, ma-maaf. Kalau begitu, aku pak—Ah!" Ivander malah menarik tubuh Kana hingga wanita itu kembali berakhir dalam dekapannya. "Siapa yang mengizinkanmu pergi, hm?" goda Ivander kemudian menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Kana. "I-ivander ... geli," pro

  • Istri Jaminan Hutang   Gusar

    Sudah berjam-jam berlalu saat Ivander memutuskan untuk tidur, tetapi tubuhnya tetap tak merasa nyaman. Sejak tadi, dia hanya bisa mengubah-ubah posisi tidurnya, tetapi matanya tidak mau terpejam. Jantungnya terus berdebar dan kepalanya terus berpikir. Sebuah pertanyaan di benaknya sampai sekarang belum mendapat jawaban yang memuaskan. Apa yang membuat Ivander terus merasa tidak tenang dari tadi semenjak Kana meninggalkannya sendirian?"Arrgh!" Ivander muak! Dia langsung terduduk sambil mengacak-acak rambutnya yang selalu ia sisir rapih sebelum tidur. "Sebenarnya apa yang wanita itu lakukan padaku?" geram Ivander seraya memandang ke arah lemari yang menghubungkan kamar mereka. Pria itu sempat terdiam cukup lama. Kira-kira, apakah Kana sudah tidur? Pakaian tidur apa yang dia kenakan? Bagaimana gaya tidurnya? Apakah dia mengenakan selimut? Jangan-jangan dia kedinginan? Tunggu, kenapa Ivander berpikir sejauh itu?Ivander kembali mengacak-acak rambutnya sambil

  • Istri Jaminan Hutang   Sisi Lain Ivander

    Akhirnya mereka selesai dan kini berada di dalam mobil menuju rumah. Pada akhirnya, mereka melakukannya sampai tiga ronde dan ronde terakhir adalah yang paling gila karena Kana melakukannya di atas Ivander dan pria itu membiarkannya mendominasi. Padahal jika dilihat dari karakter pria angkuh ini, dia tidak suka jika orang lain mendominasinya. Namun mereka berdua tetap sama-sama menikmatinya. Kana tersenyum tiap memikirkan apa yang mereka berdua lakukan tadi. Mereka sudah sama-sama kehilangan akal. Namun senyum Kana sirna. Tiga kali mereka melakukannya, tiga kali juga Ivander memberikan harta berharganya pada Kana dan menyimpannya di perut ini. "Apakah aku akan hamil?" gumam Kana. Dia tidak boleh hamil anak Ivander! Jika sampai hamil, maka, hubungannya dengan Ivander akan semakin rumit. Kana kemudian memandang wajah plos Ivander yang tengah tertidur yang sejak tadi. Apakah bercinta membuatnya kelelahan? Namun, itu tidak masalah, jika pria ini tertidur, Kana bisa bebas memandanginya h

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status