Pria ini sama sekali tidak menganggap Kana sebagai seorang manusia! Sesungguhnya Kana benar-benar merinding menghadapi Ivander yang kini malah tersenyum sambil menaikkan dagunya. Namun ia mengeraskan rahangnya.
"Tentu saja tameng agar aku tidak menikah dengan Mantan Calon Istriku," ungkap Ivander lagi enteng. Namun jawaban Ivander sama sekali tidak menjawab pertanyaan Kana."Kenapa? Kenapa kamu tidak mau menikah dengan Calon Istrimu itu? Aku yakin, Calon Istrimu itu adalah wanita yang berkelas!""Aku tekankan, dia Mantan Calon Istri!" tekan Ivander sambil melirik Kana sinis."Oke, Mantan Calon Istri! Aku akan menyebutnya begitu!" timpal Kana sambil diam-diam mengumpat. Pria ini sungguh menjengkelkan.Ivander kembali menghela napasnya sambil menatap lurus ke depan."Kau ... Kamu itu berbeda dengan mantan calon istriku," tambah Ivander seraya mengingat wajah Mantan Calon Istrinya hingga membuat tangannya mengepal kuat. Jelas hal itu tak luput dari perhatian Kana hingga terkesiap. Namun ia mengembuskan napasnya dengan kasar seraya menatap lurus ke arah Ivander."Jelas aku berbeda!" sahut Kana yang menarik atensi Ivander."Aku miskin, tidak cantik dan yatim piatu ...." Kana kemudian menoleh ke arah Ivander dengan tatapan sendu."Pasti Calon Istrimu sama sepertimu, kaya, cantik, berpendidikan tinggi dan punya kekuasaan," ucap Kana getir. Di saat genting begini, pria di sampingnya malah membandingkan dirinya dengan seorang wanita lain yang hidupnya jauh lebih beruntung."Tidak. Miskin, tak berdaya, dan yatim piatu hanya alasan untuk membuatmu tak berkutik ..." tutur Ivander kemudian menoleh dan membalas tatapan Kana."Yang membedakanmu dengan Mantan Calon Istriku adalah kamu yang tidak memiliki perasaan padaku," lirih Ivander dengan tatapan mendalam hingga membuat hati Kana bergetar. Sontak, Kana memalingkan wajahnya."I-itu berarti, Mantan Calon Istrimu punya perasaan padamu? Bukankah kau hanya tinggal membalas perasaannya?""Aku tidak menyukainya. Titik!" imbuh Ivander sambil memalingkan wajahnya. Kana berdesis mendengar jawaban Ivander. Sejak tadi alasannya terlalu dangkal untuk persoalan yang mendalam. Jelas terlihat dari tiap sikap angkuhnya tadi."Dasar Manusia Kejam! Bagaimana bisa kamu mempermainkan cinta seorang wanita?" tukas Kana."Itu bukan cinta!" tekan Ivander agak sarkas. Lidahnya benar-benar malas jika harus membicarakan Mantan Calon Istrinya."Lalu apa?""Dia terobsesi padaku!" tekan Ivander."Wanita itu terobsesi padaku, dia bahkan sudah melakukannya selama sepuluh tahun, ugh!" Ivander mengepalkan tangannya."Namun, semua orang menganggap dia mencintaiku! Semua orang benar-benar bodoh!" umpatnya."Dia bahkan berani menjadikan pernikahan ini sebagai pernikahan bisnis! Ugh, menjijikan!" rutuk Ivander lagi yang memalingkan wajahnya.Kana terkesiap mendengarnya. Ia bisa tahu dari melihat gelagat Ivander sekarang yang gusar seolah menahan gejolak emosi yang hendak meledak. Apakah Mantan Calon Istrinya itu pernah melakukan hal buruk padanya hingga membuat pria ini tidak mau menikah?"Dirinya, atau kerjasama bisnis yang dia tawarkan, sama sekali tidak membuatku tertarik!" ungkap Ivander lagi yang kemudian menoleh ke arah Kana yang masih memandangnya dengan bola mata bergetar.Pria itu mendekat, Kana reflek menjauh, tetapi tiap Kana menjauh, Ivander malah semakin mendekat hingga punggung Kana menubruk pintu mobil. Sontak Kana menoleh ke belakang. Ia tidak bisa pergi ke mana-mana lagi. Sementara Ivander malah membelai pipinya dengan lembut kemudian menyisipkan helai rambut Kana ke belakang telinganya. Pria itu mendekatkan mulutnya ke telinga Kana. Sontak Kana memejamkan matanya erat-erat."Maka dari itu, kamu harus membuat dia berhenti mengejarku dengan menikah denganku," ucap Ivander seraya menyeringai."Lagipula kamu punya nilai tambah lainnya," bisik Ivander yang membuat Kana menaikkan pundaknya. Pria itu kemudian menatap lekat-lekat pada Kana yang sekarang juga menatapnya dengan penuh rasa takut."Ni-nilai tambah apa lagi?" penasaran Kana dengan suara yang bergetar.Ivander malah menaikkan kedua sudut bibirnya sambil memainkan helai rambut Kana dengan jari panjangnya. Pria itu kemudian kembali menatap Kana."Kau miskin dan tak berdaya. Itu adalah nilai tambah," ungkap Ivander yang semakin membuat Kana bingung. Kenapa Pria ini terus mengulang-ulang nasib buruknya ini?"A-apa maksudmu?" cecar Kana."Justru dengan keadaanmu yang seperti itu, maka aku bisa bebas membuangmu kapan saja tanpa rasa bersalah!" Sontak mata Kana membulat. Ia akan dibuang? Jadi, sekarang apakah nilai dirinya sama seperti barang tak bernyawa?Ivander kemudian mengembuskan napasnya kasar sebelum akhirnya menjauh dari Kana ke ujung sisi tempat duduk."Jadi jangan pernah berharap kamu akan menjadi Nyonya di rumahku karena bagiku, kau hanyalah barang!" tegas Ivander yang sekali lagi menampar hati Kana.Wanita 21 tahun itu mengepalkan tangannya."Ja-jadi, jika aku ikut bersamamu, maka suatu saat kamu pasti membuangku?" tanya Kana dengan suara yang begetar. Namun malah memancing tawa besar Ivander."Tentu saja! Bukankah barang yang tak berguna seharusnya dibuang saja?" sahut Ivander sambil menoleh, tetapi tiba-tiba sebuah tangan melayang dan mengenai pipinya dengan keras hingga wajahnya terlempar."Kau pikir aku orang macam apa?" pekik Kana yang kedua tangannya langsung dicengkram oleh Ivander dan tubuhnya didorong ke jok mobil."Hentikan mobilnya sekarang juga!" perintah Ivander dengan mata yang menyalak pada Kana hingga wanita itu membeku."Ta-tapi, Tuan kita ada di jalan tol," ucap supirnya."Hentikan sekarang juga! Atau aku yang akan menghentikan napasmu!" ancam Ivander sarkas. Sang supir terkesiap dan langsung meminggirkan mobilnya ke bahu jalan."Sekarang keluar! Karena aku harus memberi hukuman pada wanita kurang ajar ini!"Seketika sekujur tubuh Kana terasa lemas. Tubuhnya langsung meluruh ke lantai tepat ketika Ivander keluar dari kamarnya. Kini dia tidak bisa lagi mengeluarkan air mata, tetapi dadanya terasa sangat sesak hingga ia sulit bernapas. "Kenapa rasanya sangat sakit ...." pedih Kana dengan suara tercekat. Apakah dia mulai mengharapkan cinta Ivander? Apa itu tidak terlalu serakah? Kenapa Kana menginginkan hal yang mustahil terjadi? Sementara itu, Ivander langsung menyandarkan punggungnya ke dinding setelah menutup pintu kamar Kana. Dia memejamkan matanya erat-erat sambil mengepalkan tangan. Ivander menggemerutukkan giginya. Napasnya kini terasa sesak. Dadanya terasa sangat gusar. Dia ingin menangis, tetapi tidak bisa menangis. "Sial ...." umpatnya sambil melepas kepalan tangannya, tetapi sang tangan malah bergetar hebat. Sebenarnya Ivander kenapa? Apakah perasaan yang selama ini ia belenggu di lubuk hatinya yang terdalam mulai memberontak keluar? Tidak, Ivander tidak boleh membiarkan rasa
Ivander terkesiap mendengar ucapan Iola. Jantungnya berdebar lebih cepat dari biasanya. Kana adalah istri Ivander, itu memang benar adanya. Sekalipun ada kontrak pernikahan yang mereka tanda tangani, tetapi mereka melaksanakan pernikahan yang sah dan diakui negara. Apa salahnya jika Ivander menganggap Kana istrinya?"Kenapa kamu diam, Ivander?" tegur Shein yang menatapnya dengan nanar. Entah kenapa melihat ekspresi wajah Shein yang agak "shock" membuat jantung Ivander terasa diremas. Apakah ia berbuat kesalahan? Kenapa Shein menatapnya begitu, bahkan Iola yang menatapnya dengan tajam.Iola menghela napas. "Oke, sekarang aku tanya satu hal!" ucap Kana yang menarik atensi Ivander. "Apa itu?" tanya Ivander.Iola langsung menatapnya dengab lurus."Jawab jujur dari hatimu, apakah bagimu Kana adalah wanita yang pantas menerima cintamu?" Dahi Ivander langsung mengernyit. "Cinta? Cinta apa? Jangan bercanda, Iola. Di hidupku mana ada yang namanya "Cinta". Kamu sangat tahu itu," kekeh Ivand
"Jadi selama ini kalian hanya menikah kontrak?" Iola langsung berdiri begitu mendengar semua penjelasan Ivander tentang pernikahan mereka. Sementara Shein masih duduk tercengang dan sibuk dengan pikirannya sendiri."Ya. Itulah kenyataannya," jawab Ivander santai seolah tidak ada beban. Apa akan baik-baik saja jika Iola dan Shein diberitahu begini? Kana hanya bisa menghela napas.Iola kembali menghempaskan tubuhnya ke sofa."Kalian gila! Tidak, kamu gila, Ivander!" tukas Iola. Ivander malah terkekeh."Bukankah kamu sudah tahu kalau aku ini gila," jawab Ivander malah geli sendiri. "Tapi ... kamu keteraluan, Ivander!" Shein mulai angkat bicara, membuat atensi Ivander beralih padanya."Kamu menjadikan Kana tameng dari Jenni! Kamu tahu sendiri, 'kan kalau melawan Jenni, maka Kana akan dalam bahaya!" tekan Shein. Ivander malah tersenyum seraya merangkul Kana yang duduk dengan tegang di sampingnya."Tenang. 'Kan ada aku. Aku yang akan melindunginya. Iya, 'kan, Sayang?" Kana terhenyak da
Kana terbangun duluan. Ternyata dia masih berada di dalam dekapan Ivander. Sampai akhirnya, setelah Kana puas menangis, mereka bercinta lagi. Kini, mereka berdua sama-sama tidak mengenakan sehelai benang pun dan hanya mendekap satu sama lain di bawah selimut agar tidak kedinginan. Kana paling suka saat-saat seperti ini, ketika Ivander masih terlelap dan dia bisa bebas memandangi wajah polos pria ini. Jari-jari kecilnya mulai menyentuh tiap inchi wajah tampan Ivander. Hal lain yang paling menyenangkan, adalah pria ini tidak akan protes karena masih terlelap. "Kenapa tidak cium saja, Sayang ...." Tiba-tiba Ivander bersuara, membuat Kana terhenyak. Wanita itu langsung terduduk sambil menarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya. "Uhm, ma-maaf. Kalau begitu, aku pak—Ah!" Ivander malah menarik tubuh Kana hingga wanita itu kembali berakhir dalam dekapannya. "Siapa yang mengizinkanmu pergi, hm?" goda Ivander kemudian menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Kana. "I-ivander ... geli," pro
Sudah berjam-jam berlalu saat Ivander memutuskan untuk tidur, tetapi tubuhnya tetap tak merasa nyaman. Sejak tadi, dia hanya bisa mengubah-ubah posisi tidurnya, tetapi matanya tidak mau terpejam. Jantungnya terus berdebar dan kepalanya terus berpikir. Sebuah pertanyaan di benaknya sampai sekarang belum mendapat jawaban yang memuaskan. Apa yang membuat Ivander terus merasa tidak tenang dari tadi semenjak Kana meninggalkannya sendirian?"Arrgh!" Ivander muak! Dia langsung terduduk sambil mengacak-acak rambutnya yang selalu ia sisir rapih sebelum tidur. "Sebenarnya apa yang wanita itu lakukan padaku?" geram Ivander seraya memandang ke arah lemari yang menghubungkan kamar mereka. Pria itu sempat terdiam cukup lama. Kira-kira, apakah Kana sudah tidur? Pakaian tidur apa yang dia kenakan? Bagaimana gaya tidurnya? Apakah dia mengenakan selimut? Jangan-jangan dia kedinginan? Tunggu, kenapa Ivander berpikir sejauh itu?Ivander kembali mengacak-acak rambutnya sambil
Akhirnya mereka selesai dan kini berada di dalam mobil menuju rumah. Pada akhirnya, mereka melakukannya sampai tiga ronde dan ronde terakhir adalah yang paling gila karena Kana melakukannya di atas Ivander dan pria itu membiarkannya mendominasi. Padahal jika dilihat dari karakter pria angkuh ini, dia tidak suka jika orang lain mendominasinya. Namun mereka berdua tetap sama-sama menikmatinya. Kana tersenyum tiap memikirkan apa yang mereka berdua lakukan tadi. Mereka sudah sama-sama kehilangan akal. Namun senyum Kana sirna. Tiga kali mereka melakukannya, tiga kali juga Ivander memberikan harta berharganya pada Kana dan menyimpannya di perut ini. "Apakah aku akan hamil?" gumam Kana. Dia tidak boleh hamil anak Ivander! Jika sampai hamil, maka, hubungannya dengan Ivander akan semakin rumit. Kana kemudian memandang wajah plos Ivander yang tengah tertidur yang sejak tadi. Apakah bercinta membuatnya kelelahan? Namun, itu tidak masalah, jika pria ini tertidur, Kana bisa bebas memandanginya h