"Hah? Beneran, Aisyah? Kamu terima?" ucap Faiz bertanya dengan penuh antusias.
"Iyaa, aku terima," ucap Aisyah sedikit tersenyum."Terimakasih, Aisyah. Terimakasih sudah mau menerima perjodohan ini," ucap Faiz, nampak begitu senang.Aisyah juga senang, namun karena gengsinya, ia berbalik meninggalkan Faiz. Bibirnya tak henti-hentinya tersenyum, dan hatinya berdebar-debar sangat kencang."Aduuh, apa ini? Namanya baper ya?" ucap Aisyah karena untuk pertama kalinya dia merasakan hal semacam ini.Melihat kepergian Aisyah, Faiz berteriak, "Calon istriku mau kemana?" teriak Faiz sedikit menggoda Aisyah.Aisyah berbalik, "Ihhh, Faizz! Apasiih!" ucap Aisyah mengulum senyumnya malu tauu!! Pipinya merona mendengar ucapan Faiz.Melihat tingkah Aisyah, Faiz bergumam, "Aku tidak menyangka bahwa takdirku akan menikahi gadis kecil seperti Aisyah. Aku tidak sabar menantikan melewati hari-hari bersamanya," gumamnya sambil tersenyum.Melihat Faiz tersenyum sendiri, Aisyah berkata, "Kamu kenapa senyum-senyum sendiri? Kesambet setan ya?" ucap Aisyah sedikit heran.Faiz kemudian menggeleng, "Tidak, Aisyah. Aku hanya sangat bahagia bahwa kamu menerima ku," ucap Faiz tulus, "Yasudah, sekarang kita ke ruangan ibumu ya? Kita sampaikan berita bahagia ini," ucap Faiz mengajak Aisyah pergi bersama.Senyum Aisyah mengembang lalu mengangguk, "Baiklah." Saat menuju ruang ibunya, keduanya tak henti-hentinya menampilkan senyum, merasakan bahagia di hati mereka.Saat sampai tepat di depan pintu kamar, Asiyah membukanya. Ibu dan Umi Fatimah tersenyum melihat keduanya masuk dengan ekspresi menunggu jawaban dari Aisyah, apakah dia menerima ataukah tidak."Bagaimana, Aisyah? Apakah kamu menerima perjodohan ini?" ucap ibunya tidak sabar lagi. Aisyah menatap Faiz, yang kemudian diangguki oleh Faiz untuk segera memberi tahu mereka."A-aisyah menerima perjodohan ini, ibu, umi," ucap Aisyah.Alhamdulillah," ucap keduanya serempak. Lalu ibunya berkata, "Terimakasih, sayang. Kamu mau menerima permintaan ibu," ucapnya mengelus rambut Aisyah."Iya, ibu. Aisyah berharap semoga Faiz dan Aisyah bisa terus bersama sampai maut memisahkan," ucap Aisyah penuh harap."Ehh, kok Faiz sih? Nak, Faiz itu lebih tua dari kamu, panggil Faiz 'kak Faiz' dong," ucap ibunya membenarkan."Ihhh, ibuu! Apasiih! Faiz aja nggakpapa," ucap Aisyah. Kemudian Faiz menjawab, "Nah, betul itu, ibu. Aisyah itu cocoknya manggil 'kak Faiz'," ucap Faiz.Kemudian dengan cepat, Aisyah reflek memukul lengan Faiz, "Ihh, apasiih! Tiba-tiba?" Tadi aja nggak," ucap Aisyah."Kan tadi dan sekarang itu beda, adek," ucap Faiz lembut ke arah Aisyah. Lagi-lagi pipi Aisyah merona dibuatnya."Eeh, pipi anak ibu kok merah? Goda ibunya, ihh, ibu! Aisyah cuma kepanasan kok," ucap Aisyah bohong menutupi wajahnya.Merekapun tersenyum melihat tingkah Aisyah. "Ohh, iya. Bagaimana kalau sekarang kalian pergi membeli cincin pernikahan kalian?" ucap uminya."Sekarang banget ya, umi?" ucap Aisyah. Kemudian ibunya menjawab, "Iya, sayang. Karena pernikahan kalian Minggu depan," jawab ibunya santai."Hah? Minggu depan? Kok cepat banget sih?" ucap Aisyah sedikit terkejut, Mata Aisyah membulat dalam keheranan.Namun, umi Fatimah segera menenangkan mereka. "Tenang saja, sayang. Sekarang zaman sudah modern, tinggal klik-klik saja sudah selesai. Bagaimana jika kalian berdua pergi mencari cincin dan gaun pernikahan kalian? Biar umi yang menjaga ibu kamu, Aisyah."Kemudian ibunya menjawab, "Kalau hal baik, kenapa harus ditunda-tunda? Mendingan dilakukan sesegera mungkin kan?" ucap uminya.Kemudian Faiz langsung menjawab, "Betul sekali itu, ibu, umi. Jadi, adek, calon istriku, ayo kita pergi beli cincin," ucap Faiz menatap Aisyah."Ihh, apasiih? Jangan manggil gituu! Kan aku maluu!" ucap Aisyah sedikit kesal."Haha, gemes sekali kalian berdua. Tampak serasi sekali," ucap umi Fatimah. Lalu diangguki oleh ibunya, "Iya yah, Fatimah, haha," ucap mereka tertawa."Yaudah, ibu, umi, Faiz dan Aisyah berangkat sekarang ya?" ucap Faiz."Iya, nak. Hati-hati ya," ucap mereka.Setelah sampai di parkiran, Faiz membukakan pintu untuk Aisyah sambil berucap, "Silahkan masuk, calon istriku," dengan senyuman yang terukir di wajahnya.Aisyah merasa sangat bahagia diperlakukan seperti itu oleh Faiz. Sehingga ia senyum-senyum sendiri dibuatnya.Mobil pun melaju menuju toko perhiasan. Sesampainya di toko itu, banyak pasang mata yang menyaksikan mereka, lebih tepatnya ke arah Faiz."Ehh, itu kak Faiz kan? Dia Gus Tampan yang gaul tapi paham agama itu kan?" ucap mereka antusias menatap Faiz."Iya, iya!! Betul, dia kak Faizz!! Aaa, aku ngefans banget sama kak Faiz," ucap yang lain.Namun, tiba-tiba, mereka bertanya-tanya, "Tapi, bentar deh, wanita disampingnya itu siapa? Adeknya ya?" tanya salah satu penggemar. "Nggak! Kak Faiz kan anak tunggal," jawab yang lain.Saat Faiz dan Aisyah semakin dekat dengan mereka, tiba-tiba mereka berucap, "Ohh, dia mungkin pembantunya kak Faiz kali," ucap mereka enteng tanpa memikirkan perasaan Aisyah.Deg- Aisyah yang mendengar ucapan itu terhenti, hatinya merasakan sakit. Melihat Aisyah yang tampak murung, Faiz berucap, "Ayo, Aisyah, kita pilih cincin pernikahan untuk kita," ucap Faiz sedikit keras."Hah, perempuan itu calon istrinya kak Faiz?" tanya mereka saling bertatapan.Kemudian, Faiz berucap lagi dengan sedikit keras, "Mba, tolong berikan kami referensi cincin pernikahan yang mungkin calon istriku yang cantik ini menyukainya."Pelayan itu dengan ramah menjawab, "Tentu, tunggu sebentar ya, mba, mas."Sementara itu, para netizen berbondong-bondong menuju ke arah Faiz dan Aisyah. Mereka bertanya, "Kak Faiz, emang benar ya perempuan itu calon istri kak Faiz?" ucap mereka menunjuk Aisyah.Aisyah terheran-heran dengan situasi sekarang. Dalam hatinya, ia bertanya, siapa sebenarnya Faiz ini? Mengapa banyak orang-orang yang mengenalnya?"Memang betul, Aisyah itu calon istri saya. Saya dijodohkan dengannya. Dan aku menerima perjodohan ini. Aisyah itu sama sekali tidak melakukan pelet atau apapun itu. Bahkan, ia menolak perjodohan ini. Sampai sekarang pun hatinya masih belum terbuka untuk saya.""Namun, saya ingin menikahi Aisyah bukan hanya sekedar menerima dia sebagai istriku, tetapi aku mau mendidiknya, karena setelah kami menikah, dia itu tanggung jawabku.""Misalnya, ketika setelah menikah, Aisyah belum ingin memakai hijab, itu salah saya, karena saya belum bisa mendidiknya dengan baik," ucap Faiz dengan serius, sesekali menatap Aisyah. Aisyah yang memperhatikan Faiz pun, terkesima hatinya seakan-akan bergetar mendengar ucapan Faiz.Setelah mendengar ucapan Faiz, mereka pun mendukung keduanya, walaupun masih ada beberapa di antara mereka yang merasa tidak setuju atas pilihan Faiz.Kemudian pelayan toko pun memberikan beberapa referensi cincin pernikahan, dan mereka pun memilih salah satunya. Namun, mata Aisyah berbinar-binar menatap kalung yang sangat indah.Faiz yang melihat Aisyah begitu menyukai kalung itu berkata, "Mba, sekalian kalung itu ya?" ucap Faiz.Aisyah menatap Faiz, berkedip beberapa kali. "Kalung itu?" tanya Aisyah."Untukmu, Aisyah," jawab Faiz, menatap Aisyah sambil tersenyum."T-tapi kalung itu begitu mahal, nggak usah a-aku," ucap Aisyah, terhenti ucapan itu."Aku membelikan itu untukmu, jadi jangan ditolak ya? Rezeki itu nggak boleh ditolak," ucap Faiz lembut.Senyum Aisyah mengembang, sembari mengangguk. "Terimakasih ya," namun, sedikit tidak enak hati.Setelah pembayaran selesai, Faiz memberikan kalung itu kepada Aisyah."Pegang ini," ucap Faiz, lalu aisyah menerima kotak kalung itu. Lalu Faiz mengambil kalung itu dan mengenakannya di leher Aisyah.Aisyah terdiam atas perlakuan Faiz, bibirnya tersenyum setelah memasangkan kalung itu. Faiz menatap Aisyah lalu berkata, "Waw, perfect," ucapnya tersenyum.Faiz memegang ubun-ubun Aisyah lalu membaca: الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوب "Allaziina aamanuu wa tathma'innu quluubuhum bizikrillaah, alaa bizikrillaahi tathma'innul-quluub" Artinya: (Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (Q.S Ar-Ra’d: 28). Keesokan paginya, seperti biasa Aisyah dan Faiz berbagi tugas membersihkan rumah. Sementara Aisyah membuat sarapan dan mencuci baju, Faiz menyapu dan mengepel lantai. Kemudian, setelah pakaian selesai dicuci oleh Aisyah, Faiz menjemurnya. Saat menjemur pakaian, ibu-ibu julid datang dan berkata, "Ehh, pak Faiz, untungnya punya istri, apa sih segala pekerjaan rumah kok pak Faiz yang mengerjakan? Istrinya kemana?" Kemudian, ibu-ibu lain menjawab, "Istri pak Faiz pemalas ya? Taunya habisin duit pasti." Dengan ekspresi julitnya. Faiz tersenyum lal
Aisyah menyaksikan Faiz dari jauh, tersenyum malu-malu. "Ihh, Mas Faiz apasih, kan aku jadi malu," ucap Aisyah sambil berteriak, "Mas, masuk aja. Malu sama tetangga." Faiz pun masuk, segera menyerahkan pesanan Aisyah. "Sayang, makan dulu ya," ucap Faiz sambil menyuapi Aisyah. Aisyah menerima suapan itu dengan senang hati dan menikmatinya. Setelah merasa kenyang, Faiz membereskan sisa makanan lalu kembali ke kamar. Ia duduk di samping Aisyah, menatapnya lekat dan memeluknya erat. Aisyah yang kebingungan ingin melepaskan pelukan, namun Faiz berucap, "Aku mau peluk kamu, Sayang. Boleh kan?" Aisyah mengangguk perlahan. "Sayang, dalam rumah tangga, pasti ada aja masalah. Baik itu masalah besar maupun kecil, tapi aku mau kita bisa selesaikan masalah itu dengan kepala dingin. Tanpa marahan berhari-hari atau bahkan nggak ngomong sama sekali," ucap Faiz lirih. "Sayang, aku tahu kamu nggak siap. Banyak hal yang kamu khawatirkan. Aku nggak merasakan beratnya mual, pusing, pegal-pegal
"Aku benar-benar belum siap! aku nggak siap menerima bayi inii!" teriak Aisyah penuh frustasi "Kenapa sih, Mas, aku harus hamil?" teriak Aisyah, menatap Faiz dengan mata yang berkaca-kaca. "Kalau bukan karena kamu, Aisyah nggak bakalan hamil."Faiz menatap mata Aisyah kemudian memeluknya, diam, tidak tahu harus berkata apa. Aisyah menangis terisak, tak membalas pelukan Faiz. "Kenapa kamu lakukan itu, Mas! Aisyah belum siap untuk hamil, belum siap menjadi ibu, belum siap melewati hari-hari merawat bayi ini," bisik Aisyah dengan suara yang meredam.Setelah Aisyah mulai tenang, Faiz membuka suara, "Udah lebih tenang sekarang, Sayang? Kita pulang dulu ya, nanti kita bahas di rumah, oke?" ucap Faiz lembut, mengelus kepala Aisyah dan tersenyum.Setelah sampai di rumah, Faiz mendudukkan Aisyah di sofa. Ia mengambil segelas air dan duduk di samping Aisyah. "Minum dulu, Sayang," kata Faiz. Aisyah menerima gelas itu dan meneguk airnya sampai habis."Sayang, lihat aku," ucap Faiz lembut, memega
"Wahh, ini enak sekali, sayangku, kalau mas punya jempol banyak, dua jempol ini nggak cukup untuk masakan kamu ini." puji Faiz dengan antusias, memberikan dua jempol untuk masakan Aisyah. Mata Aisyah berbinar-binar, menatap Faiz yang lahap memakan masakannya. "Aku mau mencoba juga, nih," ucap Aisya, mengambil sendok. Namun, tindakannya dihentikan oleh Faiz. "Aku yang suapin kamu, buka mulutnya... Aaaa..." ucap Faiz, ikut menganga sambil menyuapi Aisyah. Aisyah dengan senang hati membuka mulutnya dan menggoyangkan kepalanya menikmati rasa masakan tersebut. "Wow, benar-benar enak, Mas," ucap Aisyah. Faiz, dalam kegembiraannya, melap sudut bibir Aisyah yang terkena kecap. "Masyaallah, istriku pintar sekali," puji Faiz. "Terima kasih, Mas," balas Aisyah tersenyum manis. Mereka lalu saling suap-menyuap, menikmati makanan mereka. *Berbicara dengan Orang Tua* Setelah selesai makan, mereka mencuci piring dan bekas masak. Aisyah mencuci, dan Faiz membilas. Tiba-tiba, dering telepon berbun
"A Faiz, katanya?" Gerutu Aisyah sambil menatap kesal pada wanita itu. Faiz yang melihat mimik wajah istrinya itu sedang kesal berucap. "Menyukai saya adalah hakmu, tapi jika kamu berusaha lewat jalur langit, maka saya juga akan meminta agar kamu di jauhkan dengan saya, dan hak saya untuk melakukan itu. Saya hanya akan mencintai istri saya, saya berharap kamu akan mendapatkan lelaki yang lebih baik dari saya, Dan oh ya, Humairaku, sayang sini”. Panggil Faiz kepada Aisyah untuk naik keatas panggung. Di bawah sana, Aisyah menolak dengan gelengan kepala, merasa malu. Tapi Faiz tetap bersikeras, "Gapapa, Humairaku naik sini." Aisyah akhirnya mendekat, disinari lampu yang menyorotinya. "Perkenalkan, ini istriku. Satu-satunya dan untuk selamanya, sampai maut memisahkan insyaallah," ucap Faiz dengan bangga, merangkul Aisyah. Aisyah tersipu malu, kemudian dengan ragu membuka suara. "Halo, aku Aisyah. Aku mungkin tidak pantas berada di samping Gus Faiz, tapi aku berusaha menjadi wanita
Kemudian para wanita di sana berseru, "Tentu saja dia akan dipinang". "Nah, dengar itu, para lelaki," ucap Faiz dengan senyuman. "Hahahaha!" tawa mereka serempak di dalam ruangan. “Cinta dalam Islam bukan sekadar perasaan atau nafsu belaka, melainkan ikatan yang dilandaskan pada ketakwaan kepada Allah SWT. Pacaran sering kali berpotensi melanggar nilai-nilai moral dan agama yang telah ditetapkan. Sebaliknya, meminang merupakan langkah yang lebih terhormat dalam mencari jodoh,” ucap Faiz. “Pacaran, dalam konteks modern, sering dipandang sebagai proses untuk saling mengenal antara dua individu. Ini adalah fase di mana kita dapat membangun kedekatan, saling memahami, serta menemukan kesamaan dan perbedaan. Namun, pacaran yang sehat haruslah…” lanjutnya. “Bagaimanapun, pacaran itu haram! Ya, sekalipun kalian semakin rajin sholat Dhuha dan tahajjud, itu tetap tidak diperbolehkan dalam Islam. Seperti yang dijelaskan dalam Surah Al-Isra: وَلَا تَقْرَبُوا۟ ٱلزِّنَىٰٓ ۖ إِنَّهُۥ كَ