Share

Bab 3 "Sebuah Takdir yang Terpatri"

"Hah? Beneran, Aisyah? Kamu terima?" ucap Faiz bertanya dengan penuh antusias.

"Iyaa, aku terima," ucap Aisyah sedikit tersenyum.

"Terimakasih, Aisyah. Terimakasih sudah mau menerima perjodohan ini," ucap Faiz, nampak begitu senang.

Aisyah juga senang, namun karena gengsinya, ia berbalik meninggalkan Faiz. Bibirnya tak henti-hentinya tersenyum, dan hatinya berdebar-debar sangat kencang.

"Aduuh, apa ini? Namanya baper ya?" ucap Aisyah karena untuk pertama kalinya dia merasakan hal semacam ini.

Melihat kepergian Aisyah, Faiz berteriak, "Calon istriku mau kemana?" teriak Faiz sedikit menggoda Aisyah.

Aisyah berbalik, "Ihhh, Faizz! Apasiih!" ucap Aisyah mengulum senyumnya malu tauu!! Pipinya merona mendengar ucapan Faiz.

Melihat tingkah Aisyah, Faiz bergumam, "Aku tidak menyangka bahwa takdirku akan menikahi gadis kecil seperti Aisyah. Aku tidak sabar menantikan melewati hari-hari bersamanya," gumamnya sambil tersenyum.

Melihat Faiz tersenyum sendiri, Aisyah berkata, "Kamu kenapa senyum-senyum sendiri? Kesambet setan ya?" ucap Aisyah sedikit heran.

Faiz kemudian menggeleng, "Tidak, Aisyah. Aku hanya sangat bahagia bahwa kamu menerima ku," ucap Faiz tulus, "Yasudah, sekarang kita ke ruangan ibumu ya? Kita sampaikan berita bahagia ini," ucap Faiz mengajak Aisyah pergi bersama.

Senyum Aisyah mengembang lalu mengangguk, "Baiklah." Saat menuju ruang ibunya, keduanya tak henti-hentinya menampilkan senyum, merasakan bahagia di hati mereka.

Saat sampai tepat di depan pintu kamar, Asiyah membukanya. Ibu dan Umi Fatimah tersenyum melihat keduanya masuk dengan ekspresi menunggu jawaban dari Aisyah, apakah dia menerima ataukah tidak.

"Bagaimana, Aisyah? Apakah kamu menerima perjodohan ini?" ucap ibunya tidak sabar lagi. Aisyah menatap Faiz, yang kemudian diangguki oleh Faiz untuk segera memberi tahu mereka.

"A-aisyah menerima perjodohan ini, ibu, umi," ucap Aisyah.

Alhamdulillah," ucap keduanya serempak. Lalu ibunya berkata, "Terimakasih, sayang. Kamu mau menerima permintaan ibu," ucapnya mengelus rambut Aisyah.

"Iya, ibu. Aisyah berharap semoga Faiz dan Aisyah bisa terus bersama sampai maut memisahkan," ucap Aisyah penuh harap.

"Ehh, kok Faiz sih? Nak, Faiz itu lebih tua dari kamu, panggil Faiz 'kak Faiz' dong," ucap ibunya membenarkan.

"Ihhh, ibuu! Apasiih! Faiz aja nggakpapa," ucap Aisyah. Kemudian Faiz menjawab, "Nah, betul itu, ibu. Aisyah itu cocoknya manggil 'kak Faiz'," ucap Faiz.

Kemudian dengan cepat, Aisyah reflek memukul lengan Faiz, "Ihh, apasiih! Tiba-tiba?" Tadi aja nggak," ucap Aisyah.

"Kan tadi dan sekarang itu beda, adek," ucap Faiz lembut ke arah Aisyah. Lagi-lagi pipi Aisyah merona dibuatnya.

"Eeh, pipi anak ibu kok merah? Goda ibunya, ihh, ibu! Aisyah cuma kepanasan kok," ucap Aisyah bohong menutupi wajahnya.

Merekapun tersenyum melihat tingkah Aisyah. "Ohh, iya. Bagaimana kalau sekarang kalian pergi membeli cincin pernikahan kalian?" ucap uminya.

"Sekarang banget ya, umi?" ucap Aisyah. Kemudian ibunya menjawab, "Iya, sayang. Karena pernikahan kalian Minggu depan," jawab ibunya santai.

"Hah? Minggu depan? Kok cepat banget sih?" ucap Aisyah sedikit terkejut, Mata Aisyah membulat dalam keheranan.

Namun, umi Fatimah segera menenangkan mereka. "Tenang saja, sayang. Sekarang zaman sudah modern, tinggal klik-klik saja sudah selesai. Bagaimana jika kalian berdua pergi mencari cincin dan gaun pernikahan kalian? Biar umi yang menjaga ibu kamu, Aisyah."

Kemudian ibunya menjawab, "Kalau hal baik, kenapa harus ditunda-tunda? Mendingan dilakukan sesegera mungkin kan?" ucap uminya.

Kemudian Faiz langsung menjawab, "Betul sekali itu, ibu, umi. Jadi, adek, calon istriku, ayo kita pergi beli cincin," ucap Faiz menatap Aisyah.

"Ihh, apasiih? Jangan manggil gituu! Kan aku maluu!" ucap Aisyah sedikit kesal.

"Haha, gemes sekali kalian berdua. Tampak serasi sekali," ucap umi Fatimah. Lalu diangguki oleh ibunya, "Iya yah, Fatimah, haha," ucap mereka tertawa.

"Yaudah, ibu, umi, Faiz dan Aisyah berangkat sekarang ya?" ucap Faiz.

"Iya, nak. Hati-hati ya," ucap mereka.

Setelah sampai di parkiran, Faiz membukakan pintu untuk Aisyah sambil berucap, "Silahkan masuk, calon istriku," dengan senyuman yang terukir di wajahnya.

Aisyah merasa sangat bahagia diperlakukan seperti itu oleh Faiz. Sehingga ia senyum-senyum sendiri dibuatnya.

Mobil pun melaju menuju toko perhiasan. Sesampainya di toko itu, banyak pasang mata yang menyaksikan mereka, lebih tepatnya ke arah Faiz.

"Ehh, itu kak Faiz kan? Dia Gus Tampan yang gaul tapi paham agama itu kan?" ucap mereka antusias menatap Faiz.

"Iya, iya!! Betul, dia kak Faizz!! Aaa, aku ngefans banget sama kak Faiz," ucap yang lain.

Namun, tiba-tiba, mereka bertanya-tanya, "Tapi, bentar deh, wanita disampingnya itu siapa? Adeknya ya?" tanya salah satu penggemar.

"Nggak! Kak Faiz kan anak tunggal," jawab yang lain.

Saat Faiz dan Aisyah semakin dekat dengan mereka, tiba-tiba mereka berucap, "Ohh, dia mungkin pembantunya kak Faiz kali," ucap mereka enteng tanpa memikirkan perasaan Aisyah.

Deg- Aisyah yang mendengar ucapan itu terhenti, hatinya merasakan sakit. Melihat Aisyah yang tampak murung, Faiz berucap, "Ayo, Aisyah, kita pilih cincin pernikahan untuk kita," ucap Faiz sedikit keras.

"Hah, perempuan itu calon istrinya kak Faiz?" tanya mereka saling bertatapan.

Kemudian, Faiz berucap lagi dengan sedikit keras, "Mba, tolong berikan kami referensi cincin pernikahan yang mungkin calon istriku yang cantik ini menyukainya."

Pelayan itu dengan ramah menjawab, "Tentu, tunggu sebentar ya, mba, mas."

Sementara itu, para netizen berbondong-bondong menuju ke arah Faiz dan Aisyah. Mereka bertanya, "Kak Faiz, emang benar ya perempuan itu calon istri kak Faiz?" ucap mereka menunjuk Aisyah.

Aisyah terheran-heran dengan situasi sekarang. Dalam hatinya, ia bertanya, siapa sebenarnya Faiz ini? Mengapa banyak orang-orang yang mengenalnya?

"Memang betul, Aisyah itu calon istri saya. Saya dijodohkan dengannya. Dan aku menerima perjodohan ini. Aisyah itu sama sekali tidak melakukan pelet atau apapun itu. Bahkan, ia menolak perjodohan ini. Sampai sekarang pun hatinya masih belum terbuka untuk saya."

"Namun, saya ingin menikahi Aisyah bukan hanya sekedar menerima dia sebagai istriku, tetapi aku mau mendidiknya, karena setelah kami menikah, dia itu tanggung jawabku."

"Misalnya, ketika setelah menikah, Aisyah belum ingin memakai hijab, itu salah saya, karena saya belum bisa mendidiknya dengan baik," ucap Faiz dengan serius, sesekali menatap Aisyah. Aisyah yang memperhatikan Faiz pun, terkesima hatinya seakan-akan bergetar mendengar ucapan Faiz.

Setelah mendengar ucapan Faiz, mereka pun mendukung keduanya, walaupun masih ada beberapa di antara mereka yang merasa tidak setuju atas pilihan Faiz.

Kemudian pelayan toko pun memberikan beberapa referensi cincin pernikahan, dan mereka pun memilih salah satunya. Namun, mata Aisyah berbinar-binar menatap kalung yang sangat indah.

Faiz yang melihat Aisyah begitu menyukai kalung itu berkata, "Mba, sekalian kalung itu ya?" ucap Faiz.

Aisyah menatap Faiz, berkedip beberapa kali. "Kalung itu?" tanya Aisyah.

"Untukmu, Aisyah," jawab Faiz, menatap Aisyah sambil tersenyum.

"T-tapi kalung itu begitu mahal, nggak usah a-aku," ucap Aisyah, terhenti ucapan itu.

"Aku membelikan itu untukmu, jadi jangan ditolak ya? Rezeki itu nggak boleh ditolak," ucap Faiz lembut.

Senyum Aisyah mengembang, sembari mengangguk. "Terimakasih ya," namun, sedikit tidak enak hati.

Setelah pembayaran selesai, Faiz memberikan kalung itu kepada Aisyah.

"Pegang ini," ucap Faiz, lalu aisyah menerima kotak kalung itu. Lalu Faiz mengambil kalung itu dan mengenakannya di leher Aisyah.

Aisyah terdiam atas perlakuan Faiz, bibirnya tersenyum setelah memasangkan kalung itu. Faiz menatap Aisyah lalu berkata, "Waw, perfect," ucapnya tersenyum.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status