Luna Aulia gadis muda berusia 20 tahun itu menghempaskan tubuhnya ke tempat tidur kasar. Menatap langit-langit kamarnya kesal.
Sungguh sial nasib yang menimpah Luna. Setelah terpaksa menikahi pria asing yang tak di kenalnya, karena hutang budi. Luna harus menerima kenyataan pahit jika suaminya itu adalah dekan di fakultasnya, tempat ia melanjutkan pendidikan tingginya. Menyebalkannya lagi suaminya itu ikut serta sebagai panitia PBAK (Pengenalan Budaya Akademik Kampus). Bukan sekedar ikut serta sebagai panitia suaminya menjabat sebagai ketua PBAK. Double menyebalkan! Tidak sekedar menjadi ketua PBAK atau penanggung jawab. Suaminya itu bahkan mengurusi hal-hal tidak penting. Seperti mengatur barisan, membagi gugus, mengarahkan kegiatan secara langsung, memberi sanksi bagi maba yang tidak taat aturan. Dan banyak lagi. Hampir sepanjang hari Luna mendengar suara tegas nan galak milik suaminya Jaya Baya. Selama empat hari belakangan ini. Belum lagi ketika mereka berada di rumah. Luna juga harus mendengarkan betapa galak dan menyebalkan omelan suaminya Jaya. Terutama saat di pagi hari ketika waktu subuh. Jaya akan menarik kakinya jika ia tak mau dan bangun melaksanakan shalat subuh. Kalau masih bandel juga Luna akan merasakan betapa dinginnya air pengunungan mengguyur tubuh semampainya, di saat suhu udara sedang dingin-dinginnya 17° Celcius. Jaya tak akan segan mengangkat tubuhnya yang masih terlelap, ke kamar mandi lalu mengguyurnya dengan air dingin. Dalam kondisi setengah sadar. "LUNAAA....AULIAA.....BAJUMUU.....!!!" Suara Barriton tegas nan galak mengagetkan Luna yang tengah asyik berguling-guling di ranjang berukuran king size tersebut. "Astaga setan..." latah Luna terperanjat kaget mendengar kedatangan suaminya. Bangkit dari posisi bergulingnya, duduk di tepian ranjang. Biasanya pria itu tidak langsung pulang ke rumah setelah kembali dari kampus. Suaminya itu akan pergi ke peternakan unggasnya terlebih dahulu. Atau ke perkebunan miliknya dulu. Baru Jaya akan pulang ketika malam tiba. Setelah ia usai memeriksa dua bisnis kecilnya itu. Tentu saat Jaya tiba di rumahnya berukuran 15 × 25 (375 m²). Luna sudah terlelap dalam tidur nya karena terlalu lelah. Akibat mengikuti kegiatan PBAK dan membersihkan rumah seluas 375 m² seorang diri. Brakkk......... Jaya membuka pintu kamarnya kasar. Mencari keberadaan istri kecilnya yang nakal dan semberono itu. Menatap tajam istrinya yang tengah duduk di tepih ranjang. "Apaan sih Bang?" Ketus Luna tak suka melihat kedatangan Jaya. "Abangkan sudah bilang! Kalau pulang bajumu jangan berserakan di lantai! Apalagi di ruang tamu!" Ujar Jaya tegas, suaranya terdengar jelas dan pasti, tanpa kelembutan ataupun keraguan. "Nanti!" Ucap Luna parau suara tertahan di tenggorokan. "LUNA AULIAAA!!!!!" Bentak Jaya menyeret tangan istrinya keluar kamar. "Abang.....aku capek tahu...!" Keluh Luna dengan tubuh yang terseret-seret. "Kamu pikir abang gak capek hah?!" Menghempaskan tangan Luna ke udara kuat, menyebabkan tubuh kecil Luna terhuyung ke depan. "Makanya jangan marah-marah muluh!" Sahut Luna tak mau kalah. Menatap sengit sang suami yang berstatus dekan di fakultasnya. "Cepat bereskan!! Atau sertifikat PBAK punya mu abang tahan!!" Menunjuk kearah pakaian Luna yang berserakan di lantai. Menatap gadis berkulit dekil dan kumal itu tajam. "Abang ini selalu saja menggunakan sertifikat PBAK untuk mengancamku! Tidak di kampus tidak di rumah sama saja! Sama-sama galak! Sama-sama tukang marah!" Tutur Luna gadis berkulit gelap tak merata, bertekstur kering dan kasar bila di sentuh. "Aku tidak akan marah. Jika kalian tidak bertingkah!" Nadanya meninggi menusuk telinga, membuat orang lain merasa tidak nyaman. "Huuhhh....." Luna mendengus membuang muka, memunguti bajunya di lantai. Membawa baju-bajunya itu ke belakang dimana ruangan laundry berada. Memilah pakaian putih, gelap, luntur, berwarna, berbahan karet ke baskom (wadah besar/ bak) yang berbeda. Merendamnya secara terpisah agat tidak merusak serat kain. Mengambil peralatan bersih-bersih seperti sapu, pengki, kanebo, dll di lemari. Lalu berjalan menuju ke ruang tamu. Mulai membersihkan ruang tamu dengan mengelap kusen-kusen, furniture, dan pajangan yang ada di sana. Jaya menyunggingkan senyumannya halus. Mendapati istri yang baru di nikahi selama sebulan itu begitu rajin membereskan rumah. Tidak salah ia menggelontorkan dana besar demi menikahi gadis sederhana yang tak terlihat cantik itu. "Abang mau pesan nasi padang. Kamu mau gak?" Tawar Jaya pada istrinya yang tengah asyik mengelap furniture. "Gak mau!" Tolak Luna ketus. "Yakin?" Tanya Jaya sekali lagi dengan sedikit nada yang melunak. "Yakin!" Sarkas Luna tajam. "Kamu tidak lapar?" Tanya Jaya mengkhawatir kan istrinya. "Tidak! Tadikan sudah makan di kampus!" Jerit Luna kesal setengah mati. Menatap suaminya Jaya sengit. "Oh iya, abang lupa." Jaya nyegir kuda melihat istri kecilnya yang terlihat hampir meradang karenanya. "Tadi kamu makan pakai apa?" Tanya Jaya basa-basi, mencairkan suasana canggung di antara keduanya. "PAKAI GEPREK!!!" Suaranya yang tadi masih terdengar halus dan lembut. Sekarang suara Luna terdengar keras dan kasar, menunjukkan ketidakpuasaannya terhadap sang suami yang penuh kebohongan. Tidak cukup membohonginya sebagai mahasiswa lama di IAIN Curup. Padahal ia adalah seorang Dekan yang berpengaruh. Jaya suaminya itu juga beberapa kali berbohong tentang jadwal pulang PBAK. Jika bukan karena suaminya bilang acara PBAK hari terakhir akan selesai pukul 12:00 siang. Luna pasti membawa bekal dari rumah. Sehingga ia tak usah keluar uang sia-sia untuk membeli nasi ayam geprek. Rendangnya juga tidak akan berakhir mubazir. "Jangan marah-marah! Nanti cantiknya hilang!" Ujar Jaya ringan menanggapi marah sang istri. Seraya melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda. Karena memesan nasi padang via online. "Suka-suka" cuek Luna tak peduli dengan perkataan sang suami. Jaya menggeleng pelan melihat tingkah galak nan cuek Luna. Yang terlihat menggemaskan di matanya. Benar seperti yang di katakan oleh kedua mertuanya. Bahwa putri kecil mereka sedikit galak dan sadis. Namun itu semua bukan masalah bagi Jaya. Sebab yang di inginkan Jaya hanyalah seorang istri yang setia dan tidak terlalu banyak menuntut. Bukannya Jaya tak ingin bertanggung jawab terhadap istrinya. Hanya saja kebanyakan wanita zaman sekarang terlalu sering menuntut sesuatu yang tak dapat mereka raih. Seperti barang branded, super car, uang bulanan dua digit, uang jajan unlimeted, treatment ratusan juta sebulan. Akibat tercemar aplikasi tiktak. Tentu untuk pria seukuran Jaya Baya tidak bisa memenuhi keinginan tak masuk akal tersebut. Oleh sebab itu, Jaya Baya memilih menikahi gadis buluk dari keluarga sederhana, yang tengah terbaring di brankar rumah sakit. Meski ia harus menggelontorkan sejumlah uang guna membuat gadis di hadapannya itu terbangun dari tidur panjangnya. Andai di tanya tentang masalah fisik istrinya yang tak menarik. Apakah Jaya merasa jijik? Tentu Jaya tak merasa jijik hanya saja ia kurang merasa nyaman dengan kondisi fisik Luna yang kurang menarik. Akan tetapi, semua itu bukanlah masalah. Jaya akan merubah istri kecilnya itu menjadi peri kecil di negeri Bell. Cuma Jaya masih bingung mau mulai bicara dari mana. Sebab keduanya tak pernah dekat sebelumnya. Sekarang pun mereka jarang bertemu atau mengobrol secara langsung, karena kesibukan sehari-harinya. Takutnya Luna malah marah dan ngambek padanya karena tersinggung."Omong-omong beliau sudah datang belum?" tutur Luna kembali pada topik semula. Namun tidak ada satu pun diantara keduanya yang menjawab pertanyaan Luna."Kalau beliau belum datang. Saya mau nitip aja gimana?" Sambung Luna membuyarkan lamunan keduanya."Ehkkhhh....beliau sudah datang. Tapi biar ibu saja yang mengantarkannya. Kamu pasti ada kelas tahsin pagi ini. Sehingga datang secepat ini." Ucap sih ibu mengambil tas lunch box dari tangan kanan Luna. Seluruh staf di gedung RKB tahu betul. Jaya Baya paling benci di ganggu oleh orang-orang yang tak berkepentingan seperti Luna. Orang yang dapat menemui Jaya adalah orang-orang yang memiliki keperluan/kepentingan khusus dengannya. Jika tidak maka akan diusirnya dengan cara yang kejam. Semua orang tahu Jaya adalah orang tergalak dan paling tegas di Institut tersebut. Tak ada seorang pun yang berani melawan kehendak nya. Termasuk Rektor (paman Jaya) dan Warek I (ayah Jaya). "Terima kasih banyak, yah bu" Luna menyerah kan tas di tangan k
Setelah selesai mencuci piring dan membersih kan dapur. Luna kembali ke dalam kamarnya mengambil selimut beserta kedua bantal favoritnya. Duduk disofa ruang keluarga. Menyalakan televisi membuka saluran youtubue melalui televisi pintar di ruang keluarga tersebut. Menonton kartun favoritnya regal academy sambil makan camilan favoritnya buah pear yang renyah. Buhhh..... Jaya duduk di samping istrinya. Memakai kaos kaki dan sepatunya. Bersiap berangkat ke kampus. "Abanggg......!!" Jerit Luna tak suka Jaya duduk di sebelahnya. "Abanggg......" Jaya menirukan suara istrinya yang terdengar lucu menurutnya. Plakkkk........... Luna memukul bahu Jaya sekuat tenaga. Tapi bukannya meringis kesakitan, Jaya malah terkikik meledek istrinya. "Halah pukulan kayak gitu aja di pamerin...ayo pukul lagi kalau bisa" ledek Jaya pada istrinya, merasa pukulan istrinya tak sakit sama sekali. "Abanggggg.......!" Jerit Luna kesal menarik selimutnya. Berbaring diatas sofa sambil memindah siaran t
Oleh sebabnya, Luna tak berani mendrama seperti gadis-gadis novel bila di jodohkan dengan orang tua mereka. Sebab sesungguhnya yang berhutang pada Jaya Baya adalah dirinya sendiri. Karenanya jugalah Luna tak berani mendrama tidak ingin tidur sekamar atau seranjang oleh suaminya. Luna patuh pada keinginan dan otoritas Jaya Baya, suaminya. Karena nyawa dan hidupnya milik Jaya Baya. "Untukmu" Jaya membuyarkan lamunan Luna yang sedang mengenang masa lalu menyakit kan beberapa bulan lalu sembari menscrool aplikasi oren,mengeranjangi barang-barang yang ingin di belinya. Memberikan uang tunai sebesar satu juta rupiah. Melihat kesempatan merubah istrinya menjadi bidadari datang. Awalnya Jaya pikir gadis kecil itu tak tertarik menjadi cantik atau sekadar membeli peralatan kecantikan. Karena istrinya menggunakan uang mahar sebesar 50 juta yang diberikannya untuk membeli emas. Tanpa sepengetahuan dirinya. Nyatanya gadis kecil itu terobsesi menjadi peri kecil di negeri bel. "Buatku?" Menun
"Abanggggg........." jerit Luna merengek. Menahan kakinya ke lantai berharap tubuhnya tak pindah tempat. Namun sayang tenaganya kalah jauh dari Jaya. "Wudhu sana! Abang tunggu!" Jaya mendorong tubuh Luna ke dalam kamar mandi. "Abanggg........" menghentak-hentakkan kakinya ke lantai kamar mandi."LUNAAA.......!" Nada menekan. "Iya baiklah" pasrah. Akhirnya secara terpaksa Luna melaksanakan shalat magrib berjamaah bersama suaminya. Jaya tersenyum melihat Luna misuh-misuh (ngedumel) setelah usai melaksanakan shalat berjamaah bersamanya. Meski sulit diatur dan kekanak-kanakkan istri kecilnya itu pasti akan tunduk bila berhadapan dengannya. Cuma ia harus lebih sabar, galak dan tegas lagi. Jika tidak istri kecilnya itu yang akan memenangkan pertarungan. Cruncchhhh........Crunccchhhhh....... Luna melanjutkan mengunyah apel merah berjenis apel fuji tersebut. Membaringkan tubuhnya di tempat tidur."Suka apelnya?" Tanya Jaya membaringkan tubuhnya di sebelah Luna. "Suka" sahut Luna fo
Tanpa berpikir panjang Jaya menghampiri istrinya yang tengah mencuci pakaiannya di ruangan laundry. Meminta izin untuk menyantap rendang lezat buatannya. Sebenarnya Jaya tidak mengizinkan istrinya mencuci baju. Lebih baik bajunya dan baju istrinya di cuci saja. Karena akan sangat merepotkan sebab keduanya harus sama-sama pergi ke kampus. Jaya juga sudah memberikan uang untuk membayar laundry. Namun, Luna tetap kekeuh ingin mencuci dan menyetrika pakaian sendiri. Biar uangnya bisa disimpan katanya. Jaya bisa berkata apa bila istrinya sudah kekeuh dengan kemauannya. Lagi pula ia bisa pamer kepada rekan-rekan kerjanya. Jika kali ini ia tak menikahi gadis yang salah. Tokkk.....Tokkk......Jaya mengetuk pintu ruang laundry yang terbuka dua kali. Supaya istri kecilnya itu tak terkejut. "Dekk......" panggil Jaya lembut."Heumm......" Luna menolehkan kepalanya."Rendangnya abang makan yah?" Ucap Jaya meminta izin pada istrinya. Karena selama ini Jaya tidak pernah memakan masakan Luna.
"Minggirr......" usir Luna pada suaminya, sambil memegang sapu di tangan kanannya. Bersiap menyapu lantai. "Iya" Jaya mengangkat kakinya ke sofa. Melentangkan tubuhnya, meletakkan kedua tangannya di belakang tengkuknya, berbaring di atas sofa. Memejamkan matanya sejenak, berniat tidur sebentar guna menghilangkan kantuknya sejenak. Baru sejenak Jaya memejamkan matanya bel rumah berbunyi. Luna melangkahkan kakinya menuju pintu utama. Melihat siapa yang datang. Ternyata mamang grab yang datang, mengantar nasi padang pesanan suaminya."Mbak, benar ini rumah bapak jaya?" Tanya tukang grab mengira Luna sebagai asisten rumah tangga. "Iya pak" jawab Luna singkat."Ini ada pesanan atas nama bapak jaya baya" jelas sih bapak-bapak tukang grab. "Berapa pak?" Tanya Luna menanyakan nominal pesanan tersebut, sebelum meminta uang pada suaminya. "Udah di bayar kok, mbak" jawab bapak grab sopan. Menyerahkan bungkusan berisi nasi padang milik Jaya. "Terima kasih, pak." Ucap Luna lembut, menampilka