"Minggirr......" usir Luna pada suaminya, sambil memegang sapu di tangan kanannya. Bersiap menyapu lantai.
"Iya" Jaya mengangkat kakinya ke sofa. Melentangkan tubuhnya, meletakkan kedua tangannya di belakang tengkuknya, berbaring di atas sofa. Memejamkan matanya sejenak, berniat tidur sebentar guna menghilangkan kantuknya sejenak. Baru sejenak Jaya memejamkan matanya bel rumah berbunyi. Luna melangkahkan kakinya menuju pintu utama. Melihat siapa yang datang. Ternyata mamang grab yang datang, mengantar nasi padang pesanan suaminya. "Mbak, benar ini rumah bapak jaya?" Tanya tukang grab mengira Luna sebagai asisten rumah tangga. "Iya pak" jawab Luna singkat. "Ini ada pesanan atas nama bapak jaya baya" jelas sih bapak-bapak tukang grab. "Berapa pak?" Tanya Luna menanyakan nominal pesanan tersebut, sebelum meminta uang pada suaminya. "Udah di bayar kok, mbak" jawab bapak grab sopan. Menyerahkan bungkusan berisi nasi padang milik Jaya. "Terima kasih, pak." Ucap Luna lembut, menampilkan sisi manis di hidupnya. "Sama-sama, mbak." Ujar bapak grab menjauh, meninggalkan kediaman Jaya Baya. Cekleekkk........ Luna menutup pintu utama dan menguncinya. Mengayunkan kakinya ke arah sofa dimana Jaya membaringkan tubuhnya. Meletakkan bungkusan di tangannya ke atas meja tamu. "Bang....naspadnya udah nyampe..." ucap Luna sedikit ketus, karena masih merasa kesal dengan suaminya. "Udah taro sana aja. Nanti abang makan." Ucap Jaya tanpa membuka matanya. "Heummm....." "Eittss....tunggu sebentar" cegat Jaya mencegah kepergian Luna. "Ada apalagi sih bang?!" Bentak Luna kesal, membalikkan badannya berkacak pinggang. "Ini buat kamu" Jaya mengeluarkan selembar uang seratus ribu berwarna merah dari dompet, memberikannya pada Luna. "Buatku?" Tutur Luna sumringah melihat lembaran merah menggantung di udara. "Heumm...." menganggukkan kepalanya pelan. "Beneran?" Tanya Luna tak percaya. "Tentu saja" mengangkat sudut bibirnya tipis. "Tapi besokkan aku gak kuliah.....?" ujar Luna ragu-ragu. "Gak papa, buat kamu aja." Bangkit dari posisi berbaringnya, duduk menghadap ke arah meja. Kembali membuka laptopnya melanjutkan pekerjaan yang sempat tertunda. Cuppp......... Luna spontan mengecup pipi kanan Jaya sangking senangnya. Bola mata Jaya membola, terkejut. Jaya tak mengira sebelumnya uang seratus ribu bisa meluluhkan hati anak ABG, yang kini berstatus istrinya. Padahal bisa di bilang Jaya menikahinya secara paksa. Walau keduanya belum malam pertama. Tapi tetap saja pernikahan keduanya di landasi oleh hutang budi keluarga Luna pada Jaya. Lain halnya jika Jaya memberikan uang seratus ribu sebagai uang jajan pada mantan istrinya Isabella. Kekasih masa sma-nya itu pasti akan mencak-mencak dan ngomel sepanjang hari. Bukannya ia tak mau memberi uang jajan istrinya sebesar satu juta rupiah perharinya. Sama seperti pria-pria dewasa lainnya. Hanya saja Jaya masih memiliki orang tua yang menjadi tanggungannya. Selain itu juga Jaya harus menyiapkan dana cadangan untuk masa depannya, istrinya, serta anak-anaknya kelak. Sementara pendapatan Jaya sebagai seorang pelaku agrobisnis tidak selalu stabil. Ada kalah dimana Jaya harus mengeluarkan uang simpanannya, untuk menutupi kerugian yang terjadi. "Banggg.....abang kenapa? Kesambet?" Luna melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Jaya. "Hhhkk....." kaget. "Apa abang mau luna cium lagi?" Tawar Luna centil pada suaminya. "Mana ada!" Kilah Jaya. "Kalau mau seratus ribu lagi...." cengirnya menadahkan tangan kirinya tanpa rasa berdosa sama sekali. "Dasar mata duitan! Sudah sana lanjutkan pekerjaanmu!" Usir Jaya pada luna. Hhhhkkkkkk................ Luna mendengus kesal meninggalkan Jaya dengan perasaan dongkol di hatinya. Merasa Jaya menghalanginya mencari uang lebih banyak. "Dasar centill....." Gumam Jaya melihat istrinya yang mulai menjauh. Persis seperti yang dikatakan oleh kedua mertuanya. Istri kecilnya itu masih bersikap kekanak-kanakkan dan centil. Tak seperti kebanyakan gadis seusianya yang mulai beranjak dewasa dan bijaksana. Luna masih bersikap layaknya anak-anak berusia 10 tahun. Suka bermain-main, centil, suka makan, berlari-lari tidak jelas, melompat -lompat, memeluk sembarangan, dan banyak lagi. Bukan karena Luna mengalami penyakit mental atau otak. Dasar jiwa dewasanya saja yang kurang berkembang. Jika mengalami gangguan mental/otak. Gadis kecil itu mana mungkin bisa membersihkan rumah, memasak, mencuci baju, menyetrika, mandi sendiri, berbelanja, bermain ponsel, mengendarai mobil/motor. Apalagi menjadi lulusan terbaik di sekolahnya. "ABANGGG.....DIMANA RENDANGKUUU....???!!" Tanya Luna berteriak di ambang pintu kamar menunjukkan mangkuk rendangnya yang kosong pada tersangka pelaku utama. "Astagaa......." terjingkat kaget. "Dasar bocahh....perkara rendang saja teriak -teriak!" Cibir Jaya di dalam hatinya. "Abang makanlah...." jawab Jaya santai. "Hahhhh.......?!" Teriak. "Tadikan abang sudah tanya boleh makan atau tidak? Kamu bilang bolehkan!?" Ucap Jaya mengingatkan istrinya. Flashback On Jaya melemparkan bungkusan nasi padangnya ke dalam kotak sampah kesal. Rasa dongkol menyelimuti hatinya saat Jaya mencicipi nasi padang pesanannya. Rupanya sayur nangka di dalam nasi tersebut sudah basih. Mengakibatkan nasi beserta lauk lainnya tak layak di makan. Dalam kejengkelan nya Jaya mencoba mencari sesuatu di dapur yang dapat di makan. Jaya menggelengkan kepalanya pelan menghela nafas pendek. Tidak ada satu pun bahan makanan yang dapat di makan selain buah-buahan. Semuanya masih berbentuk bahan mentah. Saat Jaya berdiri menutup pintu kulkas. Mata nya tiba-tiba fokus pada tudung saji yang berada di atas meja. Tak seperti biasanya tudung saji tersebut di atas meja. Biasanya tudung saji tersebut selalu berada di atas kulkas. Karena tidak ada yang pernah memasak di rumahnya. Mantan istrinya dulu tidak pernah memasak sama sekali. Mereka selalu makan di restoran atau pesan grabfood. Bahan makanan mentah di kulkas cuma formalitas saja. Ketika orang tua jaya atau orang tua mantan istrinya berkunjung. Jaya membuka tudung saji perlahan mengintip sedikit. Takutnya ia menuai kecewa setelah banyak berharap. Sosok wanita dewasa seperti Hilla saja tak diharapkan. Apalagi bocah bau kencur seperti Luna. Matanya membeliak tak percaya melihat apa yang ada dihadapannya. Semangkuk rendang tersaji di sana. Dari warna merah kecoklatan dan aroma rempah-rempah yang kuat dan khas seperti jahe, bawang putih, cabai, jinten, pala, cengkeh, bunga lima, adas manis, kemiri, serai, ketumbar, merica, kelapa goreng, daun kunyit, dll. Dapat dipastikan rendang dihadapannya memiliki rasa otentik khas tanah minang. Di ambilnya potongan daging berukuran sedang berbalut kuah kental dan berminyak. Tekstur daging yang empuk dan lembut pecah di mulutnya saat ia mengunyahnya. Wajahnya cerah berseri-seri, senyumnya melebar matanya berbinar-binar. Rasanya Jaya tak percaya ada rendang seenak dan selezat ini. Di liriknya ricecooker yang berada tak jauh dari meja makan. Lampunya menyala tanda bahwa ada nasi hangat di dalamnya. Langsung saja Jaya berjalan mendekat kearah ricecooker. Memastikan apakah benar-benar ada nasi hangat disana. Gerakannya cepat membuka tutup ricecooker. Semerbak harum ciri khas aroma nasi baru, menyeruak menguar di udara. Memenuhi indra penciuman Jaya. Beruntung betul hidupnya sore ini. Dapat rendang dan juga nasi hangat yang baru di tanak."Omong-omong beliau sudah datang belum?" tutur Luna kembali pada topik semula. Namun tidak ada satu pun diantara keduanya yang menjawab pertanyaan Luna."Kalau beliau belum datang. Saya mau nitip aja gimana?" Sambung Luna membuyarkan lamunan keduanya."Ehkkhhh....beliau sudah datang. Tapi biar ibu saja yang mengantarkannya. Kamu pasti ada kelas tahsin pagi ini. Sehingga datang secepat ini." Ucap sih ibu mengambil tas lunch box dari tangan kanan Luna. Seluruh staf di gedung RKB tahu betul. Jaya Baya paling benci di ganggu oleh orang-orang yang tak berkepentingan seperti Luna. Orang yang dapat menemui Jaya adalah orang-orang yang memiliki keperluan/kepentingan khusus dengannya. Jika tidak maka akan diusirnya dengan cara yang kejam. Semua orang tahu Jaya adalah orang tergalak dan paling tegas di Institut tersebut. Tak ada seorang pun yang berani melawan kehendak nya. Termasuk Rektor (paman Jaya) dan Warek I (ayah Jaya). "Terima kasih banyak, yah bu" Luna menyerah kan tas di tangan k
Setelah selesai mencuci piring dan membersih kan dapur. Luna kembali ke dalam kamarnya mengambil selimut beserta kedua bantal favoritnya. Duduk disofa ruang keluarga. Menyalakan televisi membuka saluran youtubue melalui televisi pintar di ruang keluarga tersebut. Menonton kartun favoritnya regal academy sambil makan camilan favoritnya buah pear yang renyah. Buhhh..... Jaya duduk di samping istrinya. Memakai kaos kaki dan sepatunya. Bersiap berangkat ke kampus. "Abanggg......!!" Jerit Luna tak suka Jaya duduk di sebelahnya. "Abanggg......" Jaya menirukan suara istrinya yang terdengar lucu menurutnya. Plakkkk........... Luna memukul bahu Jaya sekuat tenaga. Tapi bukannya meringis kesakitan, Jaya malah terkikik meledek istrinya. "Halah pukulan kayak gitu aja di pamerin...ayo pukul lagi kalau bisa" ledek Jaya pada istrinya, merasa pukulan istrinya tak sakit sama sekali. "Abanggggg.......!" Jerit Luna kesal menarik selimutnya. Berbaring diatas sofa sambil memindah siaran t
Oleh sebabnya, Luna tak berani mendrama seperti gadis-gadis novel bila di jodohkan dengan orang tua mereka. Sebab sesungguhnya yang berhutang pada Jaya Baya adalah dirinya sendiri. Karenanya jugalah Luna tak berani mendrama tidak ingin tidur sekamar atau seranjang oleh suaminya. Luna patuh pada keinginan dan otoritas Jaya Baya, suaminya. Karena nyawa dan hidupnya milik Jaya Baya. "Untukmu" Jaya membuyarkan lamunan Luna yang sedang mengenang masa lalu menyakit kan beberapa bulan lalu sembari menscrool aplikasi oren,mengeranjangi barang-barang yang ingin di belinya. Memberikan uang tunai sebesar satu juta rupiah. Melihat kesempatan merubah istrinya menjadi bidadari datang. Awalnya Jaya pikir gadis kecil itu tak tertarik menjadi cantik atau sekadar membeli peralatan kecantikan. Karena istrinya menggunakan uang mahar sebesar 50 juta yang diberikannya untuk membeli emas. Tanpa sepengetahuan dirinya. Nyatanya gadis kecil itu terobsesi menjadi peri kecil di negeri bel. "Buatku?" Menun
"Abanggggg........." jerit Luna merengek. Menahan kakinya ke lantai berharap tubuhnya tak pindah tempat. Namun sayang tenaganya kalah jauh dari Jaya. "Wudhu sana! Abang tunggu!" Jaya mendorong tubuh Luna ke dalam kamar mandi. "Abanggg........" menghentak-hentakkan kakinya ke lantai kamar mandi."LUNAAA.......!" Nada menekan. "Iya baiklah" pasrah. Akhirnya secara terpaksa Luna melaksanakan shalat magrib berjamaah bersama suaminya. Jaya tersenyum melihat Luna misuh-misuh (ngedumel) setelah usai melaksanakan shalat berjamaah bersamanya. Meski sulit diatur dan kekanak-kanakkan istri kecilnya itu pasti akan tunduk bila berhadapan dengannya. Cuma ia harus lebih sabar, galak dan tegas lagi. Jika tidak istri kecilnya itu yang akan memenangkan pertarungan. Cruncchhhh........Crunccchhhhh....... Luna melanjutkan mengunyah apel merah berjenis apel fuji tersebut. Membaringkan tubuhnya di tempat tidur."Suka apelnya?" Tanya Jaya membaringkan tubuhnya di sebelah Luna. "Suka" sahut Luna fo
Tanpa berpikir panjang Jaya menghampiri istrinya yang tengah mencuci pakaiannya di ruangan laundry. Meminta izin untuk menyantap rendang lezat buatannya. Sebenarnya Jaya tidak mengizinkan istrinya mencuci baju. Lebih baik bajunya dan baju istrinya di cuci saja. Karena akan sangat merepotkan sebab keduanya harus sama-sama pergi ke kampus. Jaya juga sudah memberikan uang untuk membayar laundry. Namun, Luna tetap kekeuh ingin mencuci dan menyetrika pakaian sendiri. Biar uangnya bisa disimpan katanya. Jaya bisa berkata apa bila istrinya sudah kekeuh dengan kemauannya. Lagi pula ia bisa pamer kepada rekan-rekan kerjanya. Jika kali ini ia tak menikahi gadis yang salah. Tokkk.....Tokkk......Jaya mengetuk pintu ruang laundry yang terbuka dua kali. Supaya istri kecilnya itu tak terkejut. "Dekk......" panggil Jaya lembut."Heumm......" Luna menolehkan kepalanya."Rendangnya abang makan yah?" Ucap Jaya meminta izin pada istrinya. Karena selama ini Jaya tidak pernah memakan masakan Luna.
"Minggirr......" usir Luna pada suaminya, sambil memegang sapu di tangan kanannya. Bersiap menyapu lantai. "Iya" Jaya mengangkat kakinya ke sofa. Melentangkan tubuhnya, meletakkan kedua tangannya di belakang tengkuknya, berbaring di atas sofa. Memejamkan matanya sejenak, berniat tidur sebentar guna menghilangkan kantuknya sejenak. Baru sejenak Jaya memejamkan matanya bel rumah berbunyi. Luna melangkahkan kakinya menuju pintu utama. Melihat siapa yang datang. Ternyata mamang grab yang datang, mengantar nasi padang pesanan suaminya."Mbak, benar ini rumah bapak jaya?" Tanya tukang grab mengira Luna sebagai asisten rumah tangga. "Iya pak" jawab Luna singkat."Ini ada pesanan atas nama bapak jaya baya" jelas sih bapak-bapak tukang grab. "Berapa pak?" Tanya Luna menanyakan nominal pesanan tersebut, sebelum meminta uang pada suaminya. "Udah di bayar kok, mbak" jawab bapak grab sopan. Menyerahkan bungkusan berisi nasi padang milik Jaya. "Terima kasih, pak." Ucap Luna lembut, menampilka