Sinar matahari pagi menyelinap masuk melalui kaca besar yang menghadap ke halaman belakang.
Meja makan masih berantakan, bekas dari sesi yang panas dan liar antara River dan Kayla yang baru saja berakhir setengah jam lalu.
Gadis itu masih polos tanpa sehelai benang pun menempel di kulitnya, duduk di atas meja marmer dengan napas yang belum sepenuhnya stabil.
River duduk bersandar di kursi seberangnya, santai dengan rokok di antara jemarinya dan segelas kopi hitam di tangan lainnya.
Dia memandangi tubuh Kayla dengan tatapan puas dan pemangsa, namun juga penuh kepemilikan.
Kayla menarik napas dan memberanikan diri bertanya, meskipun nadanya tetap lembut seperti biasanya.
“Barang-barang kemarin… yang kau beli itu… kapan kau pakai?” Suaranya pelan, namun jelas dipenuhi rasa penasaran dan, entah kenapa, sedikit antisipasi.
River mengangkat alis lalu menyeringai. “Sudah tidak sabar, ya, istri kecilku?”<
Pagi di Jasper kembali menggigil. Kabin kayu mereka diliputi salju tebal di luar, tapi di dalam kamar mandi utama, uap panas sudah memenuhi udara.Alicia berdiri di depan cermin besar, tubuhnya hanya dibalut handuk putih kecil yang nyaris tak menutup lekuk indah tubuhnya.Kulitnya masih merah muda akibat sentuhan panas malam sebelumnya. Rambutnya tergerai berantakan, tapi di mata River yang berdiri di ambang pintu, ia tampak seperti dewi.River berjalan pelan mendekat, masih telanjang sejak bangun tidur, tubuhnya membara bukan hanya oleh suhu ruang, tapi juga oleh pemandangan di depannya.“Kau pikir kita bisa benar-benar bersih… setelah apa yang kita lakukan semalam?” tanyanya pelan, sambil menempelkan tubuhnya ke belakang Alicia dan membiarkan cermin memantulkan semuanya.Alicia hanya menatap bayangan mereka, bibirnya mengulas senyum menggoda. “Mungkin tidak bersih… tapi setidaknya kita bisa basah bersama.”
Kabut malam tipis menyelimuti kabin pribadi milik River, tersembunyi di antara hutan pinus bersalju. Setelah limosin berhenti, River membimbing Alicia masuk ke dalam kabin seperti biasa—tenang, maskulin, penuh kendali.Tapi langkah mereka tidak berhenti di ruang utama.River menarik pegangan tersembunyi di rak buku, dan sebuah pintu otomatis terbuka perlahan. Di baliknya, tangga spiral menurun ke ruangan bawah tanah yang sangat berbeda dari dunia luar.Lampu merah lembut menyala, menyelimuti ruangan dengan nuansa erotis yang pekat. Dinding berlapis kulit hitam, rak-rak berisi tali beludru, borgol, penutup mata, cambuk, dan beragam tools of pleasure.Di tengah ruangan, sebuah tempat tidur empat tiang dengan tali gantung dari atas, dan di sudut ruangan, kursi kulit yang dirancang untuk satu hal: penyerahan total.Alicia menelan ludah pelan. Jantungnya berdetak lebih cepat.River membalik tubuhnya, menatap matanya dalam-dalam.
Sinar matahari pagi menyelinap masuk melalui kaca besar yang menghadap ke halaman belakang.Meja makan masih berantakan, bekas dari sesi yang panas dan liar antara River dan Kayla yang baru saja berakhir setengah jam lalu.Gadis itu masih polos tanpa sehelai benang pun menempel di kulitnya, duduk di atas meja marmer dengan napas yang belum sepenuhnya stabil.River duduk bersandar di kursi seberangnya, santai dengan rokok di antara jemarinya dan segelas kopi hitam di tangan lainnya.Dia memandangi tubuh Kayla dengan tatapan puas dan pemangsa, namun juga penuh kepemilikan.Kayla menarik napas dan memberanikan diri bertanya, meskipun nadanya tetap lembut seperti biasanya.“Barang-barang kemarin… yang kau beli itu… kapan kau pakai?” Suaranya pelan, namun jelas dipenuhi rasa penasaran dan, entah kenapa, sedikit antisipasi.River mengangkat alis lalu menyeringai. “Sudah tidak sabar, ya, istri kecilku?”
Cahaya lilin bergetar lembut di atas meja makan, menciptakan bayangan panjang di dinding kabin yang terbuat dari kayu pinus.Aroma wine merah dan saus krim keju masih menggantung samar di udara. Piring-piring kosong sudah tersisih ke sisi meja, menyisakan hanya dua gelas yang tinggal separuh isi.Alicia duduk di ujung meja, mengenakan gaun tidur satin hitam dengan belahan tinggi, rambutnya digerai, bibirnya masih memerah oleh anggur yang baru saja diteguk.Matanya tajam, namun tak bisa menyembunyikan sinar menggelitik yang menyala tiap kali menatap River."Jadi, apakah makan malamku memuaskan, Tuan Louis?" tanyanya dengan nada menggoda.River menyandarkan diri pada kursinya, menatap istrinya dari atas hingga bawah.Kemeja putihnya terbuka tiga kancing, menggoda dengan cara yang sangat sengaja.“Makanan tadi enak. Tapi bukan itu yang paling menggugah selera malam ini.”Alicia menaikkan satu alis. “Oh ya? Apa it
Waktu sudah menunjuk angka delapan pagi.Pagi itu, sinar matahari menyelinap masuk melalui tirai kamar hotel yang mewah.Alicia terbangun dengan tubuh yang masih dibalut sisa-sisa kelelahan malam sebelumnya.Ketika matanya terbuka perlahan, ia mendapati River sudah duduk di pinggir ranjang, mengenakan kemeja linen putih yang sedikit terbuka di bagian dada.Rambutnya yang acak-acakan justru membuat pria itu tampak semakin menggoda."Bangun, kitten. Kita punya banyak yang harus dibeli hari ini," bisik River sambil mengelus lembut pipinya.Alicia menggeliat pelan dan tersenyum mengantuk. “Belanja? Pagi-pagi begini?”River menyeringai. "Kita butuh perlengkapan. Baju baru untukmu. Dan... beberapa barang khusus."Mata Alicia sedikit membelalak. Tapi ia tidak bertanya lebih lanjut. Ada sesuatu dalam nada suara River yang membuat jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.Setelah mandi dan bersiap, mereka turun k
Waktu sudah menunjuk angka delapan pagi.Udara pagi di Pegunungan Rocky terasa menusuk tulang, tapi kabin mewah mereka tetap hangat.Dari jendela besar yang menghadap pegunungan bersalju, sinar matahari menyelinap pelan dan menyapa wajah Alicia yang masih tertidur di dada telanjang River.Lelaki itu sudah terjaga lebih dulu, matanya menatap istrinya dengan intensitas yang tenang namun dalam.Rambut Alicia berantakan dengan cara yang membuatnya terlihat semakin memesona.Di balik selimut bulu angsa itu, tubuh mereka masih telanjang, saling menyatu sejak semalam, tak terpisahkan oleh apapun.River mencium pelipis Alicia dengan lembut. “Pagi, Mrs. Louis,” bisiknya dengan suara serak penuh sisa gairah.Alicia menggumam kecil, lalu mengangkat wajahnya. Bibirnya memerah dan basah, mata cokelatnya masih setengah mengantuk. “Mmm ... pagi. Apa tadi malam nyata? Tubuhku … benar-benar seperti baru saja ditimpa oleh batu