Tidak banyak yang Amanda dan Rendra lakukan selama menginap di hotel. Amanda hanya merebahkan diri di ranjang seraya memainkan ponsel seharian, sesekali memandang pemandangan kota dari kamar tempatnya menginap saat malam hari, Amanda tidak berminat sama sekali keluar dari kamar untuk menikmati fasilitas-fasilitas yang ada di sana. Katakan dirinya bodoh karena diberi kesempatan untuk menginap di hotel mewah dengan biaya per malam yang tidak tidak bisa dikatakan murah, tetapi tidak digunakan sebaik mungkin.
Sementara Rendra beberapa kali pergi dari hotel ke luar untuk urusan pekerjaan. Amanda tidak begitu peduli dengan apa yang pria itu lakukan, tetapi pria itu sendiri yang menjelaskan demikian.
Saat ini adalah waktunya mereka untuk check out setelah beberapa hari menetap di tempat tersebut. Amanda dan Rendra kini berada di dalam sebuah kendaraan beroda empat duduk bersebelahan di kursi penumpang dijemput oleh sopir keluarga Hartant
Gadis itu menyentuh kepalanya yang terasa pusing, secara bersamaan Nyonya Alina menyosong Amanda, membawa Amanda ke dalam pelukannya yang ringan. Amanda tidak bergerak sama sekali, pasrah ibu mertuanya itu mau mengapakan dirinya, yang jelas Amanda masih terkejut atas indra pendengarannya yang mendengar satu kata yang keluar dari bocah perempuan tersebut."Selamat datang di rumah kami," ucap Nyonya Alina seraya melepaskan rengkuhannya. Amanda masih berdiri kaku, sementara untuk menghargai kalimat yang keluar dari mulut wanita itu Amanda menyunggingkan kedua sudut bibirnya ke atas secara samar, suasana saat ini benar-benar canggung untuk Amanda. "Bagaimana acara kalian di hotel, menyenangkan?"Kedua sudut bibir Nyonya Alina melengkung ke atas secara lebar, sementara kedua alisnya naik-turun bermaksud untuk menggoda setelah mengutarakan pertanyaannya itu. Amanda mengatupkan bibir, bingung harus merespons seperti apa pertanyaan dari ibu mertuanya tersebut, gadis itu kemudi
Helaan napas dari dua orang sekaligus terdengar di ruangan tersebut, Amanda diam-diam menyunggingkan kedua sudut bibirnya ke atas seraya mengedikan bahu acuh tak acuh. Amanda tidak merasa tersinggung sama sekali atas ucapan bocah bernama Dean tersebut, anehnya ia merasa senang akan hal itu karena dalam pikirannya jika anak-anak itu selamanya tidak menyukainya maka pernikahan yang akan dirinya jalani tidak akan membutuhkan waktu yang lama. Mereka pasti akan merengek-rengek tidak ingin memiliki mama baru, baguslah. Pikir Amanda lagi, dirinya juga tidak perlu repot-repot harus melakukan hal-hal palsu kepada anak-anak itu bila mereka ternyata menyukainya, anak-anak itu tidak menyukainya maka dirinya hanya perlu menjadi diri sendiri.“Kamu jangan tersinggung atas perkataan Dean ya Amanda, Dean masih anak-anak, mama harap kamu memakluminya,” ucap Nyonya Alina dan Amanda hanya mengangguk saja tanpa repot-repot mengeluarkan suara, dirinya tidak tersinggung sama sekali, ba
Bukan tersinggung, Nyonya Alina justru semakin melebarkan kedua sudut bibirnya, membentuk senyum yang amat menawan penuh glukosa. Wanita itu berpikir pertanyaan menantunya sebagai salah satu bentuk perhatian kepada Dean dan Mikayla, sebagai bentuk kekhawatiran Amanda kepada anak tirinya.“Mama sangat menyesal melakukan ini, kami akan meminta maaf kepada Dean dan Mikayla nanti,” ucap wanita itu. “Tidak salah Mama memilih kamu, kamu sangat perhatian sama cucu-cucu Mama.”Kening Amanda mengernyit secara sama, merasa heran mengapa ibu mertuanya berkata demikian. Memang siapa yang perhatian kepada dua bocah itu, Amanda merasa tidak pernah melakukannya.“Sejak pertemuan pertama Mama sama kamu setahun yang lalu, Mama sudah sangat menyukaimu.”“Setahun yang lalu?” ulang Amanda dengan kerutan di kening yang semakin dalam. Amanda tidak tahu bahwa sebelumnya mereka pernah bertemu, ibu mertuanya itu pun tidak bercerita
Amanda harus menerima kenyataan, bahwa dirinya sudah menikah dengan pria yang usianya jauh lebih tua darinya, sudah memiliki dua orang anak yang cukup besar pula. Kenapa kedua orang tuanya tega membiarkan Amanda menikah dengan pria itu demi membantu perusahaan keluarga?Awas saja Amanda tidak mau menemui mereka lagi.Gadis itu sedikit tersentak mendapat sebuah jentikan tangan tepat di depan wajah. Terlalu lama melamun membuat Amanda tidak menyadari bahwa Rendra sudah berdiri di hadapannya, Amanda mengangkat sedikit kepala demi melihat wajah pria tersebut.“Mau sampai kapan kamu melamun di sini?” Suara berat Rendra kembali mengudara, terdapat kernyitan samar di keningnya, merasa heran mengapa istrinya itu hobi sekali melamun, tadi di mobil, sekarang di dalam rumah.
Amanda tidak berbohong saat mengatakan akan ada teman yang menjemput, beberapa menit setelah dirinya selesai bersiap, Francie datang menjemputnya dengan mobil gadis itu ke kediaman Keluarga Hartanto. Amanda kembali berpamit kepada Nyonya Alina yang kebetulan ditemuinya di ruang keluarga, tentu saja wanita itu mengizinkan karena Amanda memberikan alasan yang sama seperti yang diberikan kepada Rendra. Nyonya Alina berbaik hati meminta Amanda untuk menyuruh Francie mampir terlebih dahulu, tetapi tentu Amanda memberikan alasan bahwa mereka sudah ditunggu anggota kelompok yang lain agar Francie tidak perlu repot-repot mampir.Setelah lolos dari berbagai pertanyaan yang dilontarkan oleh Nyonya Alina, Amanda mengembuskan napas kuat-kuat begitu kini bokongnya mendarat di sebelah Francie yang duduk di kursi kemudi. Amanda benar-benar lega karena sekarang sudah keluar dari rumah mewah tersebut, jujur ada perasaan te
“Capek!” Keluh Amanda seraya ikut menghempaskan tubuhnya di ranjang Divya, bergabung dengan Francie. Waktu sudah menunjukan pukul sembilan malam, Amanda baru saja membersihkan tubuhnya setelah seharian bersenang-senang dengan kedua sahabatnya. Mereka tidak langsung pulang ke kediaman masing-masing, melainkan pergi ke apartemen Divya terlebih dahulu untuk sekadar beristirahat dan berganti pakaian.Sungguh rasanya Amanda malas sekali pulang, selain karena tubuhnya sudah kelelahan, dirinya juga malas bertemu dengan Rendra. Membayangkan malam ini dirinya harus kembali berbagi ranjang dengan pria tersebut membuat tubuhnya bergidik.“Ini pertama kalinya buat kamu main sampai malam kan?” tanya Francie berbasa-basi karena tentu dirinya sudah tahu tentang kehidupan sahabatnya tersebut. “Tenang, jangan mengeluh, sebentar lagi pasti kamu terb
Lelah bermain seharian membuat malamnya Amanda tidur dengan sangat nyenyak walau harus tidur di sofa karena menolak berbagi ranjang dengan pria berstatus suaminya. Namun itu lebih dari cukup, sofa di kamar pria itu lebih dari cukup untuk menampung tubuhnya yang lumayan mungil. Sinar matahari sudah sepenuhnya menerobos ruang kamar melalui celah-celah gorden yang terbuka begitu Amanda secara perlahan membuka mata, menatap sekeliling ruangan yang terasa sangat asing di indra penglihatannya. Amanda ingat bahwa dirinya sudah tidak lagi tinggal di rumah lamanya, melainkan kini ia tinggal di rumah baru kediaman suaminya. Amanda membuka mulut untuk menguap, menutupnya dengan salah satu tangan seraya tubuh mulai bangkit dari posisi tidur, mendudukan bokongnya di benda empuk yang mulai semalam dijadikannya sebagai tempat tidur di rumah ini entah hingga sampai kapan.Tidak masalah, akan ada saat di mana dirinya hidup
Indra penglihatan Amanda menangkap sosok Nyonya Alina berdiri tepat di hadapan lift, sehingga saat pintu benda tersebut terbuka, Amanda sedikit tersentak. Berbeda dengan Nyonya Alina yang langsung menyunggingkan kedua sudut bibir begitu menangkap sosok Amanda.“Tadinya Mama mau susul kamu ke atas,” ucap wanita paruh baya tersebut saat Amanda berjalan ke arahnya. Amanda dengan sedikit terpaksa membalas senyum yang disunggingkan Nyonya Alina kepadanya.“Maaf Ma aku telat, sampai Mama mau susulin aku segala.”“Nggak apa-apa Sayang, kamu pasti capek kan karena habis kerja kelompok sampai malam?”Pertanyaan tersebut hanya direspons dengan tawa sungkan dari Amanda. Amanda menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, ia merasa ... pertanyaan