Home / Romansa / Istri Kecil Tuan Andika / Teriakan dimalam pertama

Share

Teriakan dimalam pertama

Author: Neny nina
last update Huling Na-update: 2025-05-15 09:54:49

Setelah shalat isya berjamaah, Reina mencium punggung tangan Andika. Andika memanjatkan do'a yang di Aamiinkan oleh Reina.

Sita dan Mahmud tersenyum bahagia melihat mereka melaksanakan shalat wajib berjamaah. Sita merapatkan pintu kamar mereka yang masih terbuka separuh, lalu mengajak suaminya untuk kembali ke kamar mereka yang ada di sebelah kamar Reina.

Rumah itu hanya memiliki tiga kamar yang letaknya bersebelahan. Kamar yang pertama dihuni oleh Reina dan Andika. Kamar kedua dihuni oleh Mahmud dan Sita, kamar ke tiga dihuni oleh ketiga adik Reina. Sedangkan kamar mandinya hanya ada satu. Mereka menggunakannya secara bergantian.

Setelah sampai di kamar mereka, Mahmud duduk di tempat tidurnya dengan tersenyum bahagia. Tetapi di sela senyumnya, ada bulir bening yang menetes dari bola matanya.

“Kenapa Mas menitikkan air mata?” tanya Sita heran setengah berbisik, karena takut akan didengar oleh Reina dan menantunya.

“Ini air mata bahagia, Bu. Mas bersyukur, akhirnya anak kita bisa menerima Nak Andika dengan ikhlas.”

“Tapi bagaimana jika dia mendendam dengan kita, Mas? Karena, kita kan sama-sama tahu, bagaimana Reina menolak pernikahannya dengan keras. Bagaimana dia menangis semalaman sampai matanya bengkak.”

“Suatu saat nanti, kita akan ceritakan yang sebenarnya. Pada saat dia menyadari kalau kita melakukan semua ini demi kebaikan dia, bukannya mendendam, tapi dia akan berterima kasih kepada kita. Ini hanya masalah waktu, Bu.”

Disaat yang bersamaan, Reina dan Andika masih dalam suasana kaku dan menegangkan. Reina mengambil bantal guling sebagai pembatas tempat tidur mereka.

Dia merasa risih tidur dengan orang asing yang tiba-tiba sudah menjadi suaminya. Dia membungkus tubuhnya dengan selimut. Kemudian tidur membelakangi Andika. Andika hanya menatapnya dengan tersenyum. Tidak ada kemarahan di matanya.

“Selamat malam, Sayang.” Andika bergumam lalu mengedarkan pandangan mencari letak tombol lampu kamar.

Karena biasanya Andika selalu tidur dengan lampu dimatikan, dia mematikan tombol lampu kamar itu. Alhasil, Reina berteriak. Dia tidak tahu kalau Reina takut akan kegelapan. Ada trauma masa lalu Reina yang membuatnya takut dengan kegelapan.

“Aaa!”

Mendengar teriakan Reina yang tiba-tiba, seketika Andika kembali menyalakan lampunya dan bertanya, “Ada apa, Dek?” Dia segera mendekat ke tempat tidur.

Saat dia duduk di samping Reina, dia langsung menjadi sasaran pelukan Reina. Dia tidak dapat bergerak karena Reina memeluknya dengan erat. Tubuh Reina menggigil ketakutan.

Tangan Andika yang bebas membalas pelukan Reina dengan hangat. Dia membelai rambut Reina yang panjang dan lurus.

“Ada apa dengan Reina? Kelihatannya dia benar-benar ketakutan,” batin Andika.

“Tenanglah, Dek. Tidak ada apa-apa. Mas akan menjagamu! Tenanglah. Tidurlah.”

Reina tidak membuka matanya sama sekali. Tubuhnya dingin tapi berkeringat. Dia benar-benar takut untuk membuka matanya.

Reina akhirnya tertidur di pangkuan Andika. Bantal guling yang tadinya akan dijadikan sebagai pembatas, kini berada di belakang Reina sebagai penghalang punggungnya agar dia tetap tertidur dengan posisi miring dalam pelukan Andika.

Sebelah tangan Andika, menjadi bantal untuk Reina. Dia tidur dengan lelap dan nyaman dalam pelukan suaminya.

Disaat yang bersamaan, Mahmud dan Sita juga terkejut mendengar teriakan Reina. Sita hendak keluar dari kamarnya untuk menanyai keadaan Reina. Tapi tangannya ditahan oleh Mahmud.

“Biarkan saja. Berikan mereka privasi.”

Sita menuruti suaminya, meski dia masih merasa was-was dengan keselamatan anaknya. Dia takut, perbedaan usia menantunya yang lebih sepuluh tahun dari putrinya akan memaksakan keinginannya untuk dilayani oleh Reina.

Dia begitu mencemaskan putrinya, tapi dia juga tidak mau melanggar perintah suaminya untuk memberikan privasi kepada anak dan menantunya.

“Tenanglah, Bu. Mungkin nak Andika mematikan lampu. Kita sama-sama tahu, kan? Reina itu takut akan ruangan yang gelap. Mungkin karena itu dia berteriak,” bisik Mahmud.

“Iya, Mas. Dari teriakannya sih memang seperti teriakan ketakutan. Semoga saja dia memang takut karena gelap. Bukan takut karena melihat sesuatu yang lain.”

Dia bicara tanpa melihat ke arah Mahmud. Dia tidak sadar kalau sedang bicara dengan suaminya. Ayah dari anak perempuannya. Karena pikirannya sekarang sedang berada bersama Reina.

Seketika mata Mahmud hendak melotot. Tapi Sita segera tersadar akan kalimatnya yang bisa saja disalah artikan oleh Mahmud. Dia pun segera meralat kalimatnya.

“Maksudku, semoga saja dia tidak melihat hantu.”

Setelah mendengar kalimat yang terakhir, Mahmud pun bernapas lega.

Dia kemudian tersenyum lega karena mengingat sesuatu. Lalu bicara perlahan lagi dengan sang istri, untuk menghilangkan rasa khawatir Sita.

“Bu. Ada hikmahnya Reina itu takut akan kegelapan. Bapak yakin, hal itu akan membuat mereka menjadi lebih dekat.”

“Semoga saja tidak membuatnya menjauh dari kita, kelak.”

“Tidak akan, Bu. Ini semua demi kebaikan putri kita. Dia bukan lagi anak kecil. Sudah waktunya dia menjaga rumah tangganya. Jadi kita harus memandang dia sebagai perempuan yang sudah bersuami. Bukan sebagai putri kecil kita lagi. Ya, kan?”

Sita hanya memaksakan senyumnya sambil mengangguk kecil menyetujui kata-kata suaminya. Tapi, jauh di lubuk hatinya masih ada rasa takut akan keselamatan sang putri.

“Apa keputusan aku ini salah dengan menyetujui putriku menikah muda? Ya Tuhan. Semoga saja tidak terjadi apa-apa kepada putriku,” batinnya.

Keesokan paginya, Reina terbangun saat adzan subuh berkumandang. Dia mendapati dirinya tertidur dalam pelukan Andika. Dia tidak memberontak sama sekali. Dia ingat saat dia ketakutan waktu lampu dimatikan Andika, yang membuat ia takut membuka mata sampai ketiduran di dalam pangkuan Andika.

Hanya saja, pikiran Reina menerawang. “Apa semalam dia menyentuhku? Ah sudahlah. Toh jika memang ia sudah mengambil kesucianku, sudah menjadi haknya dia. Bukankah ayahku sudah menjualku padanya sebagai alat pembayar hutang?” batinnya.

Tapi meskipun separuh hatinya masih belum ikhlas dinikahkan mendadak oleh ayahnya, di lubuk hati yang paling dalam ada rasa kagum kepada Andika. Sejak pertama ia melihatnya, sampai pagi ini, dia belum menemukan kekurangan Andika. Dia menghirup aroma tubuh Andika yang menenangkan jiwanya. Enggan rasanya ia beranjak dari pelukan sang suami. Tapi dia juga tidak mau menjauh dari Sang Pencipta alam semesta.

Perlahan ia turun dari tempat tidur dengan hati-hati, supaya Andika tidak terbangun.Dia menarik selimut dengan hati-hati dan menyelimuti tubuh Andika. Dipandangnya wajah Andika yang tertidur. Dia tersenyum melihat wajah yang tampan dan bersih itu.

“Memang tampan sekali suamiku,” batinnya. Tanpa sadar, Reuni mendekatkan wajahnya ke wajah Andika. Dia ingin mencium laki-laki yang sudah menghalalkannya itu. Tapi setelah wajah mereka semakin dekat, tiba-tiba, Andika membuka matanya dan menarik pinggang Reina, sehingga jatuh kembali ke dalam pelukannya.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Istri Kecil Tuan Andika   Mengakui atau Diakui

    Letty menikukkan pandangan merendahkan Reina. Dengan tersenyum miring dia berkata, "Reina. Kamu itu lebih cocok jadi pembantu mas Andika dari pada menjadi istrinya. Jadi aku sarankan jangan terlalu percaya diri."Mata Reina tak sengaja melebar saat dia direndahkan oleh Letty. Mulutnyapun ternganga. Tape terlihat lucu dan menggemaskan oleh Andika. Tapi kemudian Reina tersenyum sebelum menjawab perkataan Letty."Oh ya? Kamu menganggapku lebih cocok jadi pembantu Mas Andika? Kamu tahu? Jika aku saja yang lebih cocok jadi pembantu justru dilamar jadi seorang ratu, dengan mahar pantastis, oleh Mas Andika, sebaiknya kamu lebih menyadari kedudukan kamu di mata Mas Andika." Kata-kata Reina penuh penekanan.Letty merasa direndahkan oleh gadis kecil yang dianggapnya hanya pantas menjadi seorang pembantu. Dia mencoba mencari pembelaan dari Andika."Mas! Berani sekali wanita ini menghinaku."Tangannya hendak memangku Andika. Tetapi Andika segera berpindah posisi ke samping Reina. Hampir saja Lett

  • Istri Kecil Tuan Andika   Saya Istri Sahnya

    Sita heran melihat karyawan yang ternyata seorang menejer di mall itu sangat sopan kepadanya. Begitu juga dengan petugas keamanan. Baik Sita maupun Mahmud merasa aneh dengan pelayanan yang ia terima berbeda dengan pelayanan terhadap pengunjung yang lain.Sita pun bertanya untuk mengobati rasa penasarannya."Eh, em, Pak. Maaf. Saya mau tanya.""Silakan, Buk. Tanya saja.""Apa Bapak kenal dengan menantu saya?""Maksud Ibuk Tuan Andika?""Iya. Benar.""Tuan Andika adalah pemilik mall ini.""Apa?!" Sita dan Mahmud serentak berkata.Dia tidak menyangka kalau menantunya ternyata sekaya itu. Dan yang lebih membuatnya heran, kenapa menantunya tidak seperti orang kaya lainnya yang suka memamerkan kekayaannya. Andika terlihat ramah seperti orang biasa."Tidak aku sangka anakku mempunyai suami yang setajir ini," batin Sita.Sita memegang pergelangan tangan suaminya."Ibu tidak apa-apa?" tanya menejer hotel tersebut.Sita yang sempoyongan merasa tenggorokannya kering. Dia meraba lehernya."Cepat

  • Istri Kecil Tuan Andika   ke mall

    Mobil mulai melaju di jalanan beton sampai ke jalanan aspal. Keseruan masih terjadi di dalam mobil yang sudah penuh oleh keluarga Reina.Reina terpesona melihat keakraban antara Andika dengan seluruh keluarganya. Seperti tidak ada batasan menantu dan mertua, Andika juga begitu akrab dengan ayah dan ibunya.Tidak ada kekurangan Andika yang bisa membuatnya tidak menyukai Andika. Tapi entah kenapa di hatinya masih ada dilema. Diantaranya, adik iparnya yang ternyata orang yang pernah mengucapkan janji kepadanya untuk mempersuntingnya kelak, pernikahannya yang dibangun atas dasar kebohongan, dan juga mantan kekasih Andika yang tiba-tiba datang ke rumah baru yang katanya sengaja disediakan Andika untuknya."Ah. Kenapa aku kepikiran mantan pacarnya mas Andika? Apa aku cemburu?" batin Reina. Dia segera menghilangkan rasa itu.Mobil yang dikendarai Andika sudah sampai di parkiran mall. Seorang petugas keamanan memberi hormat kepada Andika. Reina dan keluarganya heran melihatnya.Setelah menyer

  • Istri Kecil Tuan Andika   kesepakatan

    Sita terkejut mendengar Tasya, Caca dan Keisya bersorak kegirangan menyambut Andika dan Reina. Dia juga ikut senang melihat kegembiraan ketiga putrinya menyambut kakak mereka."Hore! Bang Andika dan Kak Reina sudah pulang.""Iya! Kita jadi dong pergi ke mall beli baju baru."Sita dan Mahmud keluar untuk menyambut mereka. Tetapi melihat wajah Reuni yang kusut kegembiraan mereka berubah menjadi ketegangan. Sita menyuruh ketiga anaknya untuk masuk ke kamar mereka."Kalian bertiga pergilah ke kamar kalian dulu. Nanti kalau mau pergi, akan Ibu panggil," suruhnya.Andika dan Mahmud saling pandang penuh arti. Mahmud menaikkan sedikit alisnya untuk bertanya menggunakan kode itu. Andika membalas dengan anggukan. Seketika wajah Mahmud menjadi pucat. Sita mendekati Reina untuk bertanya."Ada apa, Nak? Semuanya baik-baik saja kan?""Tidak ada yang baik-baik saja, Bu."Sita menoleh ke arah Andika yang menundukkan pandangannya."Ayo duduk dulu, dan ceritakan apa yang terjadi." Mereka semua duduk d

  • Istri Kecil Tuan Andika   Terkejut melihat Letty pinsan

    Reina terkejut melihat Letty yang tiba-tiba pingsan dan dipapah oleh Andika. Andika segera meletakkannya di atas sofa.Andika menyuruh Bi Mumun mengambil segelas air. Kemudian dia mengambil air sedikit dan mencipratkannya ke muka Letty. Letty tersadar dan segera memeluk Andika.“Sayang! Aku tadi bermimpi buruk,” rengeknya dengan manja.Andika melepaskan tangan Letty dari tubuhnya. “Letty! Sadarlah. Ini adalah kenyataan. Kenyataan bahwa aku sudah menikah, dan kita juga sudah putus sebelum aku menikahi Reina.”“Tidak, Sayang! Kamu adalah calon suamiku. Aku datang untuk melanjutkan hubungan kita kembali.”“Sudah terlambat. Sekarang aku suami Reina. Lebih baik sekarang kamu lanjutkan hidupmu dengan orang lain.”“Aku tidak mau!” Air bening mulai membasahi pipinya yang mulus.“ … Kamu adalah masa depanku. Kalaupun aku mau, aku tidak bisa melupakanmu, Mas!”“Mas Andika akan jadi milikmu sampai kami bercerai nanti,” timpal Reina yang sudah muak mendengar perdebatan mereka. Seketika Andika da

  • Istri Kecil Tuan Andika   Teman lama atau cinta lama

    Reina mengatur napasnya yang sudah tidak beraturan. Suasana kamar yang sejuk hampir saja membuatnya terbuai dalam asmara yang belum pernah dia alami sebelumnya. Hal yang ditunggunya tidak jadi terjadi.Tetapi bukannya senang, dia justru bertanya-tanya dan menduga, kemungkinan suaminya ini tidak punya selera untuk berhubungan dengan wanita.“Apa karena itu, dia mau menerima perjodohan denganku? Apa itu kekurangannya? Kalau memang itu, pantas saja dia memberikan mahar yang cukup besar kepadaku dan bersedia melunaskan hutang ayahku hanya dengan menikahiku,” batinnya. “Jika aku mengatakan yang sebenarnya, kamu janji tidak akan marah, Sayang?”“Iya. Aku janji.”“Semua hutang ayahmu adalah kebohongan. Kami sengaja membohongimu agar kamu mau menikah denganku.”“Apa?! Jadi Mas dan ayahku bersekongkol membohongiku?!”“Bukankah kamu sudah janji untuk tidak marah?” tanyanya seperti anak kecil.“Tapi ini penipuan!” Su

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status