Home / Romansa / Istri Kecil Tuan Andika / Berpikir lebih dewasa

Share

Berpikir lebih dewasa

Author: Neny nina
last update Last Updated: 2025-05-15 09:55:55

Reina segera melepas rengkuhan tangan Andika dan menyambar handuk yang ada di gantungan kain lalu bergegas ke kamar mandi untuk mandi dan berwudhu. Saat melewati dapur, ternyata Sita sedang di dapur.

Pada hari -hari sebelumnya, Sita memang selalu bangun sepagi itu, untuk menyiapkan sarapan pagi untuk anak-anak dan suaminya. Tidak hanya itu, dia selalu memanaskan air untuk mandi suaminya. Karena suaminya tidak kuat mandi dengan air dingin.

“Reina! Ibu sudah panaskan air untuk mandi suamimu. Apa suamimu sudah bangun?”

Andika yang tiba-tiba datang dari belakang Reina menyahuti,

“Tidak usah repot-repot, Bu. Aku mandi pakai air dingin saja.”

Reina terkejut saat Andika menyahuti kata-kata ibunya. Dia tidak tahu kalau Andika mengekor dari belakang. Dia merasa malu berdekatan dengannya di depan ibu dan ayahnya. Apalagi saat mengingat kejadian barusan, dia benar-benar merasa malu terhadap Andika. Dia pergi ke kamar mandi tanpa berkata apapun.

“Gak repot kok nak Andika. Sekalian tadi Ibu juga memanaskan air untuk mandi ayah Reina," ucapnya sungkan.

Andika tersenyum dan berkata, “Sekarang juga ayahku, Bu.”

Sita merasa bahagia mendengar kata-kata Andika. Ternyata pilihan suaminya memang tidak salah. Dia menanggapi dengan senyum bahagia.

“Terima kasih, Nak Andika.”

“Terima kasih untuk apa, Bu?”

“Karena Nak Andika sudah menganggap kami seperti orang tua sendiri.”

“Memang sudah seharusnya begitu kan, Bu?”

Reina mandi dan langsung berwudhu. Suara cipratan air terdengar jelas. Tanpa sengaja, Andika menghayalkan tubuh Reina yang mandi tanpa sehelai benang. Dia segera menghilangkan hayalannya itu dengan kembali mengajak mertuanya berbincang-bincang kecil.

Reina sudah terbiasa mandi sepagi itu. Setelah dia mandi, Sita menyuruh Andika untuk mandi duluan.

“Mandilah dulu, Nak. Biarlah ayahmu mandi belakangan saja.”

“Baik, Bu.” Dia pun pergi ke kamar mandi setelah melihat ayah mertuanya menganggukkan kepala tanda setuju dengan istrinya.

Sebelum Reina berlalu ke kamarnya Sita menyuruhnya untuk menuang air panas ke dalam ember, untuk campuran air mandi Andika.

“Re! Campurkan dulu air panasnya ke air mandi suamimu.”

Tanpa menjawab, Reina mengangkat air panas itu. Tapi tangannya ditahan Andika saat hendak memegang kain pelapis tangannya.

“Biar Mas saja yang angkat,” katanya dan langsung mengangkat air panas itu dengan menggunakan kain pelapis agar tangannya tidak panas. Reina akhirnya kembali ke kamarnya.

Sita mengikuti Reuni sampai ke kamarnya. Saat Reina hendak menutup pintu, ibunya menahan dengan tangan. Reina terkejut.

“Ibu? Ada apa? Untung saja tangan Ibu tidak terjepit.”

Sita masuk ke dalam kamar Reina, dan bergegas menutup pintu kembali.

“Kenapa kamu tidak keramas? Kamu tidak mandi wajib?” tanya Sita setengah berbisik.

“Apaan sih, Ibu? Biasanya kan aku keramasnya juga dua kali sehari?”

“Iya. Ibu tahu. Tapi sekarang kan sudah berbeda?”

“Beda apanya?”

“Sekarang kamu sudah bersuami. Apa semalam kamu melakukan itu?”

“Melakukan apa?!”

Sita memutar bola mata dan menoleh ke kiri dan ke kanan untuk mencari cara bertanya kepada Reina.

“Maksud Ibu. Kamu semalam be_berciuman dengan suamimu, gak?” tanya Sita sambil menyatukan kedua ujung jari tangannya memperagakan kepada Reina.

Reina sangat malu ditanyai ibunya seperti itu. Mukanya merah merona.

“Enggak! Apaan sih Ibu.”

“Yang lainnya juga tidak?”

“Yang lain apalagi, Bu?” Reina Mengambil mukenanya yang tergantung di dinding.

“Jadi, kenapa kamu berteriak semalam?”

“Itu karena lampunya mati. Aku takut. Jadi tanpa sengaja aku berteriak,” jawab Reina sambil memakai mukenanya. Tadi dia sengaja membawa baju ganti ke kamar mandi agar bisa langsung mengganti bajunya dan keluar dengan baju bersih dari kamar mandi. Jadi sampai di kamarnya hanya tinggal memakai mukena saja.

Sita bernapas lega mendengar jawaban Reina.

“Baiklah. Ibu pergi dulu.”

Saat hendak keluar dari kamar Reinai, Sita berpapasan dengan Andika.

“Eh … maaf, Nak Andika. Silakan masuk.” ucapnya sungkan. Sita mengalihkan pandangannya, karena Andika hanya memakai handuk dan baju kaos. Sita bergegas ke dapur untuk menuangkan air panas ke dalam bak mandi suaminya.

Setelah itu, dia kembali menyiapkan sarapan untuk anak, menantu dan suaminya.

Andika mengajak Reina untuk shalat subuh berjamaah, dengan Andika sebagai imamnya.

Setelah selesai, Andika mengutarakan niatnya untuk mengajak Reina ke rumah orang tuanya.

“Dek? Aku mau mengajakmu ke rumah orang tuaku. Apa kamu bersedia?”

Sebenarnya Reina ingin sekali menolak. Bukan karena tidak mau mendekatkan diri kepada keluarga suaminya. Tetapi karena mentalnya merasa belum siap untuk bertemu dengan mertuanya. Ada rasa malu di hatinya. Tapi dia juga tidak ingin mengecewakan orang yang sudah mulai ia kagumi. Meskipun umurnya baru setampuk jagung, tapi statusnya sebagai istri orang membuat ia harus berpikir lebih dewasa dari pada umurnya.

Dia memang ingin punya suami yang menjadi imam dalam shalat dan juga dalam kehidupannya. Sekarang dia sudah mendapatkan semua itu. Selain itu, dia masih ingin mencari kekurangan Andika yang belum ia temukan. Mungkin jika dia ikut ke rumahnya, dia akan menemukan kelemahan Andika. Bukan untuk menjatuhkan Andika dimatanya, hanya saja ia masih penasaran, orang setampan dan sekaya Andika bisa menerimanya sebagai istri untuk melunasi hutang ayahnya. Ia yakin pasti ada kejanggalan. Lagi pula, sekarang hari Minggu. Dia tidak punya kegiatan.

“Iya. Jika ayah dan ibu mengizinkan aku pergi dengan Mas,” jawabnya.

“Aku yang akan minta izin kepada ayah dan ibu,” ucap Andika seraya tersenyum dan mengecup kening Reuni. Reina menunduk karena malu.

“Kenapa kamu masih malu, Dek. Aku suamimu. Aku halal menciummu. Tapi jika kamu tidak mau aku cium, maka aku tidak akan lagi melakukannya.”

“Bu … bukan begitu_”

Andika tersenyum kecil melihat Reina gugup. Dia sengaja menggoda istri kecilnya. Senyumnya membuat Reina candu ingin selalu melihat senyum seperti itu.

“Mas hanya bercanda. Oh iya. Mas punya hadiah untuk kamu.”

Andika menyerahkan dua bungkusan untuk Reina.

“Apa ini, Mas?”

“Buka saja.”

Reina mengeluarkan isi dari dalam bungkusan itu. Reina terkejut melihat isinya.

“Ini sebuah ponsel dan baju baru.”

“Iya. Ponsel itu juga baru. Mas sudah mengisi kartunya. Nomor Mas, juga sudah ada di situ. Emm, baju itu, Mas ingin kamu memakainya di depan Mas. Kamu mau, kan?”

“Apa aku harus ganti baju di sini? Di depan Mas?”

“Tidak harus.”

Reina terdiam menunduk dengan muka memerah karena malu.

“Apa kamu malu ganti baju di depan Mas?” tanya Andika dengan berbisik di telinga Reina

Bisikan Andika membuat Reina merinding dan candu.

“Re belum terbiasa,” jawabnya sambil menunduk malu.

“Kalau begitu, Mas akan keluar dulu. Nanti setelah kamu ganti baju, temui Mas di luar, ya?”

Andika berjalan ke arah pintu. Tapi Reina menahan tangannya. Andika menoleh dan bertanya, “Ada apa, Dek?”

“Kenapa pergi?” tanya Reina dengan suara lirih.

“Bukankah kamu belum terbiasa ganti baju di depan Mas?”

“Aku hanya malu, tapi aku akan belajar untuk tidak malu di depan Mas. Sebuah kebiasaan pasti ada awal untuk memulainya.”

Andika tersenyum mendengar kata-kata dewasa yang keluar dari bibir imut gadis remaja yang baru dinikahinya. Gadis yang ia kagumi secara diam-diam.

“Jadi, kamu mau ganti baju di depan Mas?”

Reina menjawab dengan anggukan kepalanya dan wajah tersipu malu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Kecil Tuan Andika   Berpikir lebih dewasa

    Reina segera melepas rengkuhan tangan Andika dan menyambar handuk yang ada di gantungan kain lalu bergegas ke kamar mandi untuk mandi dan berwudhu. Saat melewati dapur, ternyata Sita sedang di dapur. Pada hari -hari sebelumnya, Sita memang selalu bangun sepagi itu, untuk menyiapkan sarapan pagi untuk anak-anak dan suaminya. Tidak hanya itu, dia selalu memanaskan air untuk mandi suaminya. Karena suaminya tidak kuat mandi dengan air dingin. “Reina! Ibu sudah panaskan air untuk mandi suamimu. Apa suamimu sudah bangun?” Andika yang tiba-tiba datang dari belakang Reina menyahuti, “Tidak usah repot-repot, Bu. Aku mandi pakai air dingin saja.” Reina terkejut saat Andika menyahuti kata-kata ibunya. Dia tidak tahu kalau Andika mengekor dari belakang. Dia merasa malu berdekatan dengannya di depan ibu dan ayahnya. Apalagi saat mengingat kejadian barusan, dia benar-benar merasa malu terhadap Andika. Dia pergi ke kamar mandi tanpa berkata apapun. “Gak repot kok nak Andika. Sekalian tad

  • Istri Kecil Tuan Andika   Teriakan dimalam pertama

    Setelah shalat isya berjamaah, Reina mencium punggung tangan Andika. Andika memanjatkan do'a yang di Aamiinkan oleh Reina. Sita dan Mahmud tersenyum bahagia melihat mereka melaksanakan shalat wajib berjamaah. Sita merapatkan pintu kamar mereka yang masih terbuka separuh, lalu mengajak suaminya untuk kembali ke kamar mereka yang ada di sebelah kamar Reina. Rumah itu hanya memiliki tiga kamar yang letaknya bersebelahan. Kamar yang pertama dihuni oleh Reina dan Andika. Kamar kedua dihuni oleh Mahmud dan Sita, kamar ke tiga dihuni oleh ketiga adik Reina. Sedangkan kamar mandinya hanya ada satu. Mereka menggunakannya secara bergantian. Setelah sampai di kamar mereka, Mahmud duduk di tempat tidurnya dengan tersenyum bahagia. Tetapi di sela senyumnya, ada bulir bening yang menetes dari bola matanya. “Kenapa Mas menitikkan air mata?” tanya Sita heran setengah berbisik, karena takut akan didengar oleh Reina dan menantunya. “Ini air mata bahagia, Bu. Mas bersyukur, akhirnya anak kita b

  • Istri Kecil Tuan Andika   Malam pertama

    Malam Pertama *** Suara ponsel Andika berdering. Andika mohon pamit kepada Reina untuk mengangkat ponselnya. “Re! Mas keluar sebentar.” Reina mengengguk dengan tersenyum kecil. “Baru malam pertama menikah saja sudah mau sembunyi-sembunyi mengangkat teleponnya,” batin Reina.. Lagi-lagi ada rasa curiga di hati Reina melihat tingkah orang yang baru tadi sore menghalalkannya itu. Dengan sengaja dia mengikuti Andika secara diam-diam. Andika meletakkan ponselnya di telinga sambil bergegas berjalan ke luar. Setelah sampai di luar, dia kembali mematikan ponselnya. Terlihat Andika menemui seorang lelaki berpakaian seragam warna hitam. Orang itu menyerahkan beberapa bungkusan kepada Andika. Lalu dua orang yang memakai pakaian batik yang tadi mengatur kerumunan di acaranya juga ada di sana. Reina mengernyitkan dahinya heran. “Kenapa orang organizer masih ada di sini? Ini kan sudah malam,” batin Reina. Mereka terlihat menunduk memberi hormat sebelum meninggalkan Andika. Reina m

  • Istri Kecil Tuan Andika   Mencari kekurangan

    mencari kekurangannya *** Reina merasa pernikahan paksaan itu berujung dengan hatinya yang menghangat. Sekilas dia melihat wajah suaminya. Ternyata benar bisik-bisik tetangganya, bahwa pengantinnya tampan sekali. Belum pernah dia melihat lelaki setampan orang yang sudah menghalalkannya itu. Tanpa ia sadari, senyum bahagia tersungging di bibirnya. Tapi ada tanda tanya dalam hatinya yang belum terjawab. “Kenapa pria seganteng ini mau dijodohkan denganku? Tadinya aku pikir yang akan menikah denganku seorang kakek-kakek atau seorang yang cacat. Apa dia punya kekurangan yang belum aku lihat?” Acara ijab Qabul telah selesai. Namun ada rasa curiga yang masih tersimpan dalam benak Reina. “Apa kekurangan orang ini sehingga dia mau melunaskan hutang ayahku yang sebanyak itu hanya dengan menikahiku.” hatinya terus bertanya. Sekarang saatnya dia bersalaman dan berkenalan dengan keluarga dari orang yang baru menghalalkannya. Saat bersalaman dengan kedua orang tua si suami, Reina d

  • Istri Kecil Tuan Andika   ijab Qabul dadakan

    2 Ijab Qabul dadakan *** Dari jauh sudah tampak tenda pelaminan dan hiasan bunga-bunga terpajang dan bergantungan di depan rumah Reina. Dada Reina berdebar kencang. Ternyata kata-kata ayahnya bukan sebuah lelucon seperti yang diharapkan. Dia melangkahkan kakinya yang terasa ingin roboh ke tanah. Air matanya menetes mamandangi bunga yang bergelantungan di setiap sudut tenda di depan rumahnya, sampai ke dalam rumahnya. Berbeda dengannya, ketiga adiknya tampak sangat bersemangat dan bergembira. “Wah! Makan enak nih,” seru si bungsu sambil berlari ke dalam. Kedua kakaknya juga mengikutinya. Seseorang datang menuntunnya untuk segera masuk dan berganti pakaian. Dia adalah bibinya. Adik dari ibunya yang datang dari desa sebelah. Dia sengaja datang untuk menghadiri pernikahan Rena. “Bibi? Bibi di sini?” tanya Reina seperti orang bingung. “Iya, Sayang. Tadi pagi ibumu menelpon Bibi. Katanya kamu akan menikah hari ini. Makanya Bibi ada di sini.” perempuan itu memeluk Reina deng

  • Istri Kecil Tuan Andika   Dipaksa menikah

    Dipaksa nikah. *** “Reina! Kamu harus menikah ldengan pria pilihan Ayah. Ayah sudah janji ke seseorang untuk menikahkan kamu dengannya.” Wanita muda yang cantik bernama Reina natasya tersedak mendengar ayahnya mengatakan hal itu. Seketika matanya melebar. Ia meletakkan gelas air yang sedang ia minum di atas meja. “Ayah … apaan sih, Yah! Aku kan masih SMA. Satu bulan lagi aku akan lulus. Aku akan mencari pekerjaan. Kok malah ngomongin soal nikah. Aneh-aneh saja Ayah ini.” Reina bersungut dan hendak pergi ke kamarnya. Tapi ibunya, Sita, memanggilnya untuk duduk kembali. “Reina! Kamu jangan pergi dulu! Tidak sopan meninggalkan orang tua yang belum selesai bicara!” Dengan terpaksa, Reina duduk kembali. Wajahnya tidak lagi cerah. Mahmud menarik napas dalam dan menghenpaskannya. “Sebenarnya Ayah juga nggak tega memaksamu untuk nikah dengannya. Tapi mau bagaimana lagi? Hutang kita sudah menumpuk. Kita sudah tidak punya tanah lagi untuk melunasi hutang ke beliau. Apalagi uang

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status