Share

Bab.05 Semuda aku

Hari hari terus berlalu, Air terpaksa harus tinggal di rumah kedua orang tua Bara yang sangat sederhana, semua fasilitas yang dia miliki di rumah Biru kini tidak bisa dia dapatkan lagi, makanan sederhana yang kerap Air paksakan masuk ke dalam mulut hanya untuk mengganjal perutnya saja. Namun Air tidak lah kehilangan akal bulusnya, dia kerap membeli online makanan yang dia sukai sekalipun ibunya Bara bersikap baik dengan memasak setiap hari.

Sementara Bara tidak pernah lagi terlihat batang hidungnya setelah hampir seminggu ia tinggal disana. Menurut keterangan sang Ibu, Bara memang memiliki apartemen sederhana yang letaknya lebih dekat dengan tempatnya bekerja. Dan hal itu bagus, Air jadi tidak perlu bersusah payah mencari cari alasan ataupun kembali berdebat dengan Bara. Ia bisa hidup dengan damai dan layaknya hidupnya sebelum kejadian ini terjadi, walaupun sulit baginya untuk beradaptasi dengan keadaan yang jauh berbeda dari sebelumnya.

Tidak ada barang barang mewah seperti dirumahnya, alat alat canggih maupun para asisten rumah tangga yang bisa ia suruh suruh seenak jidatnya.

Hampir seminggu pula ia tidak masuk kesekolah, bukan malu atau apapun itu, hati kecilnya masih berharap Biru sang kakak mencarinya disekolah. Tapi semua sia sia, grup sekolah tampak aman dan tentram. Itu artinya Biru mengabaikan penderitaannya. Dan ia pun hanya bisa menelepon supirnya untuk mengantarkan semua perlengkapan sekolahnya, dan tentu saja tidak menyuruhnya ketempat tinggalnya saat ini. Ia menyuruhnya meletakkan semua barang yang dibutuhkan di sebuah halte bus.

Dan sekembalinya ke rumah, Air segera membereskan perlengkapannya di kamar yang ditinggalinya. Kamar yang terletak dipaling ujung adalah kamar milik Bara dahulu.

"Air ... Apa kamu besok pergi sekolah?" tanya ibu Bara yang bernama Mira itu saat memasuki kamarnya dan melihatnya bebenah.

"Iya Bu ... udah kelamaan cuti ..."

"Cuti? Bukankah cuti itu untuk sesuatu hal berbau pekerjaan?" Mira duduk di tepi ranjang, menatap pigura Air yang cantik bersama keluarganya. Sedikit heran juga penasaran saat melihatnya berbeda. "Ini Papa dan Mamamu?"

Air mengangguk, mengambilnya lalu memasukkannya ke dalam tas. Tidak ingin membuat Mira bertanya lebih lanjut, bisa bisa semuanya terbongkar.

Keluarga Maheswara memang bukan keluarg biasa, Ayahnya pemilik hotel dan termasuk trilioner dalam negeri bahkan masuk jajaran pebisnis asia. Meraka tinggal di luar negeri karena mengurusi bisnis internasional. Sejak kecil Air tinggal di luar, dan memutuskan tinggal di indonesia bersama sang kakak yang baru saja menikah hanya karena alasan yang tidak masuk akal. Yakni bosan dengan kehidupan luar negeri dan kekangan yang cukup ketat dari sang Ayah.

Air t terkikik saat mendengar celotehan Mira tentang kata cuti yang tidaklah cocok untuk pelajar seperti dirinya.

"Maksud Air bolos Bu ... jadi besok aku pergi sekolah."

"Apa Ommu memberi bekal uang cukup untuk bekal sekolah Nak? Ibu lihat Kamu terus membeli makanan tiap hari?" pertanyaan Ibu Bara yang heran karena Air kerap membeli makanan yang terbilang mahal.

"Gak apa apa Ibu. Biar ibu gak capek masak terus. Aku juga kan malu!" sahut Air. Padahal jelas jelas dia tidak terlalu suka dengan menu masakan yang terlanjur sederhana setiap hari.

Jangan ditanya dia punya uang dari mana, jelas dia pemilik black Card tanpa batas limit. Kedua orang tua yang sukses dan memberikan segala keperluan pribadinya. Air lega kartunya tidak di blokir, itu artinya Biru sang kakak belum mengatakan apa apa pada kedua orang tuanya mengenai hal ini. "Uangku cukup kok ... kalau kurang nanti aku bisa minta sama Om Bara!" ucapnya lagi dengan tertawa.

Mir mengangguk, hari harinya kini lebih berwarna semenjak ada Air, gadis itu periang juga manja. Keinginannya sejak dulu adalah memiliki anak perempuan. Tapi sayang, dua anaknya laki laki.

Suara kendaraan berhenti tepat di depan pekarangan rumah, Air yang sedang melahap Pizza Doble cheese yang baru saja ia pesan saat bebenah, padahal barangnya saja sedikit tapi ia sudah kelelahan sendirian.

"Siapa itu Bu?" katanya seraya melongo ke luar jendela. "Itu Om Bara ya?"

Ibu Mira mengangguk, "Pasti dia kemari karena besok harus bekerja ditempat baru."

"Oh..." Air hanya beroh ria dengan mulut penuh dan tidak berhenti mengunyah. "Besok ya ... Besok juga aku sekolah. Apa aku minta Om Bara nganterin aku sekalian ya Bu?"

"Ide bagus ... itung itung hemat ongkos transport," Tukas Mira.

"Tapi ..." gumamnya saat melihat Bara yang kini berjalan masuk.

Wajahnya segar dengan rambut setengah basahnya, pakaiannya rapi dan juga wangi. Membuat kedua matanya tidak berkedip untuk sekian detik. Tampan.

"Astaga ... Apa apaan ini?" Bara kaget saat melihat meja ruang tamu yang kini penuh setumpuk boks pizza.

"Kalau masuk itu salam Bar!"

Air cengengesan mendengar Mira mengomeli Bara. Sekalipun Bara mungkin tidak peduli kehadirannya, dia hanya menatap sang ibu yang terlihat tersenyum.

"Maaf Ibu, aku lupa ... karena ada yang berbeda dirumahnya, biasanya Ibu tidak pernah seberantakan ini sebelumnya!" terangnya dengan mengecup pipi sang Ibu.

"Hey ... Om bilang apa? Nyindir aku?"

Bara berdecih, menurunkan kaki Air yang berada diatas kursi, sudah pasti ia tahu jawabanya kenapa rumahnya sekarang berantakan. Tapi ia juga tidak bisa berbuat apa apa dengan kehadiran Air. Setidaknya rumah itu kini tidak lagi sepi.

Bara berjalan menuju kamarnya, meninggalkan ruang tamu dengan hati yang was was. Melihat hal itu Ibunya bangkit dan menyusulnya.

"Kamu jadi bekerja besok?" tanya nya saat Bara mulai mengeluarkan satu persatu seragam miliknya dari lemari, tidak lupa melirik barang barang Air yang kini mendominasi kamarnya.

"Iya Bu ... Aku sudah lulus tes sertifikasi, besok sudah mulai."

"Lalu Air? Apa temanmu sudah kembali?"

Tangan Bara kini diam sendirinya di pintu lemari, entah apa yang akan dia katakan. "Be___belum Bu!"

"Gak apa apa Bar ... Biar Air di sini saja, Ibu senang ada Air yang nemenin Ibu."

Bara terdiam, selama ini dia juga mencari tempat yang cocok untuk Air, tapi belum juga menemukannya, lebih tepatnya ia belum sempat mencari karena terlalu sibuk. Dia hanya akan membujuk Air pulang saja atau entahlah, itu akan di fikirkan nanti yang penting saat ini semua masih aman terkendali.

"Om ... Besok aku harus sekolah, tapi sekolahku lumayan jauh dari sini. Apa Om bisa sekalian anter jemput?!" tiba tiba Bara dikagetkan oleh bocah bernama Air yang kepala yang menyembul dibalik pintu.

"Apa kamu gak punya sopan santun hah? Nyelonong masuk begitu saja ke kamar."

Air hanya tersenyum, menghampiri wanita paruh baya hanya untuk minta perlindungan.

"Sudah Bar ... Tidak apa! Ayo antar dia peralatan sekolah yang kurang untuk besok."

"Yes!!" Air mengangguk, bersorak senang. Entah kenapa dia bisa sesenang itu. Sementara Bara menatap Air dengan wajah yang memendam kekesalan. Hidupnya kini tidak karuan, apalagi status yang tiba tiba dia peroleh. seorang suami.

"Apa kamu gak punya teman? Siapa gitu yang bisa nganterin kamu? Aku sibuk dan tepatnya aku tidak mau!" Bara tidak ingin terlena, walau bagaimanapun mereka hanya menikah karena kesalah fahaman. "Cuma nganterin ke sakolah doang ko! Ya ... ya ... Ya....:

Tanpa ingin menjawab, justru Bara melenggang keluar dari kamar, "Ibu ... aku pergi dulu ya!" pungkasnya lagi seraya mencium tangan sang ibu.

Melihat hal itu, Air buru buru menyusul Bara keluar dari kamar dan menahan lengannya.

"Om ... Om tunggu dong!"

"Sekali lagi kamu bilang Om! Ku sumpal mulutmu!"

Wajah Air mengerut, "Jadi aku harus panggil apa. Panggil suami? Sayang ... Honey atau..."

Hhmmm!

Bara membekap mulut kecil miliknya, menyuruhnya agar tidak keras keras bicara karena dia tidak ingin sang ibu mengetahui perihal dirinya.

"Kamu bisa diam tidak! Kalau sampai ibu tahu apa yang terjadi, aku tidak segan untuk membawamu dari sini dan menurunkanmu di jalan. Akan aku pastikan kamu menyesalinya!"

"Ih ... Jahat banget sama istrinya sendiri!" Air masih cengengesan, namun tidaklah lama karena raut wajah Bara sangat menakutkan dengan kedua mata tajamnya. "Iya ... Iya ... Aku gak akan ngomong lagi, silahkan pergi suamiku...." kali ini ucapannya sangat pelan.

****

"Air ... Kemana aja sih Lo! Bikin gue panik aja."

"Iya nih ... Tiga hari Lo gak masuk dan gak ada yang tahu kabar Lo!"

Janeta berjalan beriringan bersama Haikal, mereka berdua mengikuti Air dari belakang.

"Ponsel gue rusak, hidup gue berantakan dan gue gak tahu gimana nantinya!"

Haikal berjalan lebih cepat menyusul Air, dia menahan langkah kaki Air. Gadis yang dia sukai itu. "What ... kenapa Lo? Apa yang terjadi? Lo gak apa apa kan?"

"Lo lihat gue ada di sinikan hari ini?"

Haikal mengangguk,

"Itu artinya gue baik baik aja, gue cuma kabur dari rumah dan gue tinggal di___"

Ucapan Air terjeda begitu saja saat suara suara teriakan terdengar dari selasar gedung. Dia mendongakkan kepalanya dan melihat ke arah sana. Seorang pria berjas hitam dengan menenteng tas berjalan dengan tegap. Senyumannya kala itu sangat tipis namun sorak sorai beberapa siswa yang terlihat kagum padanya.

"Guru baru kita kan itu?" kata Jenita.

"Hmmm ... Gue gak tahu ada guru baru Jen!"

"Lah iya ... Lo gak masuk tiga hari, dan guru tampan itu baru masuk hari ini, pengumumannya udah dari kemarin kalau kita bakal punya guru baru lulusan luar negeri!"

Entah apa yang ada di kepala Air saat ini, yang jelas penjelasan tentang guru baru dari sahabatnya itu hanya masuk lubang telinganya saja tanpa bisa dia cerna dengan baik.

"Heh ... Malah bengong Lo! Kesemsem juga kan sama tuh guru baru?" Jenika menyenggol lengannya. "Ayo buruan, entar ada yang marah kalo Lo sampe naksir tuh guru." ucapnya lagi seraya menarik tangan Air dan membawanya masuk kedalam kelas.

Baru saja duduk, Air kembali bangkit dan bergegas keluar dari kelas. Dia ingin memastikan apa yang dia lihat sebelumnya.

"Gak mungkin ... Gak mungkin Dia jadi guru di sini!"

Srekkk!

Bruk!

Dalam hitungan detik saja, Air ditarik kesebuah pintu yang kini tertutup. Dia kaget bukan main dan nyaris berteriak kalau saja tidak langsung sadar siapa gerangan yang menarik tangannya.

"Om? Jadi benar Om yang____"

"Jangan sampai semua orang tahu masalah kita Air, sembunyikan apa yang terjadi dan rahasiakan. Anggap saja kita tidak saling mengenal!"

"Hah ... Maksudnya. Jadi Om beneran guru baru di sini?"

"Ya. Itu benar, jadi anggap kamu tidak kenal denganku dan aku juga akan seperti itu!"

Air mengernyit namun bibirnya yang tipis melengkung sedikit, serta kedua alisnya yang bergerak naik turun.

"Oh .. Aku tahu, Om malu kan punya istri secantik dan semuda aku?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status