Share

Istri Kecil Tuan Guru
Istri Kecil Tuan Guru
Penulis: Cottonbud

Bab.01 Tiba tiba tanggung jawab

"Sial ... Baterai lemah lagi! Mana bisa dipakai buat nelfon si Jeni!"

Seorang gadis melemparkan ponsel yang kini telah mati begitu saja hingga pecah berserakan.

"Percuma saja ponsel mahal tapi gak tahan lama tuh baterai! Emang sial udah hari ini ... Sial semuanya!"

Gadis itu terus menggerutu tidak jelas, hampir 30 menit dia terkunci di dalam sebuah toilet umum di sebuah perkampungan dimana Jenika. Sahabat barunya tinggal tidak jauh dari sana.

Tak berselang lama, suara sebuah mobil tiba tiba terdengar berhenti, Air menggedor pintu dengan keras, berharap siapapun yang berada di sana mengetahui jika dirinya berada di dalam toilet dengan kunci yang macet. Hingga pria itu bergegas menolongnya dan mengeluarkan Air yang melompat dan jatuh terjerembab mengenai tembok pembatas.

Air Sagara Maheswara. Seorang gadis yang masih berusia 16 tahun meringis kesakitan seraya memegangi kedua lututnya yang kini berdarah.

"Kamu tidak apa apa? Harusnya sabar, aku bisa membuat pintu itu terbuka tapi kamu malah melompat macam tupai!"

Gadis itu sontak berteriak saat pria didepannya membantunya untuk bangun.

"Aw ... Sakit! Pelan pelan dong Om!"

"Om? Enak saja kamu bicara, kamu fikir aku setua apa sampai kamu bilang aku ini Om! Luruskan kakimu ke atas." Pria didepannya itu mengikat lututnya dengan kain yang berasal dari lengan panjang miliknya yang dia sobekkan sedikit.

"Aw ... Sialan, Om sengaja kan! Jangan kenceng kenceng dong! Sakit tahu!"

"Ini juga pelan, tahan sedikit, ini sudah hampir selesai." Pria itu lantas berdecak, "Sekali lagi kamu panggil aku seperti itu, aku kunci lagi di dalam sana!" liriknya pada pintu toilet yang kini sudah terbuka.

"Selesai selesai ... Dari tadi jawabnya sedikit lagi sedikit lagi, ini udah sakit banget ... Perih tahu gak! Usapnya yang lembut dong! Malah ngancam lagi! Emang gak ikhlas nih nolong aku!" ucap Air memegangi satu lututnya sementara roknya sedikit tersibak.

Bara Aldair Wijaya. Pria 27 tahun tanpa sengaja melewati jalan diperkampungan itu karena menghindari kemacetan jalanan justru terlibat hal seperti ini. Ia berdecak berkali kali seraya mengikatkan kain batik pada lutut Air dengan sedikit kencang, lalu bergegas masuk ke dalam mobil untuk mengambil obat obatan ala kadarnya.

"Aku juga melakukannya dengan lembut, tahanlah sedikit lagi! Sudah untung aku menolongmu, sudah di tolong masih saja bertingkah! Kau bisa jalan kan ... dimana rumahmu? Apa kau tidak ada kerjaan sampai harus bermain seperti ini?"

Kedua mata Air terbelalak ke arah pria yang memberondongnya dengan banyak pertanyaan tidak jelas, pria yang tanpa sengaja lewat dan menolongnya keluar dari drama macetnya kunci toilet. Dengan mulut terkatup dan sedikit mencebik kesal ia berusaha bangkit namun otot otot kakinya seakan tidak berdaya dan limbung.

Beruntung Bara dengan sigap menangkapnya hingga Air tidak sempat terjatuh, ia memapahnya sampai masuk ke dalam mobil.

"Kalau tidak bisa itu ngomong! Menyusahkan saja...!" ucapnya seraya menutup pintu mobil, kemudian ia bergegas masuk ke pintu kemudi.

Mendengarnya saja sudah pasti membuat Air semakin kesal, tidak ada yang memperlalukannya seburuk itu selama ini, gadis yang tidak pernah sedikitpun dibentak dan selalu dimanja itu mendelik ke arahnya.

"Kalau tahu Om ...!" Air menjeda ucapannya setelah memanggilnya dengan panggilan yang sama, karena dia juga sedikit takut jika pria itu benar benar melakukan ancamannya tadi. "Kalau bukan kamu yang lewat, aku gak mau minta bantuanmu!" ucapnya kesal, dia melemparkan sobekan kain yang di pakai menutupi luka di lututnya. "Kamu pikir aku gak bisa keluar sendiri tadi?"

"Hey ... Kau!" sentak Bara, melihat pakaian yang dia korbankan kini dibuang keluar mobil.

"Apa... Mana ada hari gini pake begituan! Emangnya manusia purba!"

Tanpa mereka tahu, beberapa orang yang tinggal di perkampungan itu melihat ke arah mereka yang tengah ribut di dalam mobil, dan melihat kain dengan bercak darah kini teronggok ditanah.

Brak!

Seorang pria langsung bergegas membuka pintu mobil yang memang tidak tertutup rapat itu hingga membuat Air yang tengah mengangkat satu lututnya terperangah, sedangkan seorang pria yang tengah memegangi lutut sang gadis juga menoleh ke arah belakang dan melihat kearah yang sama. Dua orang pria berdiri di depannya dengan dua manik tajam dan menyeramkan.

"Hey ... Kalian sedang apa di kampung kami ini?"

"Perbuatan tidak senonoh! Kita bawa mereka ke kantor kepala desa!"

"Kami tidak melakukan apa apa, aku hanya menolongnya saja. Dia ... Dia terkunci di toilet sana!" Jawab Bara yang tergagap gagap sementara gadis didepannya tidak mampu menjawab apa apa saking kagetnya.

"Halah ... Alasan saja, jelas jelas toilet itu tidak bisa di gunakan. Itu toilet rusak ... Untuk apa kalian di sana kalau bukan melakukan hal kotor!" pungkas pria paruh baya yang terlihat marah.

Obat antiseptik yang baru saja dipegang jatuh begitu saja saat pria itu diseret keluar dari mobil dengan paksa. Bara shock bukan main.

"Aku bisa jelaskan ... Aku bisa jelaskan!"

Seorang pria menarik kerah baju Bara, mendudukkannya dengan kedua lutut yang bertumpu, dan kedua tangan yang dia angkat keatas bak seorang penjahat begitu juga pria yang lain yang menarik Air dari dalam mobil.

"Ahh ... Sakit!" ringis Air menahan sakit di kedua lututnya.

"Apa yang dia lakukan padamu Nona? Apa dia memaksamu, apa dia melakukan hal itu padamu?" tuduh pria paruh baya dengan telunjuk menunjuk Bara dengan pandangan tajam.

"Dia ... Dia....!" Air sendiri kebingungan, dia tidak bisa berfikir dengan jernih saking kaget dan bingungnya. Suasana mencekam hanya dengan melihat kemarahan beberapa orang yang semakin berdatangan.

"Ada apa ... Ada apa?"

Orang orang mulai berdatangan.

"Hey ... Jelaskan pada mereka aku tidak melakukan apa apa padamu! Aku hanya menolongmu tadi bukan?" Bara berteriak pada Air yang tengah shock.

Sampai keduanya di bawa kesebuah tempat dan langsung diserbu dengan segala banyak pertanyaan. Bukan hanya itu saja, terdengar cercaan dari mulut mulut orang orang yang semakin banyak bermunculan dengan cepat.

'Kita telanjangi dan arak mereka!'

'Ini sebuah petaka buat kampung ini, mereka melakukannya di sini!'

Bara tentu saja mengelak dengan sekuat tenaga dan menjelaskan apa yang terjadi. Namun tidak ada yang mendengarkan penjelasan mereka satu pun, orang orang itu sibuk dengan pemikirannya masing-masing dan tidak memberikan waktu bagi keduanya untuk menjelaskan apa yang terjadi.

'Kita panggil kepala desa dan kita harus menikahkan mereka sekarang juga! Aku tidak mau kampung kita ini terkena sial karena ulah mereka!"

Bara tentu saja terperanjat kaget saat mendengar suara riuh orang orang yang bersikap tegas terhadap sesuatu tanpa kejelasan yang pasti.

"Apa ... Menikah!!!"

Bruk!

Tiba tiba Air tersungkur tidak sadarkan diri, dia mungkin shock setengah mati atas apa yang terjadi, kejadian yang tidak dapat dia duga sebelumnya dan mendengar suara suara sumbang yang tidak tahu kejadian yang sebenarnya. Namun dia sendiri tidak mampu menjelaskan apa apa, bahkan hanya untuk mengeluarkan suaranya saja.

Lima belas menit berlalu, Air pun sadarkan diri. Tempat yang terlihat seperti sebuah aula itu kini semakin penuh saja. Wajah orang orang yang marah dan yang tidak dia kenal satu pun.

"Kak Biru? Kak....? Aku mau kakakku kesini!"

"Penghulu dan petugas keamanan sudah datang, kita akan menikahkan mereka malam ini juga!" terang seorang pria yang terlihat seperti ketua desa pada warganya. Terdengar riuh sorak dan tepuk tangan puas dari mereka.

"Tidak!" Bara yang sejak tadi duduk kini bangkit, menatap pada Air yang menangis tersedu sedu di pelukan seorang ibu ibu yang terus berusaha menenangkannya. "Kami tidak melakukan apa yang kalian tuduhkan, tidak ada bukti aku melakukan hal yang senonoh padanya!" sambungnya dengan kembali menceritakan hal yang sebenarnya.

Namun panjang lebar kejadian ia ceritakan, tidak ada satupun yang dipercayainya. Ia mengguncang bahu Air yang masih shock dengan kedua mata sembabnya. "Heh ... Bicaralah, jangan hanya diam saja! Katakan kalau aku tidak melakukan apa yang dituduhkan!"

Namun Air justru semakin menangis tersedu sedu.

"Halah ... Masih saja mengelak, sudah jelas jelas kalian melakukan hal yang bukan bukan dan lepas dari adanya paksaan dan tidak. Kau harus bertanggung jawab. Karena desa kami ini sangat keras dalam hal seperti itu!"

"Dengarkan aku Pak ... Sumpah demi apapun aku tidak melakukan apa-apa padanya. Aku hanya menolongnya saja!" Bara kembali menghampiri pria yang sejak tadi bicara.

Bugh!

Bugh!

Dua pukulan mendarat di wajah Bara, hingga pria berperawakan tinggi itu tersungkur dan orang orang kembali mendudukkannya paksa. Kepala desa yang sejak tadi duduk kini beranjak bangkit dengan wajah merah padam.

"Tanggung jawabkan perbuatanmu malam ini Atau kami arak telanjang keliling kampung!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status