Share

Bab.03 Ikut Om aja

"Kak Biru gak perlu ngurus aku lagi. Aku akan pergi dan aku gak akan pulang!" sentak Air marah, dengan tangan melingkar dilengan Bara.

"Oh ... Silahkan kalau kau bisa hidup sendirian Air, kau ini sudah sulit di atur. Pantas saja kau mau dengan pria macam dia!" tukas Biru kehilangan kendali.

Air menatapnya nanar, wajahnya sendu menatap kakak satu satunya itu dengan ucapan tajamnya. Dia merasa bukan seperti kakaknya lagi.

Sampai Biru akhirnya melangkahkan kedua kakinya keluar dari sana dengan penuh emosi, dia meninggalkan Air dan juga Dara sang istri yang merasa saatnya ia ikut terlibat langsung. Wanita pemilik mata teduh itu mendekati Air dan menenangkannya. Berharap dapat membujuk adik iparnya itu untuk ikut dengan mereka.

"Air ... gak usah dengarkan kakakmu. Dia hanya emosi sesaat saja. Kak Dara akan bicara nanti dan dia pasti akan mendengarkan penjelasanmu yang sebenarnya karena Kakak yakin kamu gak akan berbuat kayak gini."

Air tidak bergeming, namun sorot matanya terlihat sedih dan juga kecewa yang teramat dalam. "Ayo Air ... Kita bisa bicarakan semuanya di rumah. Hmmm?"

"Dara!"

Teriakan Biru dari luar membuat Dara tersentak, ia tahu bagaimana suaminya jika tengah marah. Tapi semua tidak bisa diselesaikan hanya dengan kemarahan bukan.

"Dara!"

Dara kembali menoleh pada Air setelah mendengar teriakan untuk kedua kalinya dari Biru.

"Kak Dara pergi aja..., Air emang gak akan pulang. Air gak butuh kak Biru lagi! Gitu juga Kak Biru yang emang gak percaya sama Air." Air tidak kuasa menahan lagi air matanya, namun sekuat tenaga dia menyusutnya. Dara akhirnya hanya bisa menghela nafas, dia tidak bisa berbuat banyak pada adik kakak yang sama sama keras kepalanya.

"Kak Dara percaya padamu Air. Jadi kita harus pergi! Kita bicara baik baik ya ... Kak Biru hanya meluapkan emosinya sesaatnya saja. Kak Dara akan bicara padanya nanti."

Air menggelengkan kepalanya dengan air mata yang menggenang di pelupuk mata saat kata kata penenang itu tidak mempan untuknya. Ia kecewa pada Biru, alih alih percaya padanya, justru pria yang jadi tumpuan hidupnya di indonesia sama seperti warga yang menuduhnya berbuat hal yang tidak senonoh.

"Ayo Air!" bujuk Dara, masoh berharap keduanya bisa menyelesaikan masalah ini dengan kepa dingin.

Namun Air justru beringsut mendekat pada Bara, dia tidak punya pilihan selain mengikuti alur kehidupan yang membuatnya porak poranda. "Aku gak mau! Aku mau ikut dia."

"Hentikan! Aku tidak mau terlibat makin jauh lagi denganmu!" Bara menepis tangan Air dengan cepat, walau kedua kakinya terasa lemas karena terus dihajar sejak tadi tapi dia tidak ingin kembali mendapatkan masalah hanya karena gadis kecil di depannya.

Air menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan, keputus asaan dan rasa kecewanya yang mendalam justru membuat Bara merasa bersalah dan juga kasihan.

"Pulanglah bersama kakakmu!" suara Bara melunak dengan sendirinya,

"Dunia ini terlalu kejam untuk kita Om, semua orang gak percaya padamu apalagi aku. Apa Om fikir aku mau pulang dengan orang yang bahkan gak percaya sama sekali?" desisnya dengan sesekali menyusut matanya yang masih basah, dan Bara hanya terperangah saja mendengarnya.

"Kak Dara pulang aja, nanti kak Biru makin marah kalau kak Dara masih di sini!" ucapnya pada Dara dengan menatap ke arah lain.

Entah keseberapa kalinya Dara menghela nafas kemudian membalikkan tubuhnya setelah gagal membujuknya.

Air menghembuskan nafasnya yang semakin sesak terasa, kedua matanya menatap sendu Biru dan Dara yang berjalan masuk kedalam mobil. Bukan lagi rasa marah dan kecewa karena tidak ada kepercayaan yang didapatkannya. Kesedihan dan juga rasa yang sulit dia ungkapkan.

"Ayo pergi!" ajaknya pada Bara.

Bara berdecak penuh frustasi, dia bisa melihat seperti apa gadis yang dia nikahi secara paksa itu. Melihat gadis itu masuk begitu saja ke dalam mobil miliknya tanpa ada rasa penyesalan bahkan rasa bersalah sedikitpun, namun entah kenapa ada perasaan iba akan gadis kecil itu hingga Bara menurut begitu saja tanpa protes dan segera menyusulnya.

"Ini benar benar gila!" ucap Bara saat menghempaskan punggungnya di belakang kemudi.

"Sudahlah. Terima saja takdir yang gak adil ini Om!" timpal Air dengan pandangan lurus ke depan, menatap mobil kakaknya yang melaju semakin jauh.

"Om am om ...! Dasar kamu ini! Kamu fikir hidup sesederhana ini? Aku hampir mati ditangan kakakmu dan hampir di telanjangi warga hanya karena menolongmu!" Bara menghempaskan kepalanya di jok mobil seraya memperlihatkan luka luka diwajahnya. Menyesal kemudian karena pilihannya sendiri. "Kalau saja aku tahu akan berakhir seperti ini, aku tidak akan mau menolongmu bahkan melewati jalanan ini!" lanjutnya lagi dengan dengusan kasar.

Air mencebikkan bibirnya, "Sama ... Aku juga gak akan kesini kalau tahu bakal kayak gini! Mending puter jalan sepuluh kali juga gak apa apa!"

***

Mobil melaju dengan kecepatan tinggi, seiring waktu yang terasa bergerak cepat bagi keduanya, tidak ada angin dan tidak ada hujan. Dua orang yang tidak saling mengenal kini adalah sepasang suami istri.

Keheningan terasa kental di dalam kendaraan roda empat itu. Keduanya sama sama terdiam dan larut dalam fikirannya masing masing.

"Sial ... Aku tidak mungkin pulang seperti ini! Kamu punya teman atau saudara? Aku akan mengantarkanmu kesana!"

Tiba tiba saja suara Bara mengagetkan Air, fikirannya berkecambuk hingga baru sadar akan kemana tujuannya setelah ini.

"Gak ada! Gak punya teman apalagi saudara! Dan kalau pun ada, aku gak mau pulang. Aku ikut sama Om aja!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status