"Sudah aku bilang jangan memanggilku dengan sebutan itu!"
"Ya itu karena umur kita udah pasti beda jauh, memangnya mau disebut apa?" Air memejamkan kedua matanya.Bara mendengus, menatapnya sekilas lalu membuang wajah kearah lain. Kesal, marah, dan sudah pasti kaget bercampur jadi satu. Tapi lagi lagi rasa iba yang mengungguli semuanya."Astaga ... Bagaimana kalau orang orang tahu, atau berita ini menjadi viral. Mau ku taruh dimana wajahku ini! Arrrghh ...! Ini semua gara gara Kamu!"Air sudah tidak peduli lagi dengan semua perkataan Bara yang menyudutkan dan menyalahkan dirinya atas semua yang telah terjadi. Dia hanya diam saja memperhatikan ruas jalan dengan fikiran yang melanglang buana kemana mana. Sementara Bara harus memutar otaknya, kemana ia akan membawa Air. Sampai akhirnya ia memutuskan membawanya ketempat yang dirasa paling aman untuk sementara waktu.Mobil berhenti tepat di depan sebuah rumah yang terlihat asri, nuansa warna putih mendominasi dinding dan tamanan yang hijau dan tentunya terawat dengan baik. Air menatap rumah sederhana itu dengan tatapan tidak percaya."Ini rumah Om? Kecil banget,"Bara berdecak, seraya membuka pintu mobil dan keluar. " Kamu fikir? Turun ... atau terserahlah!"Air bak seekor anak itik yang mengikuti induknya, dia turun setelah Bara berjalan memasuki halaman, ada pintu pagar setinggi lututnya, pria itu membukanya kasar hingga terdengar deritan kayu. Entah apa yang ada difikirannya saat ini, yang pasti ia tengah mencari alasan yang paling masuk akal untuk berbohong."Bara? Tumben sekali kamu pulang di hari kerja?"Suara wanita dari balik pagar mengagetkan keduanya. Wanita yang memegang selang penyiram tanaman justru keluar dari samping rumah yang langsung dia lemparkan begitu saja saat melihat wajah anak sulungnya babak belur."Astaga ... apa yang terjadi Nak?" serunya dengan berhambur menghampiri Bara dan menelengkup wajah Bara. "Kenapa wajahmu ini?""Arrrghh ...! Sakit Bu!""Siapa yang melakukan hal sejahat ini? Kita ke dokter ... Tidak ... tidak ....kita ke kantor polisi!""Bu ... Aku tidak apa apa! Ini hanya luka kecil saja.""Astaga ... Kau ini, bagaimana ini terjadi?" Tanya ibunya lagi, dia belum sadar jika disamping Bara ada seorang gadis yang tersenyum kecil."Halo ibu mer___" sela Air yang langsung mengatupkan bibirnya saat melihat tatapan tajam Bara.Barulah Ibu paruh baya itu sadar ada seseorang diantara mereka. Dia menatapnya lekat lekat dengan tangan yang masih menempel diwajah anaknya."Kamu siapa Nak? Bara ... Apa yang terjadi ... siapa dia?"Bara terdiam, dia baru saja sadar jika dia belum menemukan alasan yang pas akan siapa dan kenapa membawa Air pulang kerumah ibunya."Dia ... Dia ....!""Aku Air ...!" tiba tiba Air mengulurkan tangannya padanya. "Aku ... Aku?"Tapi dia juga tidak bisa meneruskan ucapannya."Dia keponakan temanku Bu. Dia dititipkan padaku selama temanku itu pelatihan di luar negeri." kata Bara dengan cepat, seakan takut Air mengatakan hal yang tidak tidak."Hah?"Bukan hanya sang ibu yang kaget mendengarnya, Air pun tersenyum kecut dengan mimik wajah kaget karena pengakuan Bara yang diluar dugaan. Alih alih mengatakan hal sebenarnya dan berharap satu orang yang percaya, Bara justru berbohong pada ibunya sendiri."Jadi aku membawanya kemari untuk tinggal sama ibu. Aku tidak mungkin kan membawanya pulang ke tempatku Bu?" jelasnya lagi dengan menarik tangan sang ibu dan membawanya masuk.Ibunya tentu saja mengangguk anggukan kepalanya seraya berjalan, begitu juga Air yang otomatis ikut masuk di belakangnya. "Ya tentu saja Bara. Masa iya kamu mau tinggal berduaan, apa kata orang orang nanti. Nanti dikira macam macam lagi. Ya sudah ayo masuk Nak. Siapa namamu? Kau juga luka luka. Apa kalian habis di grebek warga? kenapa sampai luka luka begini?" tanyanya dengan menoleh ke belakang.Langkah Air berhenti, tepat pada saat Bara pun berhenti dan membuat sang Ibu menabrak punggungnya. Dengan meringis kecil ia melirik pada Bara yang kini melotot padanya."Enggak kok Bu ... masa iya di grebek warga. Tadi ada sedikit insiden dijalan. Ada babi hutan nyeruduk!""Ya ampun ... Babi hutan? Sejak kapan di Jakarta ada babi hutan Bar?"Air mengangguk geli, bagaimana dia bisa ikut ikutan berbohong. Sementara Bara berdecak pelan dengan alasan paling tidak masuk akal itu. Lalu kembali berjalan masuk tanpa ingin menjelaskan apa apa lagi."Ah iya ... Air ... Ah namanya lucu ... Ya sudah, kamu tinggal di sini sampai pamanmu kembali. Ayo Bara, duduk sini, ibu ambil dulu obat obatan di dalam." Wanita paruh baya itu melangkahkan kakinya masuk seraya terus bicara sendiri "Bagaimana ada babi hutan di jalan yang ramai. apa mereka kabur dari kebun raya? Apa dikebun raya ada babi hutan Ya?"Bara melirik Air begitupun keduanya. "Untuk sementara waktu kamu tinggal di sini, jangan berbuat ulah apalagi mengatakan hal tidak masuk akal pada Ibuku!""Gak masuk akal gimana? Emangnya di sini gak ada babi hutan?""Kau fikir disini ada?" Tatapan Bara menyorot, sedikit heran dengan otak sang gadis. "Kau faham yang aku katakan tadi Air?"Air mengangguk, "Ya ... Aku sekarang ngerti, disini gak ada babi hutan. Kenapa sih orang dewasa banyak bohongnya! Aku kan jadi ikut ikutan bohong juga!""Kau!""Terus Om sendiri tinggal di mana?""Kamu tidak perlu tahu, yang jelas aku tidak tinggal bersamamu di sini!"Hari hari terus berlalu, Air terpaksa harus tinggal di rumah kedua orang tua Bara yang sangat sederhana, semua fasilitas yang dia miliki di rumah Biru kini tidak bisa dia dapatkan lagi, makanan sederhana yang kerap Air paksakan masuk ke dalam mulut hanya untuk mengganjal perutnya saja. Namun Air tidak lah kehilangan akal bulusnya, dia kerap membeli online makanan yang dia sukai sekalipun ibunya Bara bersikap baik dengan memasak setiap hari.Sementara Bara tidak pernah lagi terlihat batang hidungnya setelah hampir seminggu ia tinggal disana. Menurut keterangan sang Ibu, Bara memang memiliki apartemen sederhana yang letaknya lebih dekat dengan tempatnya bekerja. Dan hal itu bagus, Air jadi tidak perlu bersusah payah mencari cari alasan ataupun kembali berdebat dengan Bara. Ia bisa hidup dengan damai dan layaknya hidupnya sebelum kejadian ini terjadi, walaupun sulit baginya untuk beradaptasi dengan keadaan yang jauh berbeda dari sebelumnya.Tidak ada barang barang mewah seperti dirumahny
Dibalik senyumannya, ada sesuatu yang sulit dia rasakan apa itu. Detak jantungnya lebih cepat dari biasanya, aroma maskulin yang tiba tiba menyeruak masuk ke dalam indera pendengar miliknya, entah karena iris mata yang kini menyoroti dengan tajam ataukah jarak mereka yang terlampau dekat saat ini, yang pasti Air merasakan sesuatu yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. "Bukan saatnya untuk bercanda Air!" Cicitan kecil namun penuh penekanan itu membuatnya tersadar, gadis berusia 16 tahun itu menepiskan tangan Bara yang mencapit lengannya."Iya ... iya ... aku tahu! Udah sana pergi, nanti malah ada yang lihat Om disini." tukasnya dengan melangkah maju, "Masa iya digrebek dua kali! Ih ... serem." cicitnya lagi seraya bergidik.Bara mendengus kasar, entah berapa kali Bara melarangnya menyebutnya Om, jelas dia bukan pria matang maupun tua sekali. "Ih ... Sakit tahu Om!" Pekik Air yang tersentak kaget saat Bara mencengkram lengannya kembali hingga tubuhnya kembali menghadap ke arahnya
Hari hari terus berlalu, tidak ada perubahan yang terjadi di hidup Air sebenarnya, sang kakak tidak juga menyusulnya sampai hari ini, kartu tanpa limit miliknya pun bisa digunakan dengan lancar, kemungkinan besar kedua orang tuanya masih belum tahu apa apa itu membuat Air tenang. Hanya Bara yang membuatnya merasa hidupnya terus terusik, bukan hanya di kelas tapi juga disegala kegiatan di luar sekolah yang menurutnya menyebalkan."Kenapa sih harus minta tugas kayak gini. Aku bolos tuh ada alesannya kali?" ketus Air saat lagi lagi harus memeriksakan tugas sekolah pada Bara dijam terakhir sebagai sangsi atas kebolosannya.Bara menyunggingkan bibir dengan tatapan yang tidak teralihkan pada semua jawaban di buku miliknya, tidak berniat menatap Air."Ayo cepatan. Bukannya gak mau ada orang yang curiga sama kita. Inget kan, jangan cari masalah?"Bara masih tidak menjawab, dia mencontreng satu persatu jawaban yang salah, entah sengaja dilakukan, yang pasti dia senang karena bisa membuat Air
"Apa kamu tidak bisa menjaga dirimu sendiri dan membiarkan Haikal menyentuhmu seenaknya Air?" sentak Bara tiba tiba pada saat Air baru saja membuka pintu kantor.Baru juga melangkah masuk, ia dikagetkannya sampai tercengang. "Apa kamu tidak bisa menjaga kehormatanmu sendiri. Kamu itu masih kecil tapi sikapmu itu lebih buruk dari pada seorang pelacur Air!" sentaknya lagi.Gadis itu hampir tercekat salivanya sendiri, bagaimana bisa ada orang yang mengatainya seburuk itu. Bahkan hampir tidak percaya jika penilaian itu berasal dari Bara."Kenapa pak guru marah? Apa ada yang salah sama aku dan Haikal? Apa pelacur yang Bapak katakan itu sifatnya kayak aku? Apa aku tukang sosor? Apa aku ngelakuin hal senonoh di tempat umum?" Air berdecih, dengan cepat membuka pintu dan keluar.Namun dengan cepat Bara menahan pintu hingga dia tidak bisa keluar dari sana."Aku belum selesai bicara Air!""Bicara apa? Ini bukan pembicaraan, ini cuma penghinaan dan aku gak terima. Om fikir aku ini apa? Gak bisa n
Bara melajukan mobilnya dengan kencang, bahkan ia tidak menunggu Air memakai seatbelt. Sampai gadis remaja 16 tahun itu duduk ketakutan, melihat hal itu membuat Bara berdecih, ancaman seorang gadis kecil sepertinya tidak mempan untuknya, Air tidak mungkin melakukan salah satunya. Nyatanya Air seorang gadis kecil yang penakut. Gadis itu hanya menggertaknya saja. "Kenapa. Kamu tidak punya keberanian melakukannya? Mau aku bantu?" katanya menohok."Gila ... kamu gila Om! Berhenti, aku gak mau ikut, aku mau turun!""Oh jadi kamu mau bunuh diri dengan cara melompat dari mobil?" Bara menarik tuas persneling lalu menginjak pedal gas sampai kecepatannya berada di batas maksimal. Air dengan cepat memasang seat belt ditubuhnya, ia ketakutan luar biasa, beberapa kali merubah posisi duduknya karena merasa tidak nyaman. "Kenapa. Kamu takut?" Bara berseringai kecil, melihat Air beberapa kali memejamkan matanya dengan bibir yang dia katupkan."Sebenernya Om mau apa?" lirihnya dengan kedua tangan y
"Jangan lakukan itu Om...!" lirihnya dengan terus mendorong tubuh Bara sekuat tenaga.Namun Bara tidak mau mendengarkan, pria itu sibuk meneliti wajah Air yang semakin diperhatikan semakin cantik. Dadanya bergemuruh hebat, mengingat gadis kecil yang kembali ketakutan itu adalah istrinya yang sah. Jadi, harusnya tidak akan ada masalah jika dia melakukan sesuatu dengannya bukan?"Om!" Panggil Air dengan takut. "Jangan Om, aku ... aku minta maaf!" Bara tersenyum kecil, menatap bibir ranum tanpa pewarna itu, sangat natural tapi begitu terlihat manis. Sebagai seorang pria dewasa hal itu membuat hasratnya menyeruak tiba-tiba."Please, Om!" ucapnya dengan menggelengkan kepalanya. "Jangan ...!"Air memejamkan kedua maniknya, saat wajah Bara semakin mendekat. Saking dekatnya, hembusan nafasnya terasa begitu panas menerpa wajahnya. Gadis itu semakin ketakutan kalau kalau Bara kehilangan akalnya dan melakukan sesuatu yang buruk padanya. "Aku ... aku gak siap! Om gak bisa perlakuin istri Om kay
Keduanya kembali masuk ke dalam gedung apartemen, walaupun Air berjalan dengan ragu- ragu tapi ia tidak punya pilihan lain. Gadis itu terus mengikuti dari belakang seraya mencari cara agar Bara tidak memiliki kesempatan menciumnya seperti tadi. Bayangan Bara dengan gadis bernama Seila terus menari nari di benaknya."Hiih. Enak banget jadi dia, dua bibir di sosornya dalam sehari ini," gumamnya bergidik dengan terus memukul udara tepat dibelakang kepala Bara.Sementara pria tinggi didepannya berjalan dengan begitu santai, bahkan kedua tangannya ia masukkan kedalam saku celana, dan sesekali melirik ke arah belakang guna memastikan Air tetap ada, sudut bibirnya terangkat tipis saat melihat gadis itu akhirnya menurutinya sekarang, ya walaupun harus dengan sedikit drama."Baiklah. Hm ... kamarmu....?" kata Bara saat mereka masuk, pria itu hampir lupa jika apartemennya hanya memiliki satu kamar saja."Terus ini apa?" Air melangkah menuju sebuah pintu dan langsung membuka pintu berwarna coklat
Seila mencebikan bibir saat Bara melepaskan tangannya begitu saja, sebagai gantinya wanita berambut panjang itu menarik tangan Bara ke arah lorong."Jangan pernah melarangku menemuimu dimanapun aku mau, sayang." ucapnya dengan mengalungkan kedua tangan dilehernya."Seila!" Bara tersentak, dia langsung melepaskannya dengan melihat ke berbagai arah karena takut ada yang melihatnya."Kenapa sih?""Lebih baik kau pulang, kita bertemu nanti malam!" Bara melangkah pergi, meninggalkan Seila begitu saja. "Bar ... Bara ...!" Teriak Seila, namun Bara tidak menggubrisnya. Pria itu terus berjalan menjauh.Namun langkahnya terhenti saat mendengarsuara cekikikan yang berasal dari salah satu kelas yang seharusnya sudah kosong itu. Kedua matanya terbeliak saat melihat Air ada didalam sana. Pintu kelas tiba-tiba dia buka, gadis itu tengah asyik bercanda bersama Haikal."Apa yang kalian lakukan di sini?" Kedua murid kelas 8 itu serentak menoleh, tawa Air yang renyah pun tiba-tiba berhenti."Kami hany