Share

Bab.04 Ikut ikutan berbohong

"Sudah aku bilang jangan memanggilku dengan sebutan itu!"

"Ya itu karena umur kita udah pasti beda jauh, memangnya mau disebut apa?" Air memejamkan kedua matanya.

Bara mendengus, menatapnya sekilas lalu membuang wajah kearah lain. Kesal, marah, dan sudah pasti kaget bercampur jadi satu. Tapi lagi lagi rasa iba yang mengungguli semuanya.

"Astaga ... Bagaimana kalau orang orang tahu, atau berita ini menjadi viral. Mau ku taruh dimana wajahku ini! Arrrghh ...! Ini semua gara gara Kamu!"

Air sudah tidak peduli lagi dengan semua perkataan Bara yang menyudutkan dan menyalahkan dirinya atas semua yang telah terjadi. Dia hanya diam saja memperhatikan ruas jalan dengan fikiran yang melanglang buana kemana mana. Sementara Bara harus memutar otaknya, kemana ia akan membawa Air. Sampai akhirnya ia memutuskan membawanya ketempat yang dirasa paling aman untuk sementara waktu.

Mobil berhenti tepat di depan sebuah rumah yang terlihat asri, nuansa warna putih mendominasi dinding dan tamanan yang hijau dan tentunya terawat dengan baik. Air menatap rumah sederhana itu dengan tatapan tidak percaya.

"Ini rumah Om? Kecil banget,"

Bara berdecak, seraya membuka pintu mobil dan keluar. " Kamu fikir? Turun ... atau terserahlah!"

Air bak seekor anak itik yang mengikuti induknya, dia turun setelah Bara berjalan memasuki halaman, ada pintu pagar setinggi lututnya, pria itu membukanya kasar hingga terdengar deritan kayu. Entah apa yang ada difikirannya saat ini, yang pasti ia tengah mencari alasan yang paling masuk akal untuk berbohong.

"Bara? Tumben sekali kamu pulang di hari kerja?"

Suara wanita dari balik pagar mengagetkan keduanya. Wanita yang memegang selang penyiram tanaman justru keluar dari samping rumah yang langsung dia lemparkan begitu saja saat melihat wajah anak sulungnya babak belur.

"Astaga ... apa yang terjadi Nak?" serunya dengan berhambur menghampiri Bara dan menelengkup wajah Bara. "Kenapa wajahmu ini?"

"Arrrghh ...! Sakit Bu!"

"Siapa yang melakukan hal sejahat ini? Kita ke dokter ... Tidak ... tidak ....kita ke kantor polisi!"

"Bu ... Aku tidak apa apa! Ini hanya luka kecil saja."

"Astaga ... Kau ini, bagaimana ini terjadi?" Tanya ibunya lagi, dia belum sadar jika disamping Bara ada seorang gadis yang tersenyum kecil.

"Halo ibu mer___" sela Air yang langsung mengatupkan bibirnya saat melihat tatapan tajam Bara.

Barulah Ibu paruh baya itu sadar ada seseorang diantara mereka. Dia menatapnya lekat lekat dengan tangan yang masih menempel diwajah anaknya.

"Kamu siapa Nak? Bara ... Apa yang terjadi ... siapa dia?"

Bara terdiam, dia baru saja sadar jika dia belum menemukan alasan yang pas akan siapa dan kenapa membawa Air pulang kerumah ibunya.

"Dia ... Dia ....!"

"Aku Air ...!" tiba tiba Air mengulurkan tangannya padanya. "Aku ... Aku?"

Tapi dia juga tidak bisa meneruskan ucapannya.

"Dia keponakan temanku Bu. Dia dititipkan padaku selama temanku itu pelatihan di luar negeri." kata Bara dengan cepat, seakan takut Air mengatakan hal yang tidak tidak.

"Hah?"

Bukan hanya sang ibu yang kaget mendengarnya, Air pun tersenyum kecut dengan mimik wajah kaget karena pengakuan Bara yang diluar dugaan. Alih alih mengatakan hal sebenarnya dan berharap satu orang yang percaya, Bara justru berbohong pada ibunya sendiri.

"Jadi aku membawanya kemari untuk tinggal sama ibu. Aku tidak mungkin kan membawanya pulang ke tempatku Bu?" jelasnya lagi dengan menarik tangan sang ibu dan membawanya masuk.

Ibunya tentu saja mengangguk anggukan kepalanya seraya berjalan, begitu juga Air yang otomatis ikut masuk di belakangnya.

"Ya tentu saja Bara. Masa iya kamu mau tinggal berduaan, apa kata orang orang nanti. Nanti dikira macam macam lagi. Ya sudah ayo masuk Nak. Siapa namamu? Kau juga luka luka. Apa kalian habis di grebek warga? kenapa sampai luka luka begini?" tanyanya dengan menoleh ke belakang.

Langkah Air berhenti, tepat pada saat Bara pun berhenti dan membuat sang Ibu menabrak punggungnya. Dengan meringis kecil ia melirik pada Bara yang kini melotot padanya.

"Enggak kok Bu ... masa iya di grebek warga. Tadi ada sedikit insiden dijalan. Ada babi hutan nyeruduk!"

"Ya ampun ... Babi hutan? Sejak kapan di Jakarta ada babi hutan Bar?"

Air mengangguk geli, bagaimana dia bisa ikut ikutan berbohong. Sementara Bara berdecak pelan dengan alasan paling tidak masuk akal itu. Lalu kembali berjalan masuk tanpa ingin menjelaskan apa apa lagi.

"Ah iya ... Air ... Ah namanya lucu ... Ya sudah, kamu tinggal di sini sampai pamanmu kembali. Ayo Bara, duduk sini, ibu ambil dulu obat obatan di dalam." Wanita paruh baya itu melangkahkan kakinya masuk seraya terus bicara sendiri "Bagaimana ada babi hutan di jalan yang ramai. apa mereka kabur dari kebun raya? Apa dikebun raya ada babi hutan Ya?"

Bara melirik Air begitupun keduanya. "Untuk sementara waktu kamu tinggal di sini, jangan berbuat ulah apalagi mengatakan hal tidak masuk akal pada Ibuku!"

"Gak masuk akal gimana? Emangnya di sini gak ada babi hutan?"

"Kau fikir disini ada?" Tatapan Bara menyorot, sedikit heran dengan otak sang gadis. "Kau faham yang aku katakan tadi Air?"

Air mengangguk, "Ya ... Aku sekarang ngerti, disini gak ada babi hutan. Kenapa sih orang dewasa banyak bohongnya! Aku kan jadi ikut ikutan bohong juga!"

"Kau!"

"Terus Om sendiri tinggal di mana?"

"Kamu tidak perlu tahu, yang jelas aku tidak tinggal bersamamu di sini!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status