Share

Aileen Sakit

Entah karena terlalu lelah atau mungkin belum terbiasa terpapar AC, Aileen yang sering merasa tidak enak badan sejak tinggal di rumah Arsen kini mulai tidak bisa bangkit dari tempat tidur. Seluruh tubuhnya terasa remuk redam, badannya terasa panas namun perempuan itu menggigil kedinginan.

Ayres yang menyadari sang Bibi tidak kunjung keluar kamar dan menyiapkannya sarapan seperti biasa, tentu saja mencari Aileen ke kamarnya. Lalu, begitu melihat Aileen masih berbaring di ranjangnya dengan gulungan selimut tebal, bocah sipit itu segera naik ke atas kasur.

"Bibi kenapa? Sakit? Mau disuntik Dokter? Aku kira orang hebat enggak butuh obat," gumam Ayres sambil mengguncang-guncangkan bahu Aileen.

Perempuan itu kontan membuka mata. Manik cokelat madunya yang terlihat berair menatap Ayres sayu.

"Bibi lagi enggak hebat, makanya sakit. Kamu minta Bi Rindi siapin sarapan dulu, ya?" pinta Aileen yang diangguki bocah yang biasanya keras kepala itu patuh.

"Bentar, ya?" ucap Ayres sebelum kemudian melompat turun dari kasur dan berlari keluar kamar.

Aileen hendak protes. Tapi, perempuan itu bahkan tidak punya cukup tenaga untuk bicara.

"Dingin banget, ya ampun," ringis Aileen sambil mempererat selimut yang melingkupi tubuh mungilnya.

Dia jadi menyesal karena tidak menuruti perintah Namira untuk tidur sebelum jam 12 malam. Kadang, karena takut Arsen lapar atau butuh sesuatu ketika pulang kerja, Aileen selalu terjaga menunggu hingga tengah malam.

Tidak heran sekarang kepalanya terasa berdenyut nyeri. Sepertinya, Aileen juga terlalu banyak begadang.

"Kamu sakit apa?" Beberapa menit setelah kepergian Ayres, Arsen masuk ke kamar Aileen dengan wajah cemas.

Aileen menoleh kemudian bangkit duduk. Tapi, karena kepalanya yang terasa berputar hebat, perempuan itu memilih bersandar di sandaran ranjang.

"Baring aja kalau emang nggak sanggup. Jangan maksain diri!" tegur Arsen sambil membantu perempuan itu berbaring lagi.

Ayres mengekori di belakang sang Ayah. Dua sipit itu terlihat sama-sama memasang wajah khawatir membuat perasaan Aileen tanpa sadar sedikit menghangat.

Bahkan, Ayahnya yang sudah tinggal sejak kecil dengannya tidak pernah terlihat secemas itu pada Aileen. Saat Aileen sempat di-opname selama seminggu di rumah sakit karena typus pun, pria itu justru lebih banyak marah karena biaya rumah sakit yang mahal.

Tapi Ayres dan Arsen ... mereka bahkan baru bertemu terhitung hari. Bagaimana bisa mereka sepeduli ini padanya?

Menyadari itu, tanpa sadar Aileen mulai menangis. Saat sakit begini, perasaannya memang lebih sensitif. Perempuan itu juga cengeng dan begitu perasa.

"Eh ... kamu kenapa? Sakit banget, ya? Bentar lagi Dokter dateng kok, saya udah teleponin tadi." Arsen bertanya panik begitu melihat asisten kesayangan putranya mulai menangis dalam diam.

Aileen menggeleng panik. Tapi, air matanya justru merembes semakin banyak. Itu membuat Arsen berpikir bahwa kali ini sakit perempuan itu memang sudah lumayan parah.

"Enggak. Enggak pa-pa," jawab Aileen singkat. Suara perempuan itu bahkan gemetar membuat Arsen meringis tidak tega.

Begitu Dokter sampai, pria berkaca mata dengan jas putih itu kemudian memeriksa Aileen. Namira yang mengetahui bahwa perempuan itu sakit, pada akhirnya menemani sang pembantu---atau bisa disebut cucu angkatnya tanpa mau meninggalkan Aileen barang sejenak.

Kehadiran Namira justru semakin menambah kecengengan Aileen. Perempuan itu tidak bisa berhenti menangis membuat Arsen berangkat kerja dengan perasaan gelisah. Tentu saja juga Ayres yang berangkat sekolah sambil menangis keras karena tidak mau meninggalkan Bibinya yang sedang sakit.

***

"Udah agak mendingan, Sayang?" Pertanyaan Namira siang ini membuat Aileen yang tengah berbaring gelisah menoleh.

Perempuan itu kemudian mengangguk. Meski pada nyatanya tidak. Setelah dipikir-pikir, dia sudah terlalu banyak merepotkan orang-orang baik di rumah ini sejak pagi tadi.

"Katanya Arsen bentar lagi pulang. Dia beli bubur ayam buat kamu. Jadi makan siangnya nanti dulu, ya?" tawar Namira yang diangguki Aileen sekali lagi.

Sebenarnya, dia cukup terkejut begitu mengetahui Arsen pulang secepat ini. Biasanya, pria itu paling cepat pulang sore. Itupun hanya pernah sekali. Tapi, Aileen tidak punya cukup tenaga untuk berbicara dan menanyakan alasan sang majikan pulang secepat itu.

"Arsen pulang katanya karena nggak tenang. Soalnya calon istrinya di rumah lagi sakit," cerita Namira yang tidak terlalu didengar Aileen dengan jelas karena dengungan nyeri di kepala.

Tapi, sentuhan lembut Namira di punggung tangannya membuat Aileen mendongak. "Arsen kelihatan seneng banget sejak kamu tinggal di sini. Karena Ayres akhirnya bisa lebih penurut dan bisa diatur. Dia nggak tau kamu pakai sihir atau apa, tapi katanya dia bersyukur banget karena putranya bisa kenal kamu. Makasih ya, Aileen?"

Aileen tidak tahu cerita panjang lebar Namira sebenarnya mengarah kemana, tapi, di mata perempuan tua itu, ia dapat melihat tatapan penuh harap di sana. Hanya saja, Aileen tidak tahu perempuan itu mengharapkan apa darinya.

"Kalau aja bisa, Nenek juga pasti seneng banget kalau kamu bisa bener-bener jadi Ibunya Ayres. Jadi istrinya Arsen, bukan hal yang buruk juga, kan?" tanya Namira yang seketika membuat Aileen menoleh tidak santai.

"Hah?" tanya perempuan itu tidak mengerti.

"Gimana? Kamu udah ngerasa mendingan?" Pertanyaan dari Arsen yang tahu-tahu sudah berdiri di ambang pintu kamar membuat fokus Aileen mendadak buyar.

Perempuan itu menoleh kemudian mengangguk saja. Tapi, pria itu sepertinya tidak percaya. Jadi, Arsen berjalan mendekat kemudian menempelkan punggung tangannya pada kening sang ART.

"Apaan? Masih panas gini juga," gumam Arsen kesal sambil mendelik tajam pada Aileen.

Aileen meringis tidak enak hati karena ketahuan berbohong. Namira yang melihat interaksi putranya dengan Aileen hanya terkekeh geli sebelum kemudian pamit keluar.

"Ini, ada bubur. Ayo makan!" suruh Arsen sambil meletakkan bubur di atas nakas.

Aileen bangkit duduk kemudian bersandar di sandaran ranjang. Perempuan itu kemudian menerima bubur yang disodorkan Arsen beserta sendoknya.

"Kan udah saya bilang berapa kali sih, Aileen? Makan yang banyak, karena kamu kerjanya banyak. Tidur yang cukup, jangan nungguin saya yang pulang kerja larut malem. Kalau udah waktunya istirahat, jangan kerja mulu. Sakit kan sekarang jadinya!" omel Arsen panjang lebar yang hanya dibalas Aileen dengan tundukan menyesal.

"Sekarang ayo habisin buburnya! Setelah itu minum obat. Kamu harus cepet sembuh, kasihan juga si Ayres nangis terus gara-gara ngira kamu bakalan pergi kayak Mamanya dulu," titah pria sipit itu lagi yang seketika membuat Aileen mengernyit bingung.

"Emang Mamanya Ayres pergi kemana, Om?" tanya perempuan itu penasaran.

Sejenak, Arsen terdiam. Beberapa saat kemudian, pria itu memasang wajah galak lagi. "Enggak perlu tau! Enggak usah banyak tanya, makan aja!" kesal Arsen yang membuat Aileen cemberut.

Dia kan hanya bertanya. Mana Aileen tahu bahwa Arsen akan menjawab seketus itu. Memangnya salah jika Aileen hanya ingin tahu?

Melihat wajah tersinggung Aileen atas responnya yang tidak menyenangkan, Arsen sedikit gelagapan. Pria itu kemudian bangkit berdiri secara tiba-tiba membuat Aileen mendongak kaget.

"Maksud saya, kamu emang nggak perlu tau. Sekarang kan, yang saya anggep Mamanya Ayres itu kamu."

Setelah mengatakan itu, Arsen melangkah cepat keluar kamar. Bahkan, tanpa sadar pria sipit itu malah membanting pintu.

Aileen menggeleng tidak habis pikir. Duda galak itu ... kenapa suka sekali mengejutkannya?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status