“Aku ngapain lagi, Om?”
Arsen memandang perempuan pendek di depannya dengan helaan napas berat. Sebenarnya ART barunya ini manusia atau bagaimana? Kenapa sejak pagi tadi dia terus bekerja dan menanyakan pekerjaan lainnya? Apa Aileen itu tidak mengenal kata lelah?“Ini minggu, Aileen. Pembantu di sini kalau hari minggu ya libur juga,” jelas Arsen masih dengan jawaban yang sama sedari pagi tadi.“Tapi aku bingung harus ngapain kalau enggak ada pekerjaan, Om.” Aileen menjawab jujur sambil menggaruk tengkuk.Arsen segera melepas sepatu kerjanya kemudian memandangi perempuan yang sore ini hanya mengenakan celana training semata kaki juga kaus oblong. Meski begitu, penampilan sederhana Aileen justru semakin menambah kecantikan alami perempuan 19 tahun itu.“Yaudah kalau kamu suka banget kerja. Sana, bikinin kopi!” suruh Arsen akhirnya.Aileen mengangguk semangat sebelum kemudian melangkah cepat menuju dapur. Arsen yang melihat kelakuan perempuan itu, hanya menggeleng tidak habis pikir. Bagaimana bisa ada manusia yang serajin itu?Sejak pukul 5 pagi, Arsen sudah mendapati perempuan itu bangun dan tengah menyeduhkan su su cokelat hangat untuk Ayres---tentu saja masih dengan mukena pemberian Namira karena Aileen sepertinya baru selesai sholat subuh. Pukul 7, Arsen juga sudah mendapati Aileen menghidangkan sarapan bersama Bi Rindi---pembantu lama di sana.“Papa!” Teriakan Ayres dari arah belakang disertai dengan bocah itu yang bergelayut di leher Arsen membuat pria itu tersadar dari lamunan.“Habis kemana kamu? Udah nggak sakit lagi?” tanya Arsen sambil menarik putranya agar duduk di pangkuan.Ayres mengangguk semangat. “Udah dooong! Kan habis makan ramuan ajaib dari Bibi Aileen,” jawab bocah sipit itu penuh bangga.Arsen mengangguk-angguk mengerti. “Kamu suka sama Bibi Aileen?” tanya duda tampan itu iseng.Ayres menangguk tanpa ragu. “Suka dooong. Bibi Ai keren, Papa. Dia itu superhero. Buktinya waktu itu dia nyelametin aku yang hampir ketabrak mobil, semalam aku makan ramuan ajaib dari dia terus sembuh pagi ini, tadi siang juga aku dibikinin ayunan di belakang rumah. Keren, kan?” cerita Ayres panjang lebar.Arsen tersenyum senang. Lega karena menemukan orang yang tepat untuk putranya. Sepertinya, candaannya semalam pada Aileen bisa direalisasikan juga. Aileen memang cocok untuk dijadikan Ibu pengganti bagi Ayres.“Ini kopinya, Om.” Aileen yang baru keluar dari dapur segera meletakkan secangkir kopi di hadapan Arsen.“Heh, habis kemana kamu? Dicariin juga! Bibi kan udah bilang, mandi sana! Udah sore ini loh,” tegur Aileen pada Ayres yang dibalas bocah sipit itu dengan gelengan keras.“Mandi, nggak?!” ancam Aileen yang membuat Ayres justru terkekeh geli. Bocah itu kemudian melompat dari pangkuan Ayahnya setelah itu berlari menaiki tangga.“Nenekkk ... Bibi Ai galak! Marahin dia, Nek!” adu Ayres yang membuat Aileen mendengkus kemudian berlari mengejarnya.Arsen memandangi kepergian dua orang itu dengan senyum tipis. Bagaimana ini? Kurang dari dua hari, Aileen sudah memenuhi semua kriteria calon istri idamannya.“Bodoamat kek dikira Om-om pedo, yang penting dia harus jadi istri saya,” gumam Arsen penuh tekad.***Sudah sekitar satu minggu Aileen tinggal di rumah Arsen sebagai pembantu. Selama itu pula hubungan Aileen dengan Ayres dan Namira semakin dekat. Kecuali dengan Arsen---karena pria itu seminggu belakangan memang sedang sibuk-sibuknya. Beberapa kali, Aileen bahkan mendapati sang majikan pulang dari kantor pukul 11 atau 12 malam.Tapi, sejak kedatangan Aileen, bisa dibilang, pria itu sudah tidak pernah khawatir lagi meninggalkan Ayres dan Namira di rumah lebih lama dari biasanya. Aileen sangat bisa diandalkan.“Baru pulang ya, Om?” tanya seseorang di belakang Arsen begitu pria itu tengah mengambil minum di kulkas.Arsen menoleh sejenak sebelum kemudian mengangguk. Pria itu kemudian meletakkan tas kerjanya di atas meja dapur dan segera duduk di salah satu kursi.“Om mau sesuatu?” tanya Aileen mendekat. Meski belum terlalu akrab dengan sang majikan, tetap saja Aileen sudah lumayan terbiasa dengan pria sipit itu.“Enggak ada sih. Kamu temenin aja saya duduk sini!” ajak Arsen yang diangguki Aileen patuh.Perempuan itu kemudian mengambil duduk lumayan jauh dari Arsen. Arsen tidak terlalu ambil peduli. Pria itu justru menenggak minuman dinginnya lagi.“Perasaan saya aja atau kamu emang baunya aneh?” tanya Arsen begitu beberapa saat kemudian menghidu aroma yang berbeda dari perempuan di depannya.Aileen menggaruk pipi sambil tersenyum cengengesan. “Emang, Om. Aku bau minyak urut, soalnya tadi habis diurut sama Nenek,” jawab perempuan itu yang seketika membuat Arsen mendelik marah.“Kamu diurut sama Mama?!” tanya Arsen tidak santai.Aileen lagi-lagi terjingkat kaget mendengar suara menggelegar pria itu. “Eh aduh ... jangan ngagetin dong, Om! Kalau Om nggak terima, aku nggak bakal diurut sama Nenek Nami lagi kok. Lagian bukan aku yang minta diurut, dia yang maksa mau ngurut aku,” jelas Aileen mendadak gugup dan takut.“Siapa yang marah kamu diurut, Bodoh!” maki Arsen kesal. “Saya marah karena kamu sakit tapi tetep kerja dari tadi pagi,” sambung Arsen memperjelas alasan kemarahannya.Aileen ber-oh-ria. Perempuan itu kemudian menatap Arsen lempeng. “Cuma sakit dikit kok, Om. Tenang aja. Biasanya juga di rumah Ayah dulu, aku sembuh sendiri sambil kerja kok. Intinya nggak boleh diem aja.”Kalimat perempuan itu justru semakin membuat Arsen mendengkus kesal. “Tapi sekarang kamu tinggal sama saya! Saya nggak suka kalau ada orang sakit maksain diri buat kerja,” pertegas Arsen masih dengan wajah sebalnya.“Yaudah gih sana! Kamu cepet tidur, istirahat. Besok nggak usah keluar dari kamar kamu, istirahat aja! Sampai kamu ketahuan kerja, saya pecat kamu!” ancam Arsen galak yang akhirnya mau tidak mau diangguki Aileen dengan pasrah.“Tapi kalau nggak kerja, aku harus ngapain dong, Om? Aku nggak punya kegiatan apa-apa selain kerja jadi pembantu,” tanya Aileen mulai bingung lagi.“Istirahat di kamar aja apa susahnya sih?” tanya Arsen tidak mengerti.“Istirahat kan bukan kerjaan, Om. Kerjaan itu ya minimal kerjaan sampingan kayak penulis novel, pegawai restaurant atau kafe, atau apa kek gitu. Intinya kerjaan sampingan,” jelas Aileen panjang lebar.Arsen memutar bola mata jengah.“Yaudah, kerja sampingan jadi istri saya aja! Ribet amat,” cerca Arsen asal yang seketika membuat Aileen tidak lagi bertanya.Lama-lama, Arsen semakin meresahkan saja.***AN:Holaaa ... aku Writer Gaje. Salam kenal dan semoga betah buat baca cerita ini sampai akhir, ya! Jangan lupa tinggalkan jejak dengan ngasih star vote atau review---biar aku tahu siapa aja yang baca dan lebih semangat update.Salam hangat,Zu; makhluk random yang tiba-tiba pengen diet."Apa aku sebaiknya pergi dari rumah aja, ya?" Aileen bertanya pada Arsen.Arsen yang malam ini hampir terlelap karena sudah luar biasa mengantuk, kontan saja terbangun dan melotot galak. "Kamu gila?!" bentak Arsen sebal.Aileen menggeleng yakin. "Enggak. Seharusnya aku emang pergi sejak awal. Kalau kayak gitu, mungkin Ayres enggak bakal diteror lagi. Dia juga enggak mungkin takutin apapun lagi setelah ini," jelas Aileen memaparkan spekulasinya jika sampai ia benar-benar pergi dari rumah ini."Kamu pikir cuma Ayres aja yang bisa butuh kamu? Saya juga bisa! Apa selama ini kamu tinggal di rumah ini buat Ayres aja?" tanya Arsen tidak habis pikir.Mendengar omelan suaminya, Aileen jadi merasa bersalah. Perempuan itu kemudian berbaring membelakangi Arsen sambil mengusap air mata yang diam-diam mengalir dari sudut mata."Bukan gitu. Aku cuma enggak tahan liat Ayres ketakutan di rumahnya sendiri. Aku enggak bisa liat dia nangis terus-terusan kayak gitu gara-gara aku. Dia keliatan takut banget
Aileen tidak tahu apa yang salah dengan putranya. Tapi, sejak ia menemukan bocah itu sudah kembali di rumah mereka, kenapa Ayres malah jadi takut padanya?Ada apa? Apa sebelumnya Aileen sempat melakukan kesalahan? Apa Ayres hanya sedang marah pada Aileen karena semalam Aileen berhenti mencarinya dan memilih tidur di rumah?"Sayang ... kamu enggak mau makan? Mau Mama bikinin atau beliin sesuatu?" tanya Aileen untuk kesekian kalinya.Mencoba mengajak bocah sipit berbicara. Tapi, lagi dan lagi, bocah itu tetap tidak mau menyahutinya. Yang dilakukan Ayres hanya bersembunyi di pelukan Papanya. Ayres seolah tidak berani dekat-dekat dengan Aileen."Udah, kamu balik aja sana ke kamar dulu. Ntar kalau udah tenang dan mau cerita, mungkin dia mau bicara sama kamu. Kamu istirahat aja, kalau saya butuh sesuatu nanti saya panggil Bi Rindi." Arsen menegur sambil mengelus punggung tangan istrinya.Pada akhirnya, Aileen menjawab dengan satu anggukan. Perempuan itu juga kasihan dengan Ayres yang terus
Aileen menggigit kuku jemarinya gusar. Perempuan itu terus memandangi sekitar jalanan panik. Sedangkan Arsen, hanya menggenggam sebelah tangan Aileen erat. Berniat menenangkan sang istri sekaligus dirinya sendiri."Apa kita balik ke kebun binatang aja ya, Mas? Kita cari di sana sekali lagi. Mungkin aja dia masih di sana cuma kita belum cari yang bener aja," pinta Aileen yang dibalas Arsen dengan gelengan."Di sana udah ada yang jaga. Lagian gerbang kebun binatangnya juga udah dikunci, biar enggak ada yang bisa keluar masuk lagi. Kalau emang Ayres ketemu di sana, pasti mereka hubungin kita." Arsen menjelaskan yang dalam hati dibenarkan Aileen.Perempuan itu kemudian menatap jalan yang mereka lewati lagi. Takut jika sampai sang putra malah tidak tertangkap matanya."Kita pulang dulu, ya? Ini udah larut banget. Kamu juga belum makan, kan?" tanya Arsen yang ditanggapi Aileen dengan gelengan."Enggak," jawab Aileen final. Terdengar tidak ingin dibantah atau bernegosiasi lagi."Kalau gitu k
"Udah bawa botol minumnya, kan?" Aileen bertanya sekali lagi.Ayres mengangguk. "Udah, Mama. Udah bawa bekal juga. Terus aku juga bawa wortel mentah," jawab bocah sipit itu tanpa mau melunturkan senyumnya.Aileen mengernyit bingung. "Kamu buat apa bawa wortel mentah? Kalau mau lauk wortel, Mama masakin aja." Perempuan pendek itu bertanya heran."Emang kapan aku suka wortel, Mama? Aku kan mau kasih makan kelinci. Pasti di kebun binatang ada kelinci," sahut Ayres yang dibalas Aileen dengan cubitan gemas di pipi gembul putranya."Yaudah sana! Berangkat sama Papa ke sekolah. Inget loh ya, jangan jauh-jauh dari Bu Guru!" peringat Aileen sambil mengaitkan tas bocah itu di punggungnya.Ayres menempelkan tangan di pelipis; memasang posisi hormat. Berikutnya, bocah itu berlari keluar diikuti Aileen dari belakang.Tapi, begitu sudah membuka pintu mobil, bocah itu malah berbalik dan berlari lagi menuju sang Mama. Aileen mengernyit. Apa lagi?"Kamu ketinggalan sesuatu?" tanya Aileen begitu Ayres
"Mama Ai Mama Ai!" Ayres memanggil begitu pagi ini Aileen bahkan belum bangun dari tempat tidurnya."Kenapa, Sayang?" jawab Aileen lembut dengan suara serak khas bangun tidurnya."Besok aku udah bagi raport. Mau sekolah SD dooong. Mama Ai sama Papa pergi ambilin, ya? Kata Bu Guru, harus diambilin sama orang tua. Eh, tapi Mama Ai kan masih muda." Bocah itu bercerita panjang lebar."Yaudah, suruh aja Nenek. Nenek kan udah tua tuh. Berarti dia orang tua," sahut Arsen malah semakin menyesatkan teori yang diyakini sang putra.Aileen mencubit pinggang suaminya begitu pria itu duduk di sisi ranjang. "Kamu ini!" kesal Aileen yang hanya dibalas Arsen dengan kekehan geli."Ntar Papa yang ambilin raport kamu. Jangan Mama, dia lagi sakit. Gara-gara semalam main hujan kayak anak kecil. Beneran bukan orang tua banget kan, Res?" ucap Arsen yang dibalas bocah itu dengan anggukan setuju."Kenapa Mama boleh main hujan? Aku kan juga mau tapi selalu dilarang," tanya Ayres protes.Arsen terkekeh geli begi
"Saya anter sampai sini aja. Udah sana masuk!" usir Arsen begitu mobilnya sudah terparkir di parkiran butik melati.Aileen menoleh aneh. Tumben sekali Arsen tidak mengantarnya sampai dalam. Apa pria sipit ini sedang sibuk?"Kamu lagi sibuk, ya? Seharusnya kan aku dianter sama supir aja," ucap Aileen merasa bersalah.Arsen menoleh bingung. "Kapan aku bilang aku sibuk?" tanya pria itu heran."Buktinya kamu mau langsung pergi. Biasanya nganter aku dulu sampai dalem," jawab Aileen polos.Arsen terkekeh geli sambil menjawil sebelah pipi Aileen gemas. "Enggak sibuk kok. Cuma lagi belajar percaya aja. Jangan curigaan terus sama istri sendiri. Dikira begini begitulah. Bosen saya marahan cuma karena hal kekanakan kayak gitu," jelas Arsen yang dibalas Aileen dengan 'ooo' yang panjang."Kamu enggak mau turun nih? Biar saya culik terus jadiin pajangan di ruangan saya," tanya Arsen yang dibalas Aileen dengan delikan."Nanti kalau aku jadi pajangan, bukan cuma kamu doang yang liat dong?" jawab Aile