Share

Bab 3 Malam Bersama Tuan Paul

Bagaimana bisa Sierra menikmati makan malamnya, jika saat ini dia berdua saja di dalam vila besar itu bersama sang konglomerat, Paul Pandia? Apalagi sebelum mengizinkan Sierra untuk makan, Paul berpesan agar wanita itu segera menyusul ke kamarnya. Jantung Sierra serasa ingin keluar dari rongganya karena tak mengira akan diperlakukan semanis ini.

"Sadarlah, Si, sadar," Sierra menepuk pelan pipinya sendiri, supaya tidak berandai-andai tentang Paul. Apalagi kondisinya kini sedang patah hati setelah menyaksikan Martin dan Elisha.

Setelah menyelesaikan makan malam, Sierra membereskan satu-persatu sajian di sana, bahkan tak lupa mencuci piring bekasnya makan. Dia mengerjakan semuanya dengan sangat santai sambil mengulur waktu. Dia sengaja melakukannya agar bisa menghindar dari perintah Paul yang ambigu.

Hingga tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul satu pagi. Saatnya Sierra untuk beristirahat, setelah seharian bekerja dan karena besok masih hari efektif. Dia tahu dia tidak membawa baju ganti, jadi memutuskan untuk tidur dengan baju seadanya yang melekat di badannya. Bagi Sierra tak susah untuk mencari kamar tidur disana, karena dia sudah cukup familiar. Kamar Paul berada di lantai dua karena memang disanalah kamar utama berada. Maka Sierra memilih untuk istirahat di kamar seadanya yang ada di lantai satu.

Sierra cukup lega karena tidak ada tanda-tanda Paul mencarinya meski dua jam sejak kedatangan mereka dan Sierra tidak bergegas menemui Paul. Dia merebahkan tubuhnya sembari bernafas lega, melepaskan segala penat yang membebani pundaknya. Sierra melepas dua kancing kemejanya karena merasa gerah. Dia membayangkan saat ini berada di dalam kamarnya di panti asuhan, bisa melepas semua baju kotornya dan membersihkan diri.

"Ternyata kamu disini, Si," tegur Paul yang tiba-tiba sudah berdiri di ambang pintu kamar Sierra.

Sierra spontan melompat dari atas kasur, berdiri tegak kelimpungan. "M-maafkan saya, Tuan," ucapnya gemetaran.

Paul melipat kedua tangan dan berjalan pelan menghampiri Sierra. "Aku menunggumu sejak tadi,"

Sierra menunduk dalam, tak berani menatap wajah Paul.

Paul menghembuskan nafas, tampak sedikit kesal namun berusaha dia tahan. "Apa yang kamu pikirkan? Aku memanggilmu ke kamarku karena memang aku butuh bantuanmu,"

Pelan-pelan Sierra mendongakkan kepalanya. "Bantuan apa, Tuan?"

Paul menyerahkan sekotak kecil obat-obatan pada Sierra dengan wajahnya yang masih kesal. "Jesslyn, sekretaris baruku, dia lupa menandai obat-obatan mana yang harus kuminum," terang Paul. "Apa kamu masih mengingatnya, Si?"

Sierra mengambil kotak obat itu dan mengangguk pelan. "Sepertinya saya masih ingat," jawabnya. Lantas memilah-milah berbagai macam obat-obatan, mulai dari vitamin hingga obat jangka panjang yang memang rutin dikonsumsi Paul.

Sierra memutuskan untuk duduk di ranjangnya sembari fokus memisahkan obat satu dan lainnya sesuai kegunaan. Dia begitu tajam dan serius, tenggelam dalam kesibukannya hingga tak sadar jika Paul terus mengamatinya dengan senyum.

"Harusnya kamu yang menjadi sekretarisku, Si," ucap Paul. "Aku bisa membayarmu dua kali lipat lebih tinggi daripada Martin,"

Sierra hanya menanggapi dengan seutas senyum. "Terimakasih pujiannya, Tuan," balasnya. Dan setelah selesai menata obat-obatan itu, Sierra menyerahkan kembali pada Paul. "Saya sudah mengeceknya dan memberi label,"

Paul mengangguk puas. Namun sebelum berdiri, ekor matanya tak sengaja menatap dua kancing baju Sierra yang terbuka. Spontan jemari Paul mengarah pada kancing itu, membuat Sierra bergerak refleks menutupi kemejanya.

Paul terkesiap. "Aku khawatir kamu kedinginan,"

Jantung Sierra kembali berdegup kencang. Tak pernah menyangka bahwa berdua saja bersama Paul bisa memberikan efek sedahsyat ini. "S-saya justru kepanasan, Tuan," timpalnya, masih menutupi kemejanya dengan kedua tangan.

Paul menelan ludah, tegang. Bukannya pergi, dia justru meletakkan kotak obat di tangannya dan kini memusatkan seluruh tubuhnya menghadap Sierra. "Kalau begitu lepaskan saja, Si," ucapnya pelan, menuntun jemari Sierra untuk rileks dan tenang.

Atmosfer berubah menjadi lebih tenang meskipun rasa canggung masih menyelimuti keduanya. Tanpa sadar Sierra menurut ketika Paul mulai bergerak makin maju, kini justru mengecup lembut bibirnya. Dia tidak berdaya, namun terpedaya pesona Paul yang begitu menawan di usianya yang tak lagi muda. Melihat Paul mengingatkan Sierra akan Martin, dalam versi yang lebih tenang.

Keadaan menjadi lebih panas dan panas membuat Sierra tak tahan untuk tidak menanggalkan busananya. Dan setelah itu, mereka berdua menghabiskan sisa-sisa malam yang singkat itu, tenggelam dalam buaian hasrat yang menggoda. Sierra jatuh ke dalam rayuan Paul yang begitu magis dan kuat.

***

"Tuan!" pekik Sierra, spontan bangun saat menyadari bahwa matahari sudah terik. Sadar jika dia tidak memakai apapun, Sierra menarik selimut untuk membungkus diri. "Tuan, ini pukul berapa?" tanyanya panik.

Paul justru tersenyum santai, sambil menyeruput minuman hangatnya. Dia sudah bangun lebih dulu, berpakaian rapi dan duduk menikmati pagi sambil memandang ke arah Sierra yang masih terlelap.

"Kenapa?" Dia justru balik bertanya.

"Saya harus masuk kerja! Ini sudah terlambat," Sierra mengibaskan selimut, mencari pakaiannya yang bersembunyi entah dimana.

Paul terkikik geli, memperhatikan gerak-gerik bingung Sierra yang menggemaskan di matanya. Apalagi Sierra berjalan mondar-mandir tanpa busana dan tanpa malu di depan Paul.

"Kamu sadar kamu tidak pakai baju?" Akhirnya Paul bertanya.

Sierra tertegun dan menunduk untuk memastikan. Lantas berteriak panik, sekali lagi menarik selimut untuk membungkus dirinya. Sedangkan Paul tak bisa berhenti tertawa melihat tingkah lucu Sierra, yang tidak pernah dia lihat sebelumnya.

"Maafkan saya, Tuan," pekik Sierra panik.

Paul masih tertawa sambil beranjak berdiri. Dia lantas membuka selimut yang membungkus tubuh Sierra dan memeluk wanita itu erat. "Aku suka dirimu yang seperti ini, Si. Benar-benar menenangkanku," akunya.

Mendengar pengakuan itu, membuat kepanikan Sierra seketika mereda. Tergantikan perasaan campur aduk antara bingung dan keheranan. Bagaimana bisa dia menghabiskan malam bersama Paul?

"Tuan, apa yang sebenarnya terjadi?" tanyanya, saling pandang dengan Paul. "Kenapa kita begini?"

Paul tersenyum sembari menyelipkan rambut Sierra ke belakang telinga. "Kita melakukannya. Aku tidak tahu bagimu, tapi aku menyukainya," Paul begitu penuh percaya diri akan perkataannya sendiri. Tidak ada tendensi menekan atau menguasai. Yang ada dia justru memperlakukan Sierra begitu manis layaknya kekasih.

"Saya … saya tidak tahu harus berkata apa," tanggap Sierra.

"Kita jalani saja, Si," tandas Paul. "Selanjutnya, aku ingin kita tetap seperti ini. Bagaimana menurutmu?"

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Bang Amsir
Sierra segera jadi Ny. Paul
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status