Mata wanita itu membeliak setiap kali sang suami bergerak, menusuk semakin dalam. Tubuh Angela merinding mendengar geraman Alvaro, otot perutnya terasa kram. Kecupan dan lumatan lelaki itu membuatnya semakin kewalahan.
"Le-lebih cepat, Al."
Alvaro bergerak semakin cepat, ruangan pun semakin terasa panas. Angela tidak pernah berhenti mendesis, ada rasa nikmat luar biasa setiap kali Alvaro bergerak di dalamnya. Semakin cepat dan cepat. Tidak lama kemudian gelombang itu datang. Angela mengalami pelepasan yang begitu dasyat. Jiwanya seperti terlepas, melayang ke langit yang sangat indah.
Alvaro memeluk Angela erat-erat. Sebuah gigitan gemas bersarang di pundak sang istri meninggalkan bekas gigitan merah. Tubuh Angela terkulai lemas di bawah sorot lampu kamar dengan napas terengah, butiran keringat meleleh membasahi tubuh mulusnya. Alvaro tersenyum, sebagai seorang laki-laki dia begitu takjub pada kecantikan dan kemolekan tubuh sang istri.
"Your fucking crazy, Alvaro!" Umpatan itu keluar dari bibir manis Angela karena malam ini Alvaro begitu liar. Lelaki itu bahkan tidak mengizinkannya meninggalkan tempat tidur sejak kembali ke rumah dua hari yang lalu.
Alvaro malah tersenyum nakal, lalu mendaratkan sebuah kecupan manis di bibir sang istri. Tatapan memuja terpancar jelas dari kedua sorot matanya. Dia sangat mencintai Angela. Seorang model terkenal yang dia nikahi setahun lalu.
"But you like it, Babe. Am I right?"
Angela mendengkus kesal, lalu memalingkan wajahnya yang memerah. Alvaro bukanlah orang pertama yang menyentuh tubuhnya, tapi dia akui jika lelaki 29 tahun itu sangat hebat di ranjang.
Alvaro meraih dagu Angela agar menatapnya. "Am I right?" tanyanya sambil tersenyum penuh kemenangan.
Angela menepis tangan Alvaro dengan kasar. "Don't touch me!"
Tawa Alvaro seketika pecah, Angela benar-benar terlihat menggemaskan jika sedang marah. "Kenapa kamu masih malu-malu, Sayang? Bukankah kamu suka bercinta denganku?"
"Sinting!" decak Angela sambil menarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya.
Lagi-lagi Alvaro tertawa. "Mau ke mana, Sayang?"
"Mandi," sahut Angela pendek. Dia ingin beranjak ke kamar mandi, tapi Alvaro malah menahan pergerakannya.
"Tidak mau satu ronde lagi?"
Kedua mata Angela sontak membulat. Cepat-cepat wanita itu melepas tangannya dari genggeman Alvaro. "Apa kamu belum puas? Aww ...!" Angela menjerit karena Alvaro menarik tubuhnya dengan paksa hingga terduduk di atas pangkuan lelaki itu.
Alvaro menatap Angela begitu dalam. Cinta dan kerinduan terpancar jelas dari kedua sorot matanya. Rasanya dia ingin sekali menghabiskan waktu berlama-lama dengan Angele karena mereka tidak pernah bertemu hampir tiga bulan lamanya. Menjadi model papan atas membuat Angela Blezinsky sering pergi ke luar negeri dan terpaksa meninggalkan Alvaro sendiri di rumah.
"Don't you know how much I miss you?"
Angela balas menatap Alvaro. "I know that, but ...."
Alvaro menangkup wajah Angela. Sepasang mata hezel miliknya terlihat begitu meneduhkan. Angela seolah-olah hanyut di dalamnya. Inilah salah satu alasan yang membuatnya mau menikah dengan lelaki itu.
"Tapi apa?" tanya Alvaro penuh pengertian.
"Pikirkan baik-baik permintaanku."
Wajah Alvaro sontak mengeras. Rahangnya pun mengatup rapat mendengar ucapan Angela barusan. Amarah terukir jelas di wajah tmpannya. Bagaimana mungkin wanita itu memintanya untuk menikah lagi demi mendapatkan anak? Apa Angela sudah tidak waras?
"Big no!" Alvaro menggeleng tegas.
"Alvaro, please. Apa kamu tidak kasihan padaku? Setiap hari Mamamu selalu meminta cucu dan cucu. Aku setres, Al ...." keluhnya.
Sebenarnya bukan masalah sulit bagi Alvaro dan Angela untuk memberi Mama cucu karena mereka tidak memiliki masalah apa pun pada sistem reproduksi mereka. Hanya saja, Angela belum siap mengandung karena karir modelnya sedang berada di atas puncak.
Alvaro pernah mengusulkan untuk mengadopsi anak dari panti asuhan atau mencari ibu pengganti, tapi Angela menolak. Wanita itu menginginkan seorang anak yang terlahir dari benih Alvaro.
"Mau, ya?"
"Tidak!" tegas Alvaro. "Jangan bicarakan masalah ini lagi, ya?" Dia mengecup bibir Angela sekilas sebelum meninggalkan kamar karena mereka akan selalu bertengkar setiap kali membahas permintaan Mama.
***
[ Bersambung ]
Angela masih tertidur lelap, tapi Alvaro sudah turun untuk menyiapkan sarapan. Dia membuat secangkir kopi dan setangkup roti bakar sendiri karena pembantu di rumahnya sedang izin pulang kampung.Tiba-tiba bel rumah berbunyi saat dia sedang asyik menyantap roti bakarnya. Alvaro pun segera beranjak ke depan untuk membuka pintu. "Mama?"Wanita yang dipanggil mama oleh Alvaro itu langsung masuk ke rumah. Dia sengaja datang pagi-pagi karena ingin mengantar makanan untuk putra kesayangannya itu. "Sarapan apa kamu pagi ini? Kopi dan roti lagi?"Alvaro tidak menjawab karena sejak dua hari kemarin hanya kopi dan roti bakar yang dia santap saat pagi."Istrimu masih tidur?"Lagi-lagi Alvaro terdiam. Sekarang masih terlalu pagi bagi Angela untuk bangun. Istrinya baru bangun sekitar jam sembilan atau sepuluh pagi.Mama menghela napas panjang. Wanita berusia akhir empat puluh tahun itu
Alvaro kembali meneguk segelas wine yang ada di tangannya. Minuman berwarna merah itu terasa pahit dan getir saat menyentuh lidah, tapi terasa panas saat di tenggorokan. Dentuman musik terdengar keras di semua penjuru Paradise Club. Semua orang yang ada di sana terlihat asyik meliuk-liukan tubuh di atas lantai dansa, tapi tidak dengan Alvaro. Dia memilih duduk di sofa yang berada di pojok belakang sambil menikmati sebotol wine. 'Kalau kamu ngotot ingin memiliki anak dariku? Lebih baik kita berpisah!' Alvaro mengusap wajah kasar. Ucapan Angela beberapa jam yang lalu kembali melintas di ingatan. Mereka selalu saja bertengkar setiap kali membahas permintaan Mama. Angela tidak mau hamil padahal dia harus memiliki anak agar Dinata Group jatuh ke tangannya. Alvaro dilema. Di satu sisi dia ingin memiliki anak sekaligus mendapatkan perusahaan Dinata, tapi di lain sisi dia tidak ingin berpisah dengan Angela.
Sebuah crop top warna merah dengan potongan dada yang sedikit rendah melekat sempurna di tubuh Cara. Gadis itu terlihat sangat sexy padahal pakaiannya tidak terlalu terbuka seperti pelayan yang lain. Semua mata lelaki yang ada di Paradise Club menatapnya dengan penuh minat. Termasuk Felix. Dia sudah tertarik dengan gadis itu saat pertama kali melihatnya."How was your day, Caramell?" sapa Felix terdengar ramah, tapi Cara terlihat tidak peduli. Gadis itu sebenarnya tidak ingin bekerja di kelab malam, tapi dia sedang membutuhkan uang untuk pengobatan sang ibu.Para tetangga menganggapnya wanita murahan karena bekerja di kelab malam dan sering pulang pagi. Padahal dia hanya mengantar makanan dan minuman ke para pelanggan. Tidak lebih. Namun, ibu-ibu yang tinggal di sekitar rumahnya selalu menganggapnya jalang, pelacur, bahkan simpanan om-om."Selamat menikmati, Tuan," Cara membungkuk sekilas sebelum kembali ke belaka
Cara hanya bisa menunduk sambil memilin kesepuluh jemari tangannya yang basah. Setitik keringat dingin kembali menetes di pelipisnya. Wajah gadis itu pun terlihat pucat. Beberapa menit yang lalu pemilik Paradise Club memintanya untuk datang ke ruangannya. Melihat betapa keras wajah lelaki yang duduk di hadapannya, Cara yakin sekali Si Bos sedang marah besar karena dirinya kembali membuat masalah dengan pelanggan.Lelaki bernama Radit itu menarik napas panjang sebelum bicara. "Aku tidak tahu harus melakukan apa lagi, Ra? Kau sudah menampar lima pelangganku di bulan ini. Parahnya hari ini kau memukul kepala Tuan Feliks dengan botol. Untung saja Tuan Felix tidak melaporkanmu ke polisi dan menuntut ganti rugi.""Tapi Tuan Felix yang ....""Jangan membalas ucapanku, Cara!" desis Radit tajam."Maaf." Cara refleks menunduk karena Radit terlihat sangat menyeramkan saat marah. Dia tidak bisa berbuat apa pun selain
Alvaro terus meneguk sebotol wine di tangannya karena ingin berhenti memikirkan masalahnya dengan Angela sejenak. Namun, ucapan wanita itu terus berputar-putar di kepalanya.'Kalau kamu ngotot ingin memiliki anak dariku? Lebih baik kita berpisah.'"Sialan! Beri aku minuman lagi!" pintanya pada bartender."Tapi Anda sudah terlalu mabuk, Tuan."Alvaro menatap pemuda berusia awal dua puluh tahunan yang berdiri di hadapannya dengan tajam. "Berisik! Cepat buatkan minumanku, Bodoh!"Pemuda itu tergagap lalu segera membuat segelas cocktail sesuai perintah Alvaro. Namun, Alvaro malah ambruk sebelum minumannya selesai dibuat. Dia pasti sudah sangat mabuk."Hei Al, bangunlah! Apa kau mau tidur di sini?" tanya Felix sambil menepuk pipi Alvaro.Alvaro megerjabkan mata perlahan, lalu memandang ke sekitar dengan bingung. Sepertinya alkohol sudah
Byur! Alvaro sontak bangun karena Mama menyiram wajahnya dengan air satu ember. "Bangun, Alvaro!" geram Mama dengan mata melotot. Alvaro mengusap wajahnya yang basah sebelum mendudukkan diri di atas tempat tidur. "Sshh ...." Dia meringis karena kepalanya tiba-tiba berdenyut sakit. Perutnya pun terasa pengar. Sepertinya efek mabuk semalam baru terasa sekarang. Ah, rasanya benar-benar tidak nyaman. "Kenapa kamu bisa mabuk seperti itu, Alvaro? Kalau ada masalah itu diselesaikan, bukan lari ke minuman. Kamu itu bukan anak-anak lagi. Cobalah bersikap selayaknya orang dewasa, Al." Alvaro meringis. Kepalanya semakin terasa pening karena mendengar omelan Mama. "Berisik!" Mama sontak melotot. "Apa kamu bilang?" "Alvaro nggak bilang apa-apa," jawab Alvaro sambil beranjak ke kamar mandi. Dia ingin membersihkan diri agar tubuhnya tera
Cara terus menunduk sambil meremas kesepuluh jemari tangannya. Air mata turun semakin deras membasahi pipinya. Dalam hati dia tidak pernah berhenti berdoa untuk keselamatan sang ibu. Semakin hari penyakit kanker darah yang diderita ibunya semakin parah. Padahal Ibu sudah menjalani kemoterapi selama enam bulan terakhir. Namun, penyakit itu semakin menang melawan tubuh ibunya. Telapak tangan Cara semakin dingin dan basah. Jantung pun berdetak tidak nyaman. Gadis itu merasa takut, bingung, dan cemas. Cara takut Ibu tidak selamat karena hanya wanita itu yang dia miliki di dunia ini. "Tuhan, aku mohon selamatkan Ibu ...." gumamnya dengan suara gemetar. Dia benar-benar takut kehilangan sang ibu untuk selamanya. "Caramell." Cara sontak menghampiri lelaki berjas putih yang baru saja keluar dari ruang Unit Gawat Darurat. Dia, Aditya Kafka. Dokter muda yang telah merawat ibunya selama ini.
Cara tanpa sadar meremas secarik kertas yang berada di genggaman. Kertas berwarna kuning tersebut berisi nomor telepon wanita yang memberi tawaran Elish untuk melahirkan anaknya. Namun, Elish malah memberikan tawaran tersebut pada dirinya karena sahabatnya itu tahu jika dia sekarang lebih membutuhkan uang.Cara meremas kertas tersebut semakin erat hingga meninggalkan kerutan di sana. Terlalu banyak pertanyaan yang berputar-putar di kepalanya. Gadis itu mendadak sangat bimbang sekarang.Apakah yang dia lakukan ini benar?Bagaimana jika sang ibu tahu dia akan melahirkan anak untuk orang lain.Cara yakin sekali Ibu pasti akan sangat kecewa jika tahu. Namun, dia tidak punya cara lain lagi untuk mendapatkan uang dalam waktu dekat."Tuhan, aku tidak tahu harus bagaimana lagi? Semoga ini