Kedua mata Alvaro terlihat serius memandangi layar laptopnya yang ada di hadapan. Beberapa menit yang lalu dia baru saja mendapat sebuah email dari orang suruhannya. Sebuah email yang berisi tentang data diri Cara juga masa lalu gadis itu.
"Caramell, nama yang sangat singkat. Usia Cara ternyata sudah dua puluh tahun, tapi tingkahnya masih seperti gadis berusia belasan. Kekanakan."
Alvaro pun kembali membaca data diri Cara. Pantas saja gadis itu sering bertingkah aneh karena golongan darahnya ternyata AB. Pernah suatu waktu Alvaro melihat Cara mengobrak-abrik tempat sampah karena tidak sengaja membuang uangnya di antara tumpukan daun kering. Yang membuat lelaki itu nyaris tertawa ketika melihat Cara melambai-labaikan uang sepuluh ribu rupiah yang berhasil ditemukannya. Raut senang tak terkira gadis itu tidak sebanding dengan jumlah uangnya yang hilang dan betapa berantakan halaman rumahnya. Cara hanya tersenyum-senyum tidak jelas saat Ang
Alvaro tidak pernah mengalihkan pandang dari Cara yang sedang asyik berbicara dengan Romeo. Sedikit pun dia tidak pernah menyangka jika Romeo ternyata seekor ikan. Padahal dia sudah mengeluarkan uang tidak sedikit untuk mencari tahu informasi tentang Romeo. Menyebalkan! Rasanya Alvaro ingin sekali menguyah apa pun yang ada di sekitarnya untuk melampiaskan kekesalannya. Bagaimana mungkin dia bisa cemburu pada seekor ikan? Astaga! "Romeo kalau tidur matanya merem nggak, ya?" Alvaro terenyak mendengar pertanyaan Cara barusan. Kenapa pertanyaan gadis itu aneh sekali? Mana mungkin dia tahu ikan memejamkan mata atau tidak saat tidur. Dasar aneh!
Kedua mata Alvaro sontak terbuka lebar. Napasnya terengah. Butiran keringat dingin pun keluar membasahi tubuhnya. Ekspresi wajahnya terlihat begitu tegang. Dia hanya berbaring telentang, memandangi langit-langit kamarnya sambil berusaha mengatur napas.Mimpinya barusan terasa begitu nyata. Dia seolah-olah masih bisa merasakan sentuhan lembut gadis bermata zamrud itu di tubuhnya. Ini benar-benar gila.Alvaro pun bangun, lalu mendudukkan diri di atas tempat tidur. Benda yang ada di kedua pahanya pun ikut bangun. Terasa keras dan sesak di balik celana dalamnya. Seolah-olah memberontak mencari pasangannya.Sial!Dia bergairah. Bagaimana mungkin dia bisa bergairah hanya karena bermimpi bercinta dengan Cara? Apa dia mendambakan gadis itu?Alva
Cara langsung pulang ke rumah setelah menjenguk Ibu di rumah sakit. Gadis itu segera ganti baju lalu menyiapkan makan malam untuk Alvaro. Namun, ponsel jadulnya yang tergeletak di atas meja tiba-tiba berdering. Ada sebuah panggilan masuk dari Angela.Cara tanpa sadar menggigit bibir bagian bawahnya. Gadis itu terlihat cemas. Untuk apa Angela menelepon? Apa wanita itu ingin bertanya apakah dirinya sudah hamil?Cara menarik napas dalam-dalam agar merasa lebih tenang sebelum menerima panggilan itu. "Ha-halo ...," ucapnya takut-takut."Bagimana? Apa kau sudah hamil?" todong Angela begitu Cara menerima teleponnya.Cara meringis. Gadis itu takut menjawab pertanyaan Angela karena sampai sekarang dia belum hamil."Kenapa kau diam saja, Cara? Jawab pertanyaanku!"Cara terlonjak kaget karena suara Angela terdengar cukup keras. "Be-belum.""Apa?
Cara mengerjabkan mata perlahan karena mendengar dengkuran halus Alvaro. Gadis itu sontak disuguhi pemandangan dada bidang Alvaro begitu membuka mata. Wajah Cara sontak memanas, pipi pun bersemu merah ketika mengingat apa yang baru saja dirinya lakukan dengan Alvaro. Dia benar-benar tidak menyangka akan melakukan hubungan suami istri lagi dengan lelaki itu. Awalnya dia merasa sangat malu, tapi sentuhan Alvaro lama kelamaan membuatnya terbuai hingga ikut mengimbangi gerakan lelaki itu. Dia bahkan terus meneriakkan nama Alvaro ketika puncak kenikmatan itu datang. "Kenapa aku berpikiran mesum kayak gini, sih?" desah Cara tanpa sadar sambil memukul kepalanya pelan. "Kau sudah bangun?" gumam Alvaro sambil mengeratkan pelukannya di pinggang Cara. Cara tersentak, jantung pun
"Apa tidak sebaiknya kita makan dulu?" Alvaro bertanya karena Mama mau memulai aksinya. Sebagi seorang anak Alvaro paham bagaimana sifat wanita yang sudah melahirkannya itu. Jiwa ingin tahu Mama sangat tinggi. Wanita itu bisa mencerca Cara dengan banyak pertanyaan sampai mendapatkan informasi yang diinginkan."Ngobrol sambil makan kan, bisa.""Tapi, Ma ...."Mama terlihat tidak peduli dengan protes Alvaro. Wanita berusia awal lima puluh tahunan itu kembali melemparkan pertanyaan untuk Cara. "Siapa namamu?""Caramell, Nyonya.""Hanya, Caramell?"Cara mengangguk. Saat duduk di bangku sekolah dasar sampai menengah pertama dia sering diejek oleh teman-teman sekelasnya karena memiliki nama yang sangat pendek. Namun, Cara tidak memedulikan ejekan mereka. Baginya nama Caramell sangat indah karena sang ibu ingin dia tumbuh menjadi gadis yang selalu memberi energi positif dan kecer
Mama sudah pulang sejak jam satu siang tadi. Sementara Alvaro harus berangkat ke kantor karena ada meeting mendadak. Cara sekarang berada di rumah sendirian. Gadis itu sedang asyik melihat-lihat Romeo yang berenang berputar-putar di dalam akuariumnya. "Kasihan sekali kamu Romeo. Andai kamu punya teman. Kamu pasti nggak kesepian di akuarium sendirian." Ikan koi berpipi chubby itu mengerjabkan kedua matanya berkali-kali, seolah-olah setuju dengan apa yang Cara katakan. "Kasihan sekali, Romeoku ...." Cara menempelkan wajahnya ke kaca akuarium seolah-olah sedang mencium Romeo. Dia sangat menyayangi ikan itu. Tanpa gadis itu sadari Alvaro melihat apa yang sedang Cara lakukan. Dia hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah konyol gadis itu. "Dasar bodoh!" gumamnya. Alvaro mengangkat satu kantung plastik yang ada di tangannya. Sepertinya dia sudah mulai tertular virus
Kafka mengulurkan segelas kopi panas untuk Cara."Dokter, bagaimana operasi Ibu? Semua berjalan lancar, kan?""Makanlah dulu, Cara. Aku tahu sejak tadi siang kamu belum makan." Kafka memberi Cara sebungkus nasi campur yang dibelinya dari kantin rumah sakit.Cara menggeleng. "Saya tidak lapar, Dokter. Tolong cepat beri tahu saya bagaimana keadaan Ibu?""Aku akan memberitahu semuanya tapi sebelum itu kamu harus makan dulu.""Dokter, please ...." Cara memohon tapi Kafka menggeleng tegas. Dia akan memberi tahu kondisi Ibu jika Cara sudah makan.Cara berdecak kesal. Dia meraih sebungkus nasi dari tangan Kafka dengan sedikit enggan, lalu cepat-cepat memakannya agar Kafka segera memberi tahu kondisi
Alvaro terbangun karena mendengar ponselnya yang berada di atas meja bergetar. Dia beranjak dari tempat tidur dengan hati-hati agar tidak membangunkan Cara lalu beranjak ke balkon untuk menerima telepon. Senyum cerah menghiasi bibirnya ketika melihat nama si penelepon. My Lovely Wife. Tanpa menunggu waktu lama Alvaro pun segera menerima telepon tersebut. "Kenapa kamu baru menelepon, Sayang. Apa kamu tidak tahu kalau aku sangat merindukanmu?" Angela malah terkikik geli di seberang sana. "Apa kamu sedang tidur saat aku menelepon?" Alvaro pun melihat jam yang menempel di dinding kamar Cara. Ternyata sekarang sudah jam tiga pagi. "Iya. Kenapa kamu baru menelepon, Sayang?