Home / Romansa / Istri Kedua Dosen Dingin / Bab 4. Rahasia Tetap Rahasia

Share

Bab 4. Rahasia Tetap Rahasia

Author: Miss Caya 88
last update Last Updated: 2025-11-19 10:20:53

“Duh! Gimana caranya ngasih tau Ibu ya?”

Liburan semester tiba. Sesuai rencana, Lala pulang lebih dulu ke Desa Pandan Wangi.

Hari ini sudah hari ketiga semenjak kepulangannya. Dia masih belum tahu bagaimana memberitahu sang ibu terkait pernikahannya dengan Elric.

Lala melangkah mondar-mandir di kamarnya yang masih berlantai tanah. Gelisah. Tanpa sadar, dia menggigit kuku di ibu jari tangan kanannya.

Lagi, Lala bermonolog pelan, “Pak Elric juga belum ngabarin mau datang kapan. Katanya baru ada acara penting.”

Dia mencoba merangkai kata di dalam kepalanya dan memikirkan kemungkinan reaksi sang ibu.

“Oke. Yang penting jangan sampai gue bahas soal jadi istri kedua. Tinggal bilang kalo gue bakal nikah.”

Merasa sudah mantap dengan skenario yang disusun, Lala membaringkan dirinya di atas dipan kayu itu. Nampak sebuah kertas tertempel di dinding, berisikan catatan impian gadis muda itu.

“Nikah muda dan jadi istri kedua nggak ada dalam list ini,” gumam Lala sedikit kecewa. “Padahal gue pengen S2 ke luar negeri.”

Tengah sibuk dengan pikirannya, tiba-tiba terdengar suara celotehan dari luar rumahnya. Dalam waktu singkat, pintu kayu tua lapuk yang menjadi jalur keluar masuk penghuni rumah itu terdengar dibuka seseorang.

Spontan Lala melompat dari kursi kayu itu. “Astaga! Ibu udah dateng!”

Lala segera keluar dari kamar. Ia melihat seorang wanita tua tersenyum sambil menggoyangkan tentengan besek bambu di tangannya.

Dia adalah Murinah, ibu kandung Lala.

“Ibu dapet besek nih, La!” ujar Murinah dengan riang. “Makan dulu yuk! Ambil piring, sana.”

Lala mengangguk dengan tatapan kosong. Tangannya mengambil piring kaca hadiah sabun cuci.

Sementara menunggu Lala, Murinah meletakkan besek itu di meja dan duduk, melepas lelah.

Dari tempatnya mengambil piring, Lala mengintip sang ibu.

‘Gue nggak pernah bahas cowok di depan Ibu. Harus ngomong senatural mungkin. Ibu nggak boleh sampe curiga,’ batin Lala.

Setelah mempersiapkan diri, Lala kembali ke meja makan dengan 2 piring makan. Dia duduk di samping Murinah, supa tidak terlihat kegugupannya.

Matanya menatap makanan yang sudah dikeluarkan dari dalam besek. “Dari siapa, Bu?”

“Ini syukuran nikah anaknya Pak Wiryo. Ibu tadi bantu masak di sana,” ujar Murinah sambil memberikan potongan ayam di atas piring Lala.

Kemudian Murinah menambahkan dengan sedikit penekanan. “Teman sepantaran kamu sudah ada yang nikah lagi, La.”

Lala tertegun. Kata-kata itu seperti mengandung kode.

‘Apa ini restu dari semesta? Ibu ngasih kode tipis biar gue nikah,’ batin Lala sambil mengunyah potongan ayam.

Pikiran Lala berusaha menyusun kata-kata yang tepat. Dia berusaha menikmati makanan di mulutnya. Helaan nafas panjang dia buat.

“Ehm … kalau ada yang lamar Lala, emang Ibu setuju?” ujar Lala mencoba santai.

Murinah terkekeh sambil menyuapkan nasinya ke dalam mulut. “Ya, kalau ada, kenapa nggak setuju?”

Belum juga Lala melanjutkan, Murinah menambahkan, “Yang penting cinta sama Lala. Mau bahagiain Lala. Jangan kriminal.”

Lala terdiam sesaat. ‘Pak Elric nggak cinta sama Lala, tapi seenggaknya, dia lakuin itu supaya gue bahagia. Iya nggak, sih?’

“Tapi, La. Kamu nggak pernah ngomongin cowok, tiba-tiba bilang nikah. Mimpi apa semalam?” ledek sang ibu sambil menyikut putrinya itu.

“Ish! Ibu sih ngasih kode tipis-tipis! Aku kan cuma mau bilang aja,” balas Lala berusaha santai.

Murinah melirik Lala. “Bener cuma tanya? Jangan-jangan di kota, ada yang beneran mau nikahin kamu?”

Spontan netra Lala membeliak sesaat. Ia terdiam.

“Bu, sebenernya … ada yang lamar Lala.”

Murinah langsung terbatuk mendengar pengakuan Lala. Ia jadi mulai bertanya-tanya. “Kamu nggak hamil duluan kan, La?”

Lala langsung terbatuk-batuk. Dia ikut tersedak. Seteguk air segera Lala minum.

“Nggak, Bu. Aku masih perawan. Belum pernah disentuh cowok,” elak Lala.

Rasa bersalah menyelimuti hati Lala. Satu kebohongan sudah keluar dari mulutnya.

Murinah masih menatap tajam. Tangan kanannya berhenti menyuapkan sendok.

“Aneh loh, La. Bukan biasanya pacaran dulu gitu? Dia mau langsung mau nikahin kamu? Apa ada apa-apanya, La?”

Murinah mulai curiga pada tingkah putri semata wayangnya. Nasi di piring sudah mulai terabaikan.

Makanan di mulut Lala pun terasa tak nikmat. Tatapan aneh Murinah terasa menusuk.

“Nggak juga ah, Bu. Orang kota beda lah,” ujar Lala mencoba mengelak.

Murinah membereskan lauk yang masih tersisa. Dia menghindari tatapan mata Lala.

“Seenggaknya bisa kenalan dulu, La. Bawa keluarganya ke sini. Jangan buru-buru nikah,” keluh Murinah.

Tangan Lala yang hendak mencomot kue pastel menjadi tertahan.

‘Waduh, pernikahan gue kan rahasia. Mana ada keluarga yang bisa diajak ke sini. Gimana ya?’ batin Lala.

Murinah mengambil ponsel Lala dari dalam kamar. Ponsel itu lalu disodorkan ke depan wajah Lala.

“Memang calonmu orang mana? Udah lulus? Coba telpon. Ibu mau kenalan sama orang tuanya,” ujar Murinah.

Pertanyaan Murinah di luar prediksi Lala. Lala tertegun. Jantungnya kembali berdebar kencang.

“Orang tua calonku sudah meninggal, Bu,” sahut Lala.

Murinah menyodorkan ponsel itu lagi. Kali ini layarnya sudah dipencet agar menyala.

“Dia angkatan berapa? Emang udah lulus?” Murinah makin penasaran.

“Calonku dosen pembimbingku sendiri, Bu,” sahut Lala semakin panik.

“Hah? Kok bisa?” Murinah tertegun. “Kamu nggak jadi simpanan kan?”

Lala terbatuk-batuk lagi. Dia tersedak kue pastel.

“Astaga, Ibu! Kenapa Ibu bisa mikir gitu? Dia masih single!” elak Lala.

Kebohongan lain meluncur lagi dari mulut Lala. Hati Lala mulai tak tenang.

“Ibu takut. Tadi waktu masak, temen ibu cerita anak saudara jauhnya ada yang kuliah juga di Jakarta. Dia jadi simpanan dosennya. Katanya biar dapat duit banyak terus kuliah lancar,” ujar Murinah lirih.

Ada beban yang seolah menghantam dada Lala. Lala berusaha menenangkan dirinya.

‘Gue bukan simpanan. Gue bakal jadi istri kedua,’ batin Lala.

Lala tersenyum. Pikirannya mulai menata ulang kalimat.

“Ibu, calonku namanya Pak Elric. Dia dosen yang membimbing penelitian Lala. Karena sering bertemu jadinya kita ehm … merasa cocok.” Lala berusaha menyakinkan.

Murinah memperhatikan dengan serius ucapan Lala. Setiap kata yang terlontar terasa diawasi.

“Ya, paham sih ibu. Cuma, apa nggak kecepetan, La? Kalian sudah menjalin hubungan berapa lama?” Murinah penasaran.

“Be—berapa lama?” Lala tertegun.

“Iya. Biasanya kan kalo udah lama, suka pada ngerayain peringatan hari jadi, La. Masa’ kamu nggak inget?”

“Ehm … satu tahun. Iya, satu tahun,” telunjuk tangan kanan Lala teracung.

Murinah sedikit kurang percaya. Namun, ketika ia berniat mempertanyakan lebih lanjut, terdengar suara pintu kayu diketuk dengan keras.

Lala dan Murinah menatap ke arah pintu kayu itu.

“Siapa ya?” seru Murinah, beranjak membuka pintu.

Penasaran, Lala pun mengikuti dari arah belakang.

Nampak seorang pria berusia belasan tahun sudah berdiri di depan pintu rumah.

“Eh, Gito! Ada apa, Nak?” tanya Murinah kaget.

Gito adalah anak Pak Kades di sana.

“Ada orang dari kota cari Mbak Lala, Bu. Dia sekarang ada di rumah Bapak.”

“Hah? Orang kota cari Lala?” Murinah terkejut.

Ibu dan anak itu saling pandang. Sama-sama tidak tahu siapa yang mencari Lala.

Lala pun panik. ‘Apa itu orang-orang suruhan Pak Rino?!’

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Kedua Dosen Dingin    Bab 7. Apa yang Kuharapkan?

    “La, udah ada yang jemput tuh di depan,” terdengar suara Murinah memanggil Lala. Lala terus menghembuskan napas panjang lewat mulutnya. Dia melihat penampilannya lagi di kaca lemari yang sudah buram itu. “Iya, bentar, Bu,” sahut Lala. Mata Lala berusaha memastikan jika penampilannya rapi. Ada drama yang harus diperankan lagi hari ini. ‘Harus bersikap senatural mungkin di depan Ibu. Tapi, jujur gue juga deg-degan mau keluar sama Pak Elric,’ batin Lala. Lala keluar dari kamar. Dia sudah berpakaian rapi dengan blus warna biru muda. Cincin lamaran dari Elric sudah dikenakan di jari tangannya. “Ayo, cepetan! Kau jangan buat calonmu nungguin,” Murinah menarik tangan Lala. Nampak Elric sudah berdiri di depan halaman rumah Lala. Sorot matanya dingin, senyumnya seolah dipaksakan. Lala bisa merasakan hal itu dalam sekali tatap. “Kami pergi dulu, Bu. Mungkin sore hari baru kembali,” Elric meminta izin membawa Lala. “Iya, titip Lala ya,” sahut Murinah singkat. Elric han

  • Istri Kedua Dosen Dingin    Bab 6. Setuju atau Tidak?

    Murinah memandang Elric dengan tatapan tajam. “Secepat itu?” Suasana hening. Murinah berusaha mencerna kenyataan yang ada di hadapannya. Sebagai seorang ibu tentu dia ingin putrinya cepat menikah. Tapi sungguh, ini terlalu dadakan. “Kenapa cepat banget?” Murinah mengulang pertanyaannya. Lala kembali berdebar. “Bu, Lala kan udah bilang. Pak Elric mau serius jadi tolong kasih restu.”“Kau tahu nikah itu kayak apa? Nikah itu tanggung jawab, La. Ibu nggak pengen kau dapat yang orang sembarangan meskipun kaya,” Murinah menasehati Lala.“Izin bicara, Bu,” Bayu, asisten Elric meminta izin bicara. “Pak Bos saya ini dosen pembimbing proyek penelitian Non Lala. Beliau sudah kenal Non Lala sejak lama. Beliau hanya ingin melangkah ke jenjang yang lebih serius tidak ada niat lain.”Elric menatap ke arah Bayu. Seolah memberi tanda jika itu hal yang ingin dia ungkapkan. Bayu menatap balik ke arah Elric dengan gelengan pelan kecil. Seolah menyuruh melanjutkan pembicaraan. Elric menghela napas. “

  • Istri Kedua Dosen Dingin    Bab 5. Orang Dari Kota

    “Wah, Bu Mur! Ada orang kaya raya cari Lala!” “Dari kota katanya. Pasti mukanya ganteng!” “Lala hebat banget nih!” Karena desa kecil, berita seperti itu tersebar dengan cepat. banyak orang mulai berkerumun di dekat rumah Lala. Semua tetangga sibuk mempertanyakan siapa gerangan orang kaya dari kota itu. Padahal belum bertemu, tetapi mereka sudah menebak sembarangan. Murinah hanya tersenyum menanggapi mereka. Dia terus berjalan menuju ke rumah Pak Kades. Tangan Lala digandeng erat. “Kamu nggak bikin masalah kan, La?!” bisik Murinah. Lala menggeleng sambil menatap Murinah. “Nggak, Bu. Lala nggak pernah bikin masalah sama siapa pun!” Jantung Lala berdebar. Dia sendiri juga khawatir hal buruk akan menimpanya lagi. ‘Kalau orang kota yang datang itu ternyata suruhan Pak Rino, habislah gue! Bisa aja gue diculik,’ batin Lala. Nampak rumah besar dengan pendopo kayu di halaman depan. Itu adalah rumah kepala Desa Pandan Wangi, Bapak Tresna Wibawa. “Budhe, yang nyari Mbak Lala

  • Istri Kedua Dosen Dingin    Bab 4. Rahasia Tetap Rahasia

    “Duh! Gimana caranya ngasih tau Ibu ya?” Liburan semester tiba. Sesuai rencana, Lala pulang lebih dulu ke Desa Pandan Wangi. Hari ini sudah hari ketiga semenjak kepulangannya. Dia masih belum tahu bagaimana memberitahu sang ibu terkait pernikahannya dengan Elric. Lala melangkah mondar-mandir di kamarnya yang masih berlantai tanah. Gelisah. Tanpa sadar, dia menggigit kuku di ibu jari tangan kanannya. Lagi, Lala bermonolog pelan, “Pak Elric juga belum ngabarin mau datang kapan. Katanya baru ada acara penting.” Dia mencoba merangkai kata di dalam kepalanya dan memikirkan kemungkinan reaksi sang ibu. “Oke. Yang penting jangan sampai gue bahas soal jadi istri kedua. Tinggal bilang kalo gue bakal nikah.” Merasa sudah mantap dengan skenario yang disusun, Lala membaringkan dirinya di atas dipan kayu itu. Nampak sebuah kertas tertempel di dinding, berisikan catatan impian gadis muda itu. “Nikah muda dan jadi istri kedua nggak ada dalam list ini,” gumam Lala sedikit kecewa. “Padahal

  • Istri Kedua Dosen Dingin    Bab 3. Aku Sudah Hancur

    “Ngomong apaan, La?!” Rosi kembali tak yakin dengan kondisi Lala. Dia beberapa kali melihat Lala bicara sendiri. “Kayaknya bener. Lo musti istirahat! Lo jadi suka ngomong sendiri deh!” Lala menatap Rosi kemudian cemberut. “Apa gue keliatan kayak orang gila, Ros?” “Ya … nggak juga. Cuma kayak orang stres.” Rosi menjawab jujur. “Kenapa? Berat kerjaan di Hima?” Lala terdiam. Dia berharap itulah alasan stresnya saat ini. Sayang, yang membuat dirinya terlihat seperti orang sakit jiwa, bukan hal remeh seperti beban kuliah atau organisasi. Karena ini tentang harga dirinya sebagai seorang wanita utuh. Namun, tidak mungkin juga dia membuka aib itu pada Rosi. Dia tidak tahu akan seperti apa reaksi Rosi kalau tahu. “Paling gue kecapekan kali ya.” Lala menutupi beban sesungguhnya. “Nah! Itu paham!” tukas Rosi. “Mendingan buruan ke sekre, terus kita balik kos. Gimana?” Lala mengangguk setuju. “Oke deh!” Baru saja mereka mulai melangkah meninggalkan area dosen, ponsel Lala bergetar

  • Istri Kedua Dosen Dingin    Bab 2. Ayah atau Harta

    “Mau kamu apa, Rino?!” tanya Elric. Ajudan Rino membawakan sebuah tablet. Sebuah video panas Elric dan Lala diputar di layar tablet itu. “Astaga!” teriak Lala. Dia tak tahu jika malam panasnya itu direkam. Netra Elric membulat seketika. Ia tidak menyangka kalau Rino merekam semua yang terjadi semalam. Rino tersenyum seolah mengejek. “Ini!” Rino menunjukkan kertas itu tepat di depan wajah Elric. Elric memicingkan mata, mencoba mencari tahu apa yang tertera di kertas tersebut. Spontan, netra Elric membulat setelah mengetahui kemauan Rino. “Kamu mau aku mundur dari jabatanku?! Dan nolak jadi pewaris?” Elric menatap Rino tajam. Rino mengangguk. Tangannya memegang tablet yang masih memutar video panas itu. “Gampang kan? Apa kamu lebih suka kalau kesehatan Papa memburuk?” ancam Rino lagi. Matanya menatap tajam Elric. Tablet itu didekatkan ke arah wajah Elric. “Bayangin reaksi Papa kalo lihat pemandangan panas ini tersebar di seluruh kota. Dia pasti lebih cepat masuk lian

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status