Sejak pertemuan waktu itu, Annabelle sama sekali tidak bisa melupakan Samuel. Bukan tanpa alasan, tetapi karena kissmark yang ditinggalkan Samuel di lehernya.
Meski saat itu Annabelle sempat kesulitan mencari alasan pada sang ibu tentang jejak pergumulan dengan Samuel, tetapi untung saja dia buru-buru menemukan alasan konyol.Dengan lingkungan di sekitar rumahnya yang tidak begitu bersih, cukup masuk akal saat Annabelle mengatakan bahwa dia digigit nyamuk—lalu menggaruknya berlebihan hingga meninggalkan jejak kemerahan.Bahkan, agar sang ibu memercayai apa yang dia katakan, Annabelle sengaja menggaruk bagian lain leher dan tangannya hingga meninggalkan bercak merah lain.Mungkin Annabelle lupa, sang ibu yang sudah melahirkan anak hampir satu lusin banyaknya, pasti tak mudah dibodohi. Akan tetapi, saat itu tampaknya sang ibu melipat rasa sakit hati ketika menyadari anaknya mungkin sudah melakukan hubungan terlarang.Akhirnya Annabelle bisa lolos begitu saja dari interogasi sang Ibu, tetapi dia harus memperbesar kissmark di lehernya, mengeruk dengan uang koin hingga orang berpikir bahwa dia mengalami masuk angin, dikerok sana-sini hingga meminta bantuan sang adik untuk mengeruk bagian bahunya.Satu minggu kemudian, tepat ketika Annabelle baru saja selesai mengisi jadwal manggung sebagai penyanyi orgen tunggal di acara Family Gathering, ponselnya terus berdering.Sambil menghapus sisa make up, Annabelle melirik nama yang muncul di layar ponsel; Bang Anjelo; germo yang kerap memberi Annabelle pelanggan.Annabelle menekan tombol jawab pada blackberry-nya dan menekan tombol loudspeaker, lalu meletakkan ponselnya di meja rias."Ya, A … kenapa?" tanya Annabelle sambil menyeka eyeshadow nude dengan kapas yang dibubuhi micellar water."Di mana, Anna?" Pria dari seberang panggilan itu balik bertanya. "Bisa keluar nggak? Ada tamu nih.""Aku baru beres nyanyi di villa Andhes," jawab Annabelle, masih sambil membersihkan sisa make-up. "Kayaknya nggak bisa, Aku capek. Lagian udah malem atuh, hampir jam dua belas. Aku mau pulang. Ini lagi nungguin jemputan."Amora mengernyit saat panggilan tiba-tiba terputus sebelah pihak. Oke, ada dua alasan kenapa Bang Anjelo mengakhiri panggilan.Yang pertama, dia pasti terburu-buru nyari cewek yang bisa di-booking. Kedua, sang germo tahu bahwa hanya buang-buang waktu berbicara dengan Annabelle, jika sudah mengatakan dirinya tidak bisa keluar.Namun, dugaan Annabelle salah, karena selang beberapa detik ponselnya kembali berdering. Annabelle melempar kapas yang sudah dipenuhi kotoran makeup sambil bertanya-tanya dalam hati, siapakah orang yang menelponnya dengan 'private nomor'?Khawatir yang menelponnya orang di rumah, Annabelle berlari ke kamar mandi, mencari tempat kedap suara karena dia beralasan pada ibunya akan menginap di rumah temannya."Hallo," kata Annabelle dengan suara mengantuk dibuat-buat, berjaga-jaga seandainya yang menelepon adalah ibunya."Kirim alamat." Terdengar suara pria asing dengan bariton berat. "Aku jemput sekarang.""Siapa ini?" Annabelle menjauhkan teleponnya untuk melihat nama si penelpon, tetapi tetap saja yang terlihat adalah 'private nomor'.Jadi, tentu saja dia tak bisa menebak siapa pria yang menghubunginya."Eh, sombong amat jadi orang!" Suara pria itu terdengar kesal. "Aku, Samuel! Udah lupa, ya? Apa kamu nggak nyimpen nomorku?"Annabelle berkerut samar, mengingat-ingat kapan mereka pernah bertukar nomor? Entah seberapa kuat dia mengingat, rasanya mereka tak pernah bertukar nomor.Lagi pula, bukankah pertemuan mereka minggu lalu benar-benar singkat? Lalu, dari mana Samuel bisa mengetahui nomornya?"Bukan gitu, Om," sahut Annabelle kaku. "Masalahnya ini private nomor. Jadi Aku—""Private nomor apanya?" tukas Samuel dengan nada melengking. "Cepetan kirim alamat, aku jemput kamu sekarang. Lagi nggak di rumah kan?"Annabelle menggigit bibir, sedikit bingung apakah dia harus menerima ajak Samuel malam ini? Sebenarnya, Annabelle bukan benar-benar wanita yang menekuni sebagai pekerja seks komersial.Dia melakukan itu jika sangat terdesak, seperti minggu lalu. Di mana dirinya harus mencicil membayar utang yang ditinggalkan mantan suaminya.Bukan maksud Annabelle menantang kemampuan bahwa dirinya mampu membayar utang sebesar tiga puluh juta, tetapi dia terlalu lelah berhadapan dengan mantan suaminya.Lagi pula, Annabelle tak ingin buang-buang waktu pergi ke Jakarta, lalu bertemu dengan mantan suaminya hanya untuk mendapat janji palsu.Dia sudah terlalu muak melakukan itu selama empat bulan terakhir ini. Jadi, Annabelle terpaksa nyambi untuk membayar utangnya. Memang, dia bekerja sebagai tukang cuci dan setrika yang digaji sebesar tiga ratus ribu rupiah per bulan.Dan jika dia hanya mengandalkan penghasilan dari mencuci, maka butuh waktu selama delapan tahun lebih untuk melunasi utang, itu pun jika Annabelle sama sekali tidak mengambil sepeserpun dari hasil keringatnya.Karena malam ini dia sudah mendapat uang dua ratus lima puluh ribu sebagai bayaran nyanyi di villa itu sejak jam dua belas siang, jadi Annabelle berniat menolak ajakan Samuel."Annabelle nggak bisa keluar, Om," kata Annabelle. "Mau pulang karena—""Oh, lagi di-booking tamu, ya?""Nggak, bukan. Aku nggak lagi sama tamu. Tapi Aku bener-bener mau—""Waktu malem Senin aku minta si Anji bawa kamu, kamunya nggak bisa. Malem-malem selanjutnya juga tetep aja kamu beralasan. Banyak banget yang booking kamu tiap hari, ya?""Eh, apaan maksudnya?" Annabelle sedikit tak senang mendengar ucapan Samuel. "Kenapa bahas-bahas bookingan? Waktu Bang Anjelo nelpon malem Senin, Aku emang lagi nggak enak badan."Dia mengakui bahwa dirinya memang pekerja seks, tetapi bukan berarti apa yang diucapkan pria itu benar adanya. Lagi pula, seminggu kemarin dia sedang menstruasi. Jadi, mana mungkin dia menerima pelanggan?"Oh, nggak enak badan tapi bisa di-booking di villa, ya?" Samuel tampaknya tak percaya pada ucapan Annabelle. "Bilang aja kali kalo kamu emang nggak mau aku booking!"Merasa tak senang karena dituding sebagai pembohong, entah mengapa dia ingin membuktikan bahwa dirinya tidak seperti yang diduga Samuel. Akhirnya Annabelle berkata, "Ya udah, jemput Aku di villa. Biar Om liat kalau aku nggak lagi check in sama tamu!"Setelah mengatakan itu, Annabelle langsung mengakhiri panggilan dengan kesal. Namun, dia baru menyadari, kenapa dia harus membuktikan pada Samuel bahwa dia tidak sedang bersama pria lain?Lagi pula, bukankah Annabelle tak pernah menerima bookingan dari pria yang sama untuk kedua kalinya 'kan?Mengapa pada Samuel dia bersedia di-booking untuk kedua kali? Apakah karena tertantang dengan ucapan pria itu? Atau, karena seminggu ini dia selalu memikirkan Samuel gara-gara kissmark yang pernah ditinggalkan pria itu?Sambil mengutuk keputusannya dalam hati, Annabelle mengganti dress brokat hitam dengan celana jeans dan kaos putih polos. Lalu menjejalkan high heels dua belas senti, pouch make up, dan dress-nya ke dalam paper bag hijau.Setelah berpamitan pada kru yang masih berjibaku merapikan sound system, kabel-kabel, komposer, hingga gendang rampak, Annabelle meninggalkan temannya yang masih asyik mengobrol dengan panitia penyelenggara acara.Annabelle berdiri di depan villa untuk menunggu Samuel yang mungkin saja akan segera tiba. Walau bagaimanapun, dia bisa memperhitungkan bahwa Samuel akan tiba dalam dua puluh menit dengan motornya.Ketika Annabelle belum lama berdiri di depan villa, dari kejauhan tampak sinar lampu mobil yang menyilaukan tertuju ke arahnya. Annabelle refleks menjauh dari gerbang, menduga bahwa itu adalah salah satu tamu yang mungkin menginap di villa tersebut.Sedan hitam mengilap itu rupanya berhenti di depan Annabelle, dan otomatis Annabelle berdiri dengan waspada hingga dia memeluk paper bag yang dijinjing untuk menutupi dadanya.Meski di halaman villa masih ramai, tetapi tetap saja di depan gerbang sedikit sepi. Annabelle lebih takut saat berhadapan dengan orang asing, alih-alih berhadapan dengan makhluk tak kasat mata.Dia berpikir, jika yang dihadapi adalah makhluk halus, mungkin dia hanya perlu merapalkan doa-doa yang diyakini akan membuat makhluk harus lari terbirit-birit.Akan tetapi, jika yang dihadapi adalah orang jahat, terutama pria, dia tak tahu harus bagaimana menghadapi mereka.Memang, Annabelle terkadang membawa stun gun—alat setrum untuk berjaga diri. Namun, kali ini dia tidak membawa benda itu karena awalnya dia akan pulang bersama salah satu ojek langganannya.Ketika kaca mobil diturunkan, semua prasangka Annabelle tentang hal-hal buruk menguap begitu saja ke udara. Yang muncul bukan makhluk halus atau orang jahat yang berpotensi membahayakan, tetapi makhluk Tuhan yang dianugerahi paras tampan dan berkharisma.Benar, itu adalah Samuel—si pria bertopi yang terlanjur mempesona dan membuat bibir Annabelle tanpa sadar mengukir senyum lega."Ayo naik!" perintah Samuel datar, tidak menyadari bahwa Annabelle tampak tak percaya melihat dia menjemputnya dengan mobil.Annabelle tidak butuh basa-basi untuk menolak ajakan Samuel. Lagi pula, dia berdiri di sana memang untuk menunggu pria itu kan? Sambil mengembuskan napas lega, Annabelle bergegas mengitari mobil dan membuka pintu depan di samping kursi kemudi."Hai, Om, apa kabar?" tanya Annabelle setelah duduk dan menarik pintu hingga tertutup.Entah mengapa, kejengkelan yang sebelumnya menaungi hati Annabelle tiba-tiba hilang begitu saja saat melihat wajah tampan Samuel. Bukan, kejengkelan itu bukan berganti dengan rasa senang. Namun, berubah menjadi rasa takut karena si tampan Samuel tampak bermuram durja."Buruk," kata Samuel sambil memanuver persneling, dia terlalu fokus pada kaca spion saat memarkirkan mobil untuk keluar dari area komplek villa."Kamu sengaja menghindar dariku sejak minggu lalu, ya, Anna?"Dari suaranya yang tak mengenakan, Annabelle tahu bahwa tidak ada gunanya menanggapi pria itu."Terserah apa kata Om," sahut Annabelle cuek. "Ngomong-ngomong, Om tahu nomor Aku dari mana? Perasaan minggu lalu kita nggak tukeran nomor."Pertanyaan Annabelle berhasil membuat Samuel menoleh menatapnya sekilas. Dia seolah mengingat-ingat apa yang dikatakan Annabelle, lalu menyadari bahwa mereka memang tidak pernah bertukar nomor."Si Anji, orang yang ngenalin kita minggu lalu," kata Samuel sambil fokus mengemudi saat mobil memasuki jalan raya yang masih cukup ramai—meski waktu menunjukkan hampir pukul satu dini hari."Oh, bang Anjelo maksudnya?" tanya Annabelle, memastikan.Alis tebal Samuel saling bertautan, seolah tak yakin dengan nama germo yang selama ini dia kenal. "Anjelo siapa sih?""Orang yang bawa aku ke penginapan Om minggu lalu. Aku nggak tau siapa namanya, tapi temen-temen manggilnya bang Anjelo—antar jemput lonte."Samuel tertawa geli mendengar bagaimana para wanita malam melabeli germo itu dengan sebutan Anjelo. Namun, dia sedang tak tertarik membicarakan pria itu."Anna, kamu ngapain sih di villa sampe malem-malem gini? Kalo nggak dipaksa ketemu, kayanya kamu bakal nginep karena ngelayanin banyak….""Nyanyi, Om," potong Annabelle buru-buru. Entah mengapa dia tak senang karena Samuel membahas itu lagi. "Aku emang lagi sama tamu, tapi bukan ngamar. Lagian tamunya bukan satu orang yang telanjang di atas kasur, tapi hampir lima puluh orang, termasuk istri dan anak mereka. Ngisi acara Family Gathering perusahaan ADM. Bisa nggak sih jangan nuduh aku lagi ngamar terus?"Annabelle bahkan terheran sendiri kenapa dia merasa berkewajiban menjelaskan hal itu pada Samuel—si pria asing yang baru satu kali bertemu."Oh." Adalah komentar singkat Samuel atas penjelasan panjang lebar yang diutarakan Annabelle."Jadi, selain ngelayanin tamu dan nari striptis, kamu juga bekerja sebagai biduan orgen tunggal, ya?" lanjut Samuel, kali ini nada bicaranya sedikit santai. "Kenapa nggak kerja di karaoke aja? Aku bisa masukin kamu di Cozy Karaoke kalau memang kamu suka—""Nggak, makasih, Om," potong Annabelle cepat. "Kalau nyanyi di tempat kaya gitu, aku pasti keiket. Jadi harus stand by tiap hari. Kalau kayak gini kan cuma sesekali. Paling sering juga seminggu sekali ada tawaran manggung.""Emang dibayar berapa tiap kali manggung?" tanya Samuel lagi, penasaran.Annabelle kemudian memberitahu besaran uang yang dia dapatkan dengan terperinci. Lalu, tiba-tiba Samuel bergumam, "Kalau aku minta ditemenin dari jam satu malam sampai jam satu siang besok, kamu mau minta bayaran berapa?"Samuel berhasil tiba di rumah ketika waktu menunjukkan pukul lima subuh, persis seperti yang Annabelle ingatkan.Selimut tebal berbulu lembut menggulung di atas betis Annabelle, dan Samuel memperkirakan wanita itu tampaknya berulang kali terbangun. Lalu, keadaan kembali menyeret Samuel pada realita tentang Annabelle. Menyadarkan dirinya tentang apa yang sudah dia lakukan pada wanita itu.Wanita yang sekali lagi Samuel paksa untuk masuk ke kehidupan dirinya dengan sisa-sisa kebahagiaan yang mungkin masih dia miliki. Jika Samuel berpikir masa lalunya begitu mengerikan, lalu bagaimana dengan Annabelle yang tadi siang histeris di rumah sakit?Samuel berjalan mengendap-endap ke arah tempat tidur, menarik selimut dan menutupi tubuh Annabelle. Meski gerakan Samuel begitu hati-hati, tetapi tetap saja hal itu membuat Annabelle terperanjat dengan mata terbelalak sekaligus. Untuk beberapa saat, keterkejutan jelas mewarnai Annabelle.Lalu, kemudian wanita itu mengembuskan napas lega— meskipun wa
"Banyak, Om, banyak ..." Annabelle menaikkan dagu dan menatap Samuel dengan angkuh."Misalnya?" Samuel menaikkan sebelah alis, mendesak penjelasan yang sama sekali tidak bisa dia pahami."Kan waktu itu kamu kasih aku sembilan juta, waktu kamu bilang mau pergi ke Bali sama istri dan anakmu selama sebelas hari, kamu janjinya mau luangin waktu seharian buat aku kalau udah pulang—""Anna, aku udah hampir dua minggu ini nemenin kamu seharian, masa kamu masih mau ungkit—""Dengerin dulu ih!" gerutu Annabelle kesal.Jadi, Samuel mengamati Annabelle sambil menahan sorot geli. Samuel menatap Annabelle lekat-lekat sementara dia menanti untaian kalimat yang akan bergulir di bibir ranum istrinya."Nih, yah, dengerin ... Kalau sebelas hari kepergian kamu sama dengan satu hari buat aku, aku perkirakan waktu kita berpisah itu selama dua ratus dua puluh hari, yang artinya utang waktu kamu buat aku itu ada dua puluh hari ..."Annabelle memelototi Samuel ketika pria itu hampir menertawainya, dan saat S
Tepat pukul sepuluh malam, Annabelle dan Samuel bersama anak mereka tiba di villa. Annabelle sudah terlihat sangat lelah, seolah ingin segera melemparkan tubuhnya ke tempat tidur— tak berbeda dengan Samuel.Namun, sayangnya Samuel tak bisa langsung beristirahat, terutama karena dia sudah ditunggu Dika sejak tadi.Selama tinggal di villa, Annabelle sudah terbiasa melihat kehadiran adik lelaki Samuel yang datang setiap malam, dan dia tak pernah mempertanyakan apa yang dilakukan Samuel dan adiknya.Saat itu, dia memilih untuk sama sekali tak peduli dengan apa yang dilakukan Samuel, atau pun ke mana pria itu pergi.Akan tetapi, kali ini mungkin dia harus sedikit peduli dan mencari tahu lebih banyak tentang suaminya. Terutama setelah dia Annabelle menyadari bahwa rumah tangganya dengan Samuel kali ini benar-benar dimulai dari awal, dengan status yang jelas berbeda dari sebelumnya."Kamu istirahat duluan, nanti aku nyusul," kata Samuel setelah mengantar Annabelle ke kamar. "Kalau mau mandi
Untuk pertama kalinya Annabelle memindai wajah Yunita, seolah merekam wajah dan penampilan wanita tersebut dalam memorinya. Namun, semakin menyadari bahwa wajah Yunita begitu mulus dan pandai bersolek, Annabelle semakin membandingkan dirinya dengan wanita itu, dan tak salah jika dia berkecil hati untuk saat ini.Yunita mengenakan jeans hitam ketat, dipadu atasan merah muda yang juga ketat, sehingga membentuk setiap lekuk tubuh wanita itu. Bahkan, kerah bajunya yang berpotongan rendah sedikit memperlihatkan payudaranya yang penuh dan tampak sintal.Harus Annabelle akui, bahwa dirinya lebih pendek dari pada Yunita. Posisi mereka yang berdekatan membuatnya tersadar bahwa tinggi Annabelle hanya sebatas dagu Yunita. Dari awal melihat wanita itu, pandangan Annabelle memang hanya terfokus pada bibir dan mata Yunita, tetapi kini dia juga bisa melihat hidung Yunita sedikit lebih mancung dibanding dirinya.Hal tersebut membuat Annabelle berpikir, pantas saja dulu Samuel langsung menceraikan Ann
"Kamu aja yang ke sana, aku nunggu di sini. Ngambil Samantha doang, terus nanti kamu langsung—""Kamunya ikut turun, Anna," tukas Samuel yang berdiri sambil menahan pintu di dekat Annabelle. Terkadang, Samuel harus ekstra sabar saat mendapati Annabelle bersikap kekanak-kanakan seperti itu. "Aku khawatir bakalan sedikit lama, soalnya si Alfian udah seminggu nggak ketemu aku. Ikut turun, ya?""Ish, tapi kan aku malu sama kakak kamu, Om!" Annabelle memberingis masam. "Pas ketemu waktu itu aku bentak-bentak kakak kamu. Masa sekarang—""Sayang, nggak apa-apa, dia juga nggak ambil hati, kok," Samuel membujuk sambil mengulurkan tangan, tetapi Annabelle tetap tak bergerak dari kursinya. "Lagian, kamu bilang kan waktu itu kaget karena Samantha nggak ada. Turun, yuk? Kakakku nggak suka gigit orang, kok."Annabelle tampak ragu. Sekali lagi dia mengedarkan pandangan ke depan, pada sederet motor yang terparkir di pelataran rumah. Sesungguhnya, dia benar-benar malu saat berpikir akan berhadapan den
"Kamu mah bener-bener keterlaluan. Udah mah ngasih hadiah ke cowok lain, ngerepotin sampe harus nemenin kamu nyari kantor pos buat kirim barang. Terbuka sih terbuka sama suami, nggak mau nyembunyiin hal apa pun, tapi kalau sampe perhatiannya kayak gitu, aku juga bisa sakit hati, Anna."Annabelle memiringkan kepala melihat bagaimana wajah Samuel begitu kusut, sementara bibir Samuel terus menggerutu selagi pria itu melaju dengan kecepatan tinggi.Bahkan, manuver-manuver yang dilakukan Samuel sedikit kasar. Dan Annabelle hanya bisa kasihan sekaligus berbunga-bunga melihat kecemburuan Samuel yang begitu besar.Sebelumnya, Annabelle tak pernah merasa dicemburui sebegitu terang-terangan oleh pria. Jadi, ketika Samuel bersikap demikian, bukan salah Annabelle jika dia ingin berlama-lama melihat suaminya terbakar cemburu. Entah mengapa, ada kebanggaan tersendiri bagi Annabelle dicemburui oleh pria yang dia cintai, suaminya."Ya udah ntar mah nggak usah bilang-bilang kamu kalau aku mau kasih ha