Share

BAB : 3

Author: Soffia
last update Last Updated: 2022-09-28 10:59:58

Mata Hana melotot, mendapati siapa yang menghampirinya kini. Sontak, dengan cepat ia mendorong Justin yang masih berada di atas badannya, hingga menyingkir. Setelah itu ia segera beranjak dari tempat tidur dengan tampang cemas.

"Papa," ujarnya menghampiri seorang laki-laki paruh baya.

"Apa yang kamu lakukan?!" tanya laki-laki paruh baya itu dengan wajah penuh emosi. Bagaimana ia tak emosi, mendapati anak gadisnya malah beradegan seperti itu di depan matanya sendiri. Mending kalau hanya dapat info dari orang lain, lah ini justru melihat langsung.

"Aku nggak lakuin apa-apa, Pa," jawab Hana. "Dia yang bikin masalah buatku," tambahnya menunjuk kearah Justin yang masih duduk di pinggiran tempat tidur dengan ekspressi santai, seolah tak sedang terjadi masalah apa-apa.

Emil, papanya Hana menatap tajam kearah Justin. Perlahan melangkah untuk semakin mendekat. Tapi tiba-tiba dahinya berkerut saat memikirkan sesuatu ketika mendapati siapa yang sedang berhadapan dengannya kini.

"Kamu Justin, kan?"

"Benar," jawab Justin singkat.

Rasanya ia ingin meluapkan rasa emosinya pada Justin saat mengingat kejadian barusan. Tapi semua rasa itu seolah terhenti ketika mengingat siapa sosok Justin sebenarnya.

"Ada masalah?" tanya Justin balik pada Emil.

"Apa yang kamu lakukan pada putri saya?!"

Justin beranjak dari duduknya, kemudian berdiri dihadapan Emil. "Saya nggak melakukan apa-apa dan ini juga bukan salah saya. Tanya pada putri Anda, kenapa ini semua bisa terjadi?"

"Yang benar saja kalian menyalahkan Justin untuk masalah ini. Sudah jelas sekali kalau gadis ini yang menggodanya. Kalian benar-benar membuat masalah dalam keluarga saya!"

Alice muncul lagi, karena masih tak terima kalau Justin berurusan dengan Hana. Apalagi cowok itu malah memilih dia. Lalu, bagaimana nasibnya selanjutnya?

"Diam! Ini bukan urusanmu!" bentak Justin pada Alice.

Alice memang takut pada Justin, tapi untuk urusan kali ini ia tak mau ambil resiko terburuk. "Justin, aku berhak ikut campur untuk masalah ini, karena aku ..."

Perkataan Alice terhenti seketika saat tatapan tajam itu mengarah padanya. Seperti sebuah badai yang menghentikan langkahnya tiba-tiba.

"Justin, jangan membentak Alice seperti itu lagi. Ingat, dia itu ..."

"Semuanya bisa diam, tidak! Atau silahkan keluar dari kamarku!!"

Oke ... semuanya diam saat Justin sudah mengeluarkan suaranya. Bahkan, orang tuanya dibuat terdiam. Bukan apa-apa, hanya saja mereka tahu seperti apa watak Justin yang kalau semakin dilawan dan dibantah, justru akan semakin menjadi-jadi. Dia tak akan melihat status sekalipun saat emosi.

"Han, jelasin sama Papa apa yang sebenarnya terjadi?! Dan jangan katakan kalau kamu sudah melakukan kesalahan terbesar itu!"

Ia pastikan dirinya akan habis kena marah sama papanya. Ini bukan hanya larangan pacaran yang dilanggarnya, tapi lebih parah lagi. Jangan sampai dirinya didepak dari silsilah keluarga hanya karena kesalahan yang nggak jelas ini.

"Hana!" Bentak Emil saat Hana masih diam membatu.

"Aku nggak lakuin apa-apa, Pa. Beneran," ungkapnya memastikan. Tapi entahlah, ia juga tak tahu apa yang sudah terjadi.

"Apa yang kamu katakan!? Kamu mau membuat nama orang tuamu dan keluargamu buruk di mata semua orang. Begitukah?"

"Papa ... semalam aku mabuk dan salah masuk kamar. Tapi aku pastikan antara aku dan dia," tunjuknya kearah Justin yang masih diam tanpa rasa cemas. "Nggak terjadi apa-apa. Aku yakin itu."

Mendengar penjelasan Hana, langsung saja ia layangkan tamparan kearah wajah gadis itu. Tapi terhenti saat Justin justru menahannya tangannya.

"Jangan lakukan itu pada Hana," komentar Justin.

Kalau Hana salah, mungkin ia akan biarkan tamparan mendarat di pipi gadis itu, tapi di sini dia hanya melakukan kesalahan kecil. Hanya salah masuk kamar. Dan ia juga tak melakukan apa-apa pada Hana, pun sebaliknya. Hanya saja di saat semua orang muncul, keduanya sedang beradegan mesra. Itulah yang jadi pemicu.

Kebayang, kan, gimana tampang juteknya Alice saat mendapati sikap baik Justin pada Hana? Bahkan sebagai wanita terdekat dalam kehidupan Justin, ia tak pernah diperlakukan sebaik itu.

"Saya tahu kalau ini salah, tapi jangan melakukan kekerasan itu padanya. Lagian, saya juga nggak melakukan apa-apa pada Hana. Dan itu saya pastikan." Justin meyakinkan Emil.

Emil memandang ketus kearah Justin. "Mendapati putrinya berada di dalam satu kamar dengan seorang laki-laki, bahkan sedang beradegan ..." Ia tak bisa mengucapkan perkataan itu. "Apa menurutmu sebagai orang tua, saya tak merasa cemas? Dia itu seorang gadis, masih SMA ... meskipun tak melakukan hal yang lebih, tetap saja namanya sudah dipandang buruk!" jelas Emil.

Hana mulai menangis. "Tapi beneran, Pa ... aku nggak lakuin apa-apa." Ia tak menyangka jika masalah ini dampaknya begitu buruk. Kalau tahu begini, mending tadi tak menelepon papanya.

"Diam! Pernyataanmu bahkan tak mempengaruhi penilaian Papa padamu, Hana!"

"Sudah saya katakan, jangan membentaknya lagi!" Kali ini Justin merasa tak rela saja kalau Hana dimarahi, meski oleh orang tuanya sekalipun.

Emil menarik lengan Hana dengan kasar dari pegangan Justin, kemudian memandang dingin pada cowok itu. "Saya tahu kalau kamu punya pengaruh besar dalam bisnis, tapi untuk urusan pribadi, tetap saja itu beda arah!"

Setelah menyatakan rasa sakit hatinya itu, Emil membawa paksa Hana dari sana dengan paksa. Bahkan ia mencengkeram tangan putrinya itu, bentuk rasa marahnya.

"Sakit, Pa," isaknya saat cengkeraman papanya terasa menyakitkan di lengannya.

Seperginya Emil dan Hana dari sana, Alice mendekati Justin yang masih berdiri diam di posisinya.

"Kamu lihat, kan, sekarang? Bahkan papanya saja memandangnya buruk. Sementara kamu seolah terus membelanya tanpa memikirkan perasaanku." Menyentuh wajah Justin dengan lembut, tapi sikapnya malah dibalas kasar oleh Justin yang menyentakkaan tangannya.

Justin masih diam. Pikirannya seolah fokus pada Hana.

"Apa yang terjadi padamu? Apa yang telah dia lakukan padamu hingga membuatmu lupa diri? Ini baru beberapa jam dan kamu sudah berhasil dipengaruhi oleh gadis SMA itu!"

Tadinya tak menghiraukan ocehan Alice, tapi makin dibiarkan justru mulut wanita ini seakan-akan tak berniat diam.

Menatap ke arah orang tuanya. "Ma, Pa ... tolong bawa dia pergi dari sini sebelum sesuatu yang buruk ku lakukan padanya!"

"Justin!" Bentakan itu berasal dari papanya Alice.

"Sekarang!" Matanya memerah menatap tajam kearah laki laki paruh baya yang sepertinya tak rela saat Alice ia perlakuan buruk.

Iya, bentakannya itu membuat orang tuanya dan orang tua Alice segera berlalu dari sana. Termasuk Alice yang masih tak terima dengan perlakuan Justin padanya.

****

Emil menyeret Hana hingga ke dalam kamar yang berada di lantai dua. Beberapa kali gadis itu terjerembab atas tarikan Emil, tapi dengan tanpa rasa kasihan dia menarik kembali gadis itu hingga berdiri.

Arini yang saat itu berada di kamar langsung bergegas mengikuti langkah anak dan suaminya menuju lantai atas.   Apalagi tangisan Hana begitu jelas terdengar, membuat rasa penasarannya semakin menjadi.

"Ada apa ini? Kenapa memperlakukan Hana seperti itu?" tanya Arini tampak kesal pada suaminya.

"Tanya pada putrimu, apa yang sudah dia lakukan," ungkap Emil menunjuk kearah gadis yang kini terduduk di lantai kamar sambil menangis.

Arini menghampiri Hana. "Ada apa, sih, Han? Bilang sama Mama."

"Ma, aku ..."

"Putri satu-satunya di rumah ini, melakukan kebodohan yang membuat hidupnya hancur. Bahkan keluarga kita akan ikut hancur gara gara kelakuannya!"

"Apa?" Arini semakin dibuat bingung.

"Dia berada dalam satu kamar dengan seorang laki-laki. Dan kamu tau apa yang ku dapati saat masuk? Mereka malah sedang beradegan ..." Ia memijit pelipisnya. Kepalanya seakan mau meledak mengingat kejadian itu. Berharap penampakan itu hilang dari ingatannya.

Arini kini memandang kearah Hana. "Apa benar itu, Han?" tanyanya seolah tak percaya. Bahkan berharap ini semua nggak benar.

Tangis Hana semakin menjadi-jadi. "Enggak, Ma ... aku nggak lakuin apapun. Aku hanya salah masuk kamar dan ..."

"Jadi, apa menurutmu yang Papa dapati saat masuk tadi adalah sebuah kebohongan. Begitukah?"

Arini benar-benar merasa shock dengan kejadian ini. Berharap Hana akan menjadi gadis yang benar, justru malah membuat masalah besar. Ia memang tak menyaksikan langsung, tapi mendengar kalau suaminya bicara begitu tentu saja ia percaya.

"Dan asal kamu tahu, laki-laki yang bersamanya adalah Justin," tambah Emil mengungkapkan.

"Apa?!" Arini kaget.

Bukan apa-apa, hanya saja Justin bukan orang sembarangan dalam bidang bisnis. Untuk itulah, semua bisnismen pasti mengenalnya ... yang kalau bermasalah dengan dia, pasti akan dibuat kalah telak. Tapi sekarang justru Hana malah menciptakan masalah itu dengan Justin.

"Apa semua orang mengetahui kejadian ini?" tanya Arini pada Emil.

"Keluarga dia ada di sana saat kejadian."

"Astaga, Hana! Jujur saja, Mama kecewa sama kamu! Karena masalah ini, kamu sudah membuat keluarga kita bermasalah dengan orang yang tak tepat. Semuanya hancur!"

Saking kesalnya, Arini sampai mengumpat pada Hana habis habisan. Ia seolah melupakan kalau gadis yang masih menangis itu adalah putrinya.

"Tapi aku nggak lakuin hal apapun sama dia, Ma. Bahkan sampai saat inipun ku pastikan kalau aku masih gadis," jelas Hana memastikan.

"Meskipun begitu kenyataannya, tapi tetap saja tak semua orang bisa berpikiran positive! Mana ada gadis baik-baik berada dalam satu kamar dengan seorang laki-laki! Pikir dong, Hana ... pikir!"

Emil menarik napasnya panjang, berusaha menahan emosinya agar tak makin menjadi.

"Mulai sekarang, kamu nggak boleh keluar dari kamar! Nggak akan ada lagi shooping, jalan-jalan, apalagi sekolah! Diam di kamar adalah hukuman yang harus kamu jalani, Hana!"

Arini melangkah keluar dari sana diikuti oleh Emil. Tak hanya itu, dari luar keduanya bahkan mengunci pintu kamar.

Apalagi yang ia lakukan kini kalau bukan menangis. Ya, menangisi kebodohan yang telah dilakukannya. Menyesal karena menghubungi papanya. Berharap membantu, justru masalahnya bertambah besar.

Sekarang apalagi kalau bukan hanya diam di kamar layaknya seorang penjahat yang di penjara karena sudah melakukan tindakan kejahatan. Menghabiskan hari-hari penuh kebosanan sampai mati. Ia akan mati konyol di kamar ini. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Neng Nengsih
bagus ini crita nyh ...
goodnovel comment avatar
bandung sihombing
biasa aja. tdk ada yg istimewa
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Istri Kedua Sang Billionaire    ENDING

    Semalam akhirnya yang menjaga Riga adalah Tian dan Willy bersama Justin. Sedangkan Hana, Rhea dan Vio pulang ke rumah. Itupun penuh drama malam tengah malam, karena Vio tak ingin pulang jika Riga tak pulang bersamanya. Akhirnya dengan bujukan kakaknya itu semua bisa kelar. Sudahlah, kalau Vio mulai merengek dan tak terima akan sesuatu, bersiap saja untuk mendengar dia menangis dan mewek mewek. Dan pagi ini, tepat saat sarapan bersama Hana, gadis kecil itu kembali berulah. Dia nggak mau sarapan dan sekolah, jika tak bersama Riga. Membuat Hana dibuat pusing di pagi hari. “Riga nggak pernah suka dengan apa yang kamu lakukan ini, Sayang.” “Aku mau dia di sini denganku. Aku janji, Ma ... nggak akan berbuat yang bikin dia kesal. Aku janji nggak akan merengek dan berteriak teriak lagi di dalam rumah. Tapi, bawa kakak pulang.” Lihatlah, mukanya sudah memerah, menahan air mata yang sudah mengenang di kelopak matanya. Tapi sepertinya dia sedang menahan rasa itu. “Apa sekarang kamu mau ikut

  • Istri Kedua Sang Billionaire    BAB : 134

    Tian mendorong kursi roda, dengan Riga yang duduk di sana. Sementara Willy memgangi tabung cairan infus, agar berada tetap di posisi lebih tinggi. TadinyaTadinya Riga meminta dokter agar infusnya dilepaskan, tapi dokter ternyata tak menginjinkan. Dikarenakan kondisi tubuhnya yang memang belum stabil.Sampai di depan sebuah ruang perawatan, Tian menghentikan langkahnya. Sedikit berjongkok dihadapan bocah 9 tahun itu.“Ga, kamu ingat, kan, apa yang dokter bilang.”Mengangguk pertanda ia paham apa yang di maksud oleh Tian.“Aku janji nggak akan bikin Papa khawatir, aku juga nggak ingin Papa sakit hanya karena memikirkanku. Kau baik baik saja, dan akan selalu baik baik saja,” terangnya.Bahkan hanya mendengar putranya berkata seperti itu saja, mampu membuat hati Hana teriris. Dia sakit, bisa dikatakan sakit parah ... tapi lihatlah, sikap yang dia tunjukkan bahkan seolah tak sedang sakit. Hal yang membuatnya benar benar bangga memiliki Riga.Willy membuka pintu ruangan itu. Melangkah masu

  • Istri Kedua Sang Billionaire    BAB : 133

    Sudah hampir satu jam Semuanya pergi dan sekarang tentu saja Rhea merasa was was. Apa yang tengah terjadi, kenapa semuanya belum kembali satu orang pun? Jadi makin dibuat bingung karena Riga terus bertanya kenapa orang tua dia belum kembali.“Tante, kenapa Papa sama Mama belum kembali?”Rhea tersenyum manis pada Riga, kemudian mengelus wajah manis itu dengan lembut.“Sabar, ya, Sayang. Mungkin Mama sama Papa kamu lagi mendengarkan penjelasan dokter dulu. Atau, mungkin dokternya lagi ada pasien, jadinya mereka harus nunggu deh.”“Alasan yang nggak meyakinkan,” responnya dengan nada tak terima akan penjelasan Rhea yang berpatokan pada kata mungkin.Ayolah, dihadapkan pada posisi di mana dirinya hanya berdua dengan Riga, itu begitu sulit. Karena dia adalah tipe anak yang punya pikiran cerdas dan nggak akan gampang dibohongi.“Perasaanku nggak enak,” gumamnya perlahan.Di saat yang bersamaan, Tian datang. Seketika Riga langsung bangun dari posisi tidurnya dan berharap jika orang tuanya j

  • Istri Kedua Sang Billionaire    BAB : 132

    Seperti yang sudah direncanakan semalam, hari ini Riga akan melanjutkan pemeriksaan menyeluruh termasuk tes lab. Berharap jika apa yang diperkirakan Dokter semalam tak benar benar terjadi. Entah apa yang akan ia lakukan jika hal buruk itu terjadi pada putranya.Lagi lagi hanya bisa menunggu ketika putranya harus menjalani pemeriksaan dalam waktu yang lama. Bahkan berjam jam. Sungguh, ini rasanya menyakitkan hatinya sebagai seorang ibu.Dari kejauhan tampak dua orang berjalan cepat mengarah pada Hana dan Justin. Ya, Tian da Rhea.“Han, gimana Riga?” tanya Rhea langsung pada Hana.Bukannya menjawab pertanyaannya, Hana justru langsung memeluknya erat. Tentu saja itu membuat hatinya justru tak tenang. Ditambah lagi dengan dia memasang wajah sendu. Tak hanya Hana, raut muka Justin juga tampak tak baik baik saja. seperti baru saja mendengar sebuah kabar tak mengenakkan.“Ada masalah sama Riga?” tanya Tian ikut bertanya pada Justin. “Dia baik baik aja, kan?”Justin hanya mengangguk. Ia sanga

  • Istri Kedua Sang Billionaire    BAB : 131

    Hana dan Justin berada di depan ruang UGD, menunggu dokter keluar dari sana untuk memberikan hasil tentang keadaan dan kondisi Riga. Raut cemas tampak begitu jelas di wajah keduanya, terutama Hana yang sedari tadi terus saja menangis.Sedangkan Justin, jangan ditanya lagi seperti apa perasaannya saat ini. Bahkan saat mendapati kondisi Riga ketika sampai di rumah, nyaris membuat otaknya seperti sedang dihantam sebuah kenyataan yang menyakitkan. Bukan berniat untuk berprasangka buruk, tapi kejadian ini membuatnya benar benar tak bisa tenang.Justin membawa Hana ke pelukannya, berharap istrinya ini bisa tenang. Karena dengan melihat dia begini, jujur saja ia semakin cemas. Dan tak berharap jika kebiasaannya juga akan ikut kambuh. Itu tentu saja membuat istrinya seakan makin bingung.“Jangan nangis terus ... anak kita akan baik baik saja, Sayang,” bisik Justin menenangkan hati Hana.“Aku takut Riga kenapa kenapa, Je. Aku nggak mau dia sampai sakit,” balas Hana.“Aku tahu, tapi kalau kamu

  • Istri Kedua Sang Billionaire    BAB : 130

    Hana langsung tersentak ketika mendapatkan telepon seperti itu dari putranya. Darahnya seketika berdesir hebat, saat suara ringisan putranya masih terdengar di pendengarannya.“Ada apa?” tanya Justin kaget melihat raut khawatir di wajah Hana.“Kita pulang sekarang. Terjadi sesuatu sama Riga,” jawab Hana langsung beranjak dari posisi duduknya dan membawa Vio segera mengikutinya.Justin langsung mengikuti langkah Hana yang sudah lebih dulu berlalu keluar dari restoran.“Kak Riga kenapa, Ma?” tanya Vio saat berada dalam mobil, karena bingung dengan sikap kedua orang tuanya.Tak ada jawaban yang diberikan Hana pada pada putrinya. Ia fokus menelepon seseorang, hingga mengabaikan pertanyaan Vio.“Hallo, Mbak Reni ... cek Riga di kamar sekarang, ya,” pinta Hana dengan nada cemas.“Memangnya ada apa, Bu?”“Cepetan!” emosinya ketika perintahnya malah dibalas pertanyaan.“I-iya, Bu.”Hana bisa mendengar langkah cepat sang pengasuh anak anaknya itu melangkah cepat menuju lantai atas, karena terd

  • Istri Kedua Sang Billionaire    BAB : 129

    Seperti yang sudah direncanakan sebelumnya, kalau malam ini akan makan di luar. Tentu saja bukan makan malam berdua, karena harus diingat, ada Vio dan Riga.Jam sudah menunjukkan pukul 7 malam, si princess yang sudah dari tadi siap, hanya bisa mondar mandir seperti setrikaan rusak saat orang tuanya dan juga kakaknya belum menampakkan diri dihadapannya. “Udah siapa, Sayang?” tanya Hana pada Vio yang akhirnya duduk di sofa dengan muka cemberut.“Udah dari tadi, Mama. Tapi semua orang malah belum apa apa.”Justin tersenyum dengan tingakh putrinya yang satu ini. Pokoknya kalau mau pergi pergi, dia yang paling gercep untuk siap siap.“Riga mana?” tanya Justin karena tak mendapati putranya di sana.“Aku nggak mau ikut,” sahutnya menuruni anak tangga dari lantai atas ... masih dengan pakaian rumahannya.“Loh, kok nggak ikut?” tanya Hana menghampiri Riga yang seperti biasa ... sikapnya selalu kalem seakan tak memiliki perasaan.“Nggak kenapa kenapa, kok, Ma ... cuman males aja. Ada tugas jug

  • Istri Kedua Sang Billionaire    BAB : 128

    Perlahan tapi pasti, hal hal yang dianggap baru dan asing juga akan terbiasa menghiasi hari hari. Begitupun dengan apa yang sedang dialami oleh Hana. Yang tadinya ia hanya berdua dengan Justin, kini semua terasa ramai ketika ada dua anak yang seakan membuat suasana di rumah terasa hangat.Justin yang tadinya hanya fokus mengurus pekerjaan meskipun di rumah, kini seolah merombak jadwal dan aktifitasnya. Saat di rumah, dia hanya akan fokus untuk keluarga. Tak ada lagi pekerjaan kantor yang dibawa pulang.Semakin terbiasa tanpa adanya bantuan perkara urusan si kecil, membuat Hana merasa benar benar full jadi ibu seutuhnya. Semua dilakukan sendiri, meskipun harus mendengar ocehan Justin yang menganggap dirinya kecapean.Jujur saja, ini rasanya memang capek ... hanya saja semua rasa itu seolah sirna ketika melihat mereka tersenyum padanya, seakan mengatakan terimakasih.Rasanya satu hari itu berlalu begitu cepat. Masih berputar putar dan fokus pada Riga dan Vio, tiba tiba saat selesai hari

  • Istri Kedua Sang Billionaire    BAB : 127

    Rasanya benar benar terasa lega, ketika akhirnya setelah beberapa hari di rumah sakit, kini kembali ke rumah. Tentunya pulang dengan tambahan dua anggota baru yang akan menghiasi suasana rumah.Sebelumnya hanya berstatus sebagai seorang istri, sekarang bertambah dengan status ibu dua anak. Ayolah, itu rasanya benar benar sulit dipercaya dengan dirinya yang masih berusia 20 tahunan.Justin membantu Hana turun dari mobil dengan si kembar yang berada dalam gendongan dua orang suster. Jangan berprasangka buruk dulu kalau dirinya akan menggunakan jasa dalam merawat anak anaknya, bukan seperti itu. Ini hanya untuk beberapa hari ke depan, setidaknya sampai luka bekas operasinya mulai membaik dan aman untuk banyak bergerak.Tak lama, dua mobil tampak memasuki area pekarangan. Bisa ditebak siapa yang datang. Itu mobil Tian dan Willy, yang artinya ... pasti pasangan mereka juga ikut.Melanjutkan langkah memasuki rumah, tempat yang membuatnya tiba tiba rindu, meskipun kadang menyebalkan juga kar

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status