Home / Romansa / Istri Kedua Sang Jenderal / 03. Patuhi Jenderalmu

Share

03. Patuhi Jenderalmu

Author: rainaxdays
last update Huling Na-update: 2025-05-28 12:04:06

“Biar kuberitahu satu hal padamu. Aku membencimu dan akan selalu membencimu. Aku melakukan ini demi ayahku. Jadi, jangan berharap aku akan bersikap lemah-lembut padamu. Aku tidak akan pernah melakukan penghormatan seperti yang dilakukan orang lain.”

Anna menatap Kaiden tepat di mata, tak menyesal sedikit pun mengatakannya. Ia merasa perlu memberi tamparan tak kasat mata setelah Kaiden menyudutkannya.

“Dimengerti,” ucap Kaiden dengan seringai keji, sama sekali tidak terpengaruh dengan ucapan Anna. “Kupikir, tidak ada orang yang tidak membenciku," gumamnya, seolah bicara dengan dirinya sendiri.

Anna menyipitkan matanya. Tiba-tiba, pria itu berdiri dan membungkuk ke arahnya. Anna membelalak saat Kaiden menyentuh dagunya dan mendongakkan kepalanya sampai mata keduanya bertemu.

Mata biru Anna terlihat seperti air jernih di laut yang disinari matahari, kontras dengan mata hitam Kaiden yang gelap seperti lautan mati tanpa cahaya.

Kaiden menyeringai. “Kau juga harus tahu satu hal, wanita angkuh. Aku juga tidak ingin menikahimu, tapi ini adalah perintah dari Pemimpin Shelton. Kau pikir aku akan senang menempatkan wanita liar sepertimu di mansionku? Kalau bukan karena otakmu yang cerdas, seharusnya kau sudah lama dibuang keluar gerbang karena ketidaksopananmu itu.” Kata-katanya ditekankan dan penuh dengan arogansi.

Anna berdecak pelan dan menjauhkan wajahnya. Ia tidak peduli apa pendapat Kaiden tentangnya.

Kaiden duduk kembali di kursinya, tampak puas melihat wajah masam Anna. Ia mengambil tehnya yang sudah dingin, lalu menyesapnya.

Kaiden sengaja mencicipi teh itu sedikit demi sedikit, seolah masih sangat hangat. Anna menyadari kalau terlepas dari kekejamannya, pembawaan Kaiden selalu tampak berwibawa—menunjukkan statusnya yang tinggi.

Hal itu membuat Anna semakin kesal.

Kaiden adalah tangan kanan Shelton Damme, orang nomor dua yang dihormati di Mosirette, sementara Anna hanyalah rakyat jelata yang tidak tahu sopan santun.

Perbedaan itu seakan terukir jelas dalam tatapan Kaiden yang terarah pada Anna.

Anna memilih untuk menatap kakinya sendiri, daripada wajah Kaiden yang menyebalkan.

Hening.

Keduanya sama-sama diam.

Anna berharap pria itu segera pergi dari rumahnya.

Tetapi Kaiden yang merasakan ketidaknyamanan Anna dengan sengaja menikmati waktunya sendiri. Membuat Anna lagi-lagi merasa berada di rumah orang lain.

Terlintas di pikiran Anna mengenai reaksi istri pertama Kaiden. Ia bertanya-tanya apakah Kaiden peduli dengan hal itu atau tidak. Mereka selalu terlihat mesra di majalah maupun koran, tetapi siapa yang tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Ia dengar sikap Selena tidak semanis yang orang-orang kira.

Bisakah dia memprovokasi Kaiden agar marah dan segera pergi dari rumahnya?

Walaupun ia tahu pria itu bisa mengontrol emosinya dengan mudah, setidaknya Anna perlu mencoba. Ia sudah tidak tahan berada satu ruangan dengan Kaiden.

“Aku sebenarnya bertanya-tanya bagaimana reaksi istri pertamamu,” ucap Anna dan Kaiden melirik. Anna tersenyum simpul. “Jika aku dibawa ke mansionmu, apa itu berarti aku akan tinggal bersama istri pertamamu?”

Kaiden meletakkan cangkir tehnya dan menatap Anna. “Apa kau menginginkan mansion untuk dirimu sendiri, jadi hanya ada kita berdua?” katanya dengan seringai menggoda.

Anna terbelalak dan menggeleng. “Tidak, bukan—lupakan saja.”

Kaiden tersenyum miring. “Yah, bagaimanapun juga, kau dan istri pertamaku harus akur. Perintah adalah perintah dan apa yang Pemimpin Shelton tetapkan harus kau patuhi. Tidak ada perbedaan antara kalian berdua. Yang paling penting, kalian harus menghormatiku.”

“Ah, aku pernah membacanya,” ucap Anna, menghela napas. “Sistem patriarki di abad pertengahan. Dan sekarang pun masih sama. Laki-laki adalah pemimpin dan perempuan harus tunduk, bukan begitu?”

“Kau keberatan?”

“Aku keberatan pun tidak akan ada gunanya. Kau akan tetap mengontrolku selayaknya hewan peliharaanmu.” Anna mendengus pelan. “Tapi jika kau sampai melewati batas, maka aku tidak akan segan-segan melawanmu.”

Kaiden menaikkan satu alisnya dan terlihat akan tertawa. “Untuk ukuran rakyat jelata, kau adalah perempuan yang sangat arogan.”

“Rakyat jelata juga manusia. Tapi di dunia ini, kekuasaan yang membuat seseorang dihormati, bukan?” Anna tertawa hambar. “Bukankah rakyat jelata terlihat seperti sampah di depan warga yang tinggal di ibu kota?”

Kaiden membuang napas kasar. Ekspresinya menunjukkan bahwa perkataan Anna benar adanya. “Jadi, kau ingin aku memperlakukanmu seperti batu jadeite?”

“Tidak. Aku tidak menginginkan apa pun darimu selain pembatalan pernikahan.”

“Kau bisa bertanya pada Pemimpin Shelton. Sudah kubilang aku melamarmu karena perintahnya,” kata Kaiden seraya melipat kedua tangannya di depan dada, tahu benar kalau Anna tidak bisa berkutik dengan pernyataan itu.

Anna menggerutu dalam hati, benar-benar frustrasi dan tidak tahu harus bagaimana lagi agar pernikahannya dengan sang Jenderal batal.

Apakah ia sungguh tidak memiliki pilihan lain?

Kabur, mungkin.

Tetapi itu terdengar mustahil.

Ia akan mati dilahap oleh singa gurun di luar sana dan tidak ada seorang pun yang akan menyelamatkannya. Lagi pula, ia masih memikirkan ayahnya yang sakit dan tidak mungkin meninggalkannya begitu saja.

Di sisi lain, Kaiden dengan santai menghabiskan tehnya. Kemudian, ia mengecek pistol di pinggangnya.

“Aku akan menemuimu lagi minggu depan untuk membahas gaun dan cincin, jadi kuharap kau tidak bertanya soal pembatalan pernikahan lagi,” ucap Kaiden, berdiri dari tempatnya. Anna mendongak menatapnya dan Kaiden menyeringai tipis. “Semuanya sudah jelas dan aku akan menemui ayahmu setelah ini.”

Anna hanya bisa terdiam. Dadanya bergemuruh.

Ketika Kaiden akhirnya melangkah pergi, Anna bergegas mengikuti di belakang. Jika Kaiden sudah berada di beranda rumahnya, ia akan langsung menutup pintu.

Tetapi harapan Anna sepertinya tidak pernah terkabul saat Kaiden malah berhenti di ambang pintu. Ia lalu berbalik menghadap Anna yang refleks berhenti melangkah.

Kaiden menatap dengan ekspresi yang seolah mengharapkan sesuatu, sementara Anna balas menatap dengan kening berkerut.

Apalagi yang pria ini inginkan?

“Apa aku harus pergi dengan cara tidak sopan ini?” sahut Kaiden dan Anna tercengang. “Kau berniat meninggalkan calon suamimu tanpa mengatakan sepatah kata pun?”

Apakah dia menginginkan sebuah penghormatan? Anna tidak akan pernah melakukannya.

Anna mundur selangkah. “Silakan kembali, kurasa tidak ada lagi yang perlu kukatakan atau... kulakukan.”

Anna hendak berbalik, tetapi Kaiden tanpa diduga meraih pinggangnya. Ia memeluk Anna terlalu erat sampai wanita itu bahkan tidak bisa memberontak.

“Apa yang kau lakukan?!” geram Anna.

Kaiden tertawa kecil dan tangannya yang besar perlahan melingkari tengkuk Anna.

Anna membeku di tempat, jantungnya berdebar tidak karuan. Tangan Kaiden yang berada di lehernya terasa hangat, dan genggamannya cukup kuat, meskipun tidak sampai menyakiti Anna.

Apakah Kaiden berniat untuk mematahkan lehernya? Karena ketidaksopanannya?

Untuk waktu yang lama, pria itu hanya terus menatapnya. Anna terdiam kaku, lidahnya terasa kelu untuk bicara.

Detik demi detik yang berlalu terasa lambat.

Setelah jeda panjang yang tidak menyenangkan, Kaiden menunduk dan berbisik di telinga Anna, “Biar kuberitahu satu tips untuk bertahan hidup di dunia yang keras ini. Patuhi jenderalmu, maka hidupmu akan bahagia.”

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Istri Kedua Sang Jenderal   57. Kesalahan Kedua

    “Dominic?” Wajah Anna berkerut, menatap sosok yang tengah berdiri di dekat gerbang masuk. Ia selalu melihat seorang prajurit kelas atas berjaga di sana, tetapi baru kali ini melihat Dominic yang mengambil alih tugas itu. Sepertinya, ada jadwal bergiliran menjaga mansion untuk setiap prajurit Mosirette. Dan sekarang adalah giliran Dominic. Meskipun Kaiden jelas-jelas tidak menyukai Dominic, dia masih berpegang teguh pada aturan—tidak mencampurkan masalah pribadi dan pekerjaan. Jadi, mau bagaimana pun juga, Dominic tetap berjaga di mansion miliknya. Anna memutuskan untuk mendekat, mengingat Kaiden belum kembali dari barak. Ada satu hal yang ingin ia tanyakan setelah membaca beberapa buku militer milik Kaiden. Kakinya yang masih sakit agak tertatih, dan itu membuat heels-nya menubruk lantai dengan keras. Bunyinya menarik perhatian Dominic. Dia menoleh dengan waspada, tetapi kemudian ekspresinya berubah. Senyumnya dengan cepat merekah begitu melihat Anna. “Hei, pengantin b

  • Istri Kedua Sang Jenderal   56. Bertengkar dengan Selena

    Foto-foto Anna bersama Kaiden dikirim ke mansion sore ini. Tetapi, bukan Anna yang menerimanya, melainkan Selena. Pelayan yang menerima paket itu sudah mengatakan bahwa isinya untuk Anna, namun Selena bersikeras ingin mengambilnya dan membukanya. Dan seperti yang Anna khawatirkan, Selena melihat semua foto itu. Semua pose mereka yang romantis, intim, dan sensual, bahkan beberapa foto candid yang Monica ambil sebagai ‘bonus’. Anna berdiri di lorong lantai dua, sementara Selena menghampirinya dengan berang. Hak sepatunya menubruk lantai dengan keras saat dia terburu-buru menghampiri Anna dengan emosi. Wajahnya memerah padam dan bibirnya berkerut kesal. Dia berhenti di depan Anna dan melemparkan foto-foto itu ke depan wajahnya dengan kasar. “Dasar jalang!” Selena meraung. “Apa kau yang meminta semua pose itu, hah?! Apa kau yang memintanya?!” “Monica. Bukan aku.” Anna bicara dengan suara tenang. Kakinya sakit dan ia hanya beranjak bangun dari tempat tidur untuk mengambil pake

  • Istri Kedua Sang Jenderal   55. Hasrat Tak Tertahankan

    Apakah... Kaiden sedang bergairah? Anna tidak ingin tahu. Ia tidak ingin tahu. Tetapi, ia sudah terlanjur tahu. Pipinya terasa panas tanpa bisa ia kontrol. Berbaring di atas tubuh Kaiden yang hangat otomatis mengingatkannya pada malam pengantin mereka. Menarik napas panjang, ia berusaha menormalkan ekspresinya. Tetapi, sulit untuk fokus ketika napas Kaiden yang terasa memberat terus menerpa kepalanya. Kaiden sedang terangsang di bawah sana. Dan Anna yang berbaring di atasnya tidak membantu sama sekali. Pose kedelapan mereka sebelumnya terlalu sensual. Mungkin itu penyebabnya. Kaiden harus memeluk tubuhnya dari belakang, sementara ia bersandar ke dada pria itu. Lehernya terekspos dan Kaiden menenggelamkan wajahnya di sana. Satu tangan Kaiden berada dekat dengan payudaranya, sementara tangan lainnya mencengkeram pinggangnya. Bagaimanapun hebatnya Kaiden dalam mengontrol diri, dia tetap pria normal yang memiliki hasrat seksual. Mereka bahkan masih harus melakukan satu

  • Istri Kedua Sang Jenderal   54. Pemotretan (2)

    Sepertinya, tidak akan ada pose normal dalam pemotretan ini. Padahal, Anna sudah berharap pemotretan ini akan cepat selesai. Kaiden tanpa basa-basi menarik pinggangnya, sementara tangannya yang lain menangkup wajahnya. Monica terus memberi instruksi sampai Anna tiba pada posisi di mana bibir Kaiden menekan mulutnya. Tidak kuat, tetapi tetap saja jantung Anna berdebar tak karuan. Tatapan mereka bertemu dan Monica berteriak heboh. “Ya! Ya! Pertahankan!” Monica melangkah mundur, lantas mengambil gambar. Bibir mereka hanya menempel satu sama lain, tetapi tatapan Kaiden yang terarah padanya cukup intens. Mereka setidaknya harus mempertahankan kontak mata selama beberapa detik. “Ubah posisi sedikit, Tuan dan Nyonya.” Kaiden memiringkan kepala Anna, dan bibirnya terasa bergerak—mengemut dan menghisap bibir Anna dengan lembut. Gambar diambil. “Ya, selesai!” Anna menghela napas dan segera menjauh dari Kaiden. Di luar panggung, Monica segera mengecek hasil fotonya di laya

  • Istri Kedua Sang Jenderal   53. Pemotretan (1)

    Fotografer yang akan memotret Anna dan Kaiden adalah setengah pria dan setengah wanita.Anna bilang begitu karena tampilan luar pria itu sangat jantan dan macho. Bahkan wajahnya terlihat seperti ‘pria normal’. Tetapi, caranya berbicara dan bertingkah persis seperti perempuan. Dia bahkan berlenggok-lenggok ketika berjalan.Dia sempat mengedipkan sebelah matanya dengan manja pada Vargaz. Tentunya, balasan Vargaz adalah tatapan sinis dan jijik.“Terima kasih sudah mempercayakan pemotretan ini lagi pada saya, Jenderal,” ucap pria itu, membungkuk rendah di hadapan Kaiden dan Anna dengan senyum lebar.Kaiden mengangguk. “Kuharap hasilnya sebagus biasanya.”“Tentu saja, Tuan! Anda akan selalu mendapat kualitas terbaik,” jawab pria itu dengan suara ceria dan feminim yang dibuat-buat. Ia menegakkan tubuhnya kembali dan beralih menatap Anna dengan senyum sopan. “Seperti yang dirumorkan, Anda memang sangat cantik, Nyonya. Lebih cantik dari saya.”Anna memaksakan senyumnya. “Terima kasih.”“Apaka

  • Istri Kedua Sang Jenderal   52. Perubahan Sikap Kaiden

    “Bukankah ini terlalu berlebihan, Camila?”Anna menatap Camila dengan satu alis naik. Ia telah didandani dengan riasan glamour dan glitter yang berkilauan di mana-mana. Tetapi, yang paling mencolok adalah gaun putihnyaPersis seperti gaun pengantinnya.Bagian belakang menjuntai dan terseret ketika Anna berjalan. Tidak berat, Anna hanya takut menginjaknya.“Bukankah ini hanya pemotretan biasa?” tanyanya lagi setelah Camila selesai menyisiri rambutnya.“Tidak, Nyonya. Ini adalah pemotretan yang sangat penting!” Camila bicara dengan antusias. Matanya sampai berbinar. “Wajah Anda dan Tuan Kaiden akan terpampang di seluruh majalah dan koran, baik di ibu kota maupun di luar ibu kota.”“Oh, apakah seperti berita lamaran Kaiden waktu itu?”“Benar, Nyonya. Pemotretan ini sekaligus untuk memperkenalkan Anda secara resmi pada publik, bahwa Anda adalah istri kedua Jenderal Kaiden.” Camila menjelaskan dengan wajah bangga.Camila adalah salah satu orang yang sangat mendukung hubungannya dengan Kaid

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status