Beranda / Romansa / Istri Kedua Sang Jenderal / 02. Persetujuan (Paksa) Anna

Share

02. Persetujuan (Paksa) Anna

Penulis: rainaxdays
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-28 12:03:21

Ketegangan yang menguar di udara terasa mencekik.

Kaiden hanya diam di tempatnya, tetapi tatapan matanya yang intens seolah berusaha melucuti Anna. Seringai tipis tersemat di bibirnya.

Pria ini sengaja, pikir Anna.

Dia sengaja melakukan intimidasi seperti ini untuk membuat lawannya mengkerut. Sebuah teknik halus untuk membuat kepercayaan diri seseorang menurun.

Kaiden tahu benar bagaimana menggunakan kekuasaannya, tetapi Anna mencoba untuk tidak merasa gentar sedikit pun. Meskipun tidak bisa dipungkiri bahwa jauh di dalam hatinya, ada percikan ketakutan yang muncul.

Anna menekan tangannya ke paha dan membalas tatapan Kaiden. Mata hitam pria itu tampak mengerling, ada sesuatu yang tengah ia rencanakan dalam kepalanya.

Apakah pria ini benar-benar hanya akan menatapnya?

Dia duduk dengan santai di seberang meja, punggungnya bersandar di sofa. Asap teh di atas meja tak lagi mengepul. Hampir 10 menit berlalu dalam keheningan. Anna membersihkan tenggorokannya dan memilih untuk menyesap tehnya.

Akhirnya, Kaiden memalingkan pandangan dan mulai memperhatikan sekeliling rumah kecil Anna. Ekspresinya tampak menilai, kemudian pandangannya kembali ke Anna lagi. Matanya dengan terang-terangan memperhatikan tubuh Anna yang dibalut dress pemberiannya.

“Kau terlihat cantik dengan dress mahal,” ucapnya. Seringainya berubah menjadi senyum tipis yang manis.

Anna menatap datar. “Terima kasih. Tapi aku lebih suka pakaian ‘rakyat jelataku’.”

Kaiden tertawa kecil. “Sayang sekali, setelah menikah denganku, semua itu akan dibuang.”

“Menikah? Kau terlalu percaya diri. Kau pikir aku akan menerima lamaranmu?”

Mata Kaiden menyipit mendengar ucapannya, tetapi senyum manis itu masih tersemat di sana. “Di mana sopan santunmu saat bicara dengan jenderalmu? Beraninya kau memanggilku dengan sebutan ‘kau’ yang tidak sopan.”

“Kau ingin aku memanggilmu apa? Tuan Kaiden? Atau Yang Mulia Kaiden? Kau sebegitu hausnya dengan sebuah penghormatan?” Anna mencebik, suaranya dipenuhi sarkasme.

Alih-alih marah, Kaiden malah tertawa. Anna berharap pria itu setidaknya kesal, tetapi ekspresinya justru terlihat jenaka. “Lidahmu terlalu tajam, Sayang. Tidak cocok dengan wajah manismu,” komentarnya.

Anna ingin mendecih mendengarnya. Pria ini tidak sedang menggodanya, bukan? Lebih baik ia langsung bicara ke inti.

“Aku tidak mengerti. Ada banyak gadis kaya di ibu kota yang penuh glamor dan kemewahan, yang mungkin setara denganmu, tapi kenapa kau tidak memilih salah satu dari mereka? Apalagi kau hanya menginginkan anak.”

Kaiden tersenyum miring dan menatap Anna lekat-lekat. “Tapi aku menginginkanmu. Bagaimana ini?” Ia mencondongkan tubuhnya ke depan sebelum melanjutkan, “Aku tahu kau mengetahui strategi perang seperti ayahmu dan mendapat nilai paling tinggi di akademi. Aku tidak akan memilih wanita bodoh yang kepalanya hanya berisi hal-hal tidak berguna. Anakku pintar, maka keturunanku juga pintar.”

“Apa kau juga memikirkan hal itu saat menikah dengan istri pertamamu, Nona Selena?”

Kaiden menaikkan satu alisnya. “Dia mandul.”

Anna hampir mendengus.

“Kebebasan adalah hak semua orang, bukan begitu? Sebagai seorang jenderal, aku pikir kau mengerti segala peraturan yang dibuat oleh Pemimpin Shelton Damme. Aku yakin kalau keinginanmu untuk menikahiku hanya keegoisan semata. Kau sebenarnya hanya ingin mempermainkan rakyat jelata sepertiku, bukan?”

Senyum di wajah Kaiden menghilang dan Anna langsung mengungkapkan keinginannya, “Maaf, tapi aku tidak berniat untuk menerima lamaranmu. Kau hanya pria kejam yang tidak punya belas kasihan—argh!”

Anna tersentak ketika Kaiden meraih tangannya yang terluka dengan kasar. Rasa sakit menyebar di lengannya, tetapi ia mengigit keras lidahnya, menahan ringisan untuk lolos.

Kini, mata Kaiden tampak berkilat marah. “Apa seperti ini caramu berterima kasih setelah aku menyelamatkanmu dan ayahmu?”

“Apa seperti ini caramu melamar perempuan menjadi istrimu?” balas Anna dengan suara kasar.

Kaiden mendecih. Segala topeng manis di wajahnya telah menghilang. “Apa kau ingin aku berlutut dan menciummu?” tangannya yang besar dengan cepat beralih untuk mencengkeram pipi Anna. “Baik, kalau itu yang kau inginkan.”

Kaiden perlahan menunduk seolah ingin mencium Anna, sementara gadis itu memberontak.

“Tidak! Kau hanya bajingan! Kau tidak bisa memerintahku seenakmu!”

“Oh ya? Kau yang menginginkan ciuman ini.”

Mata Anna melebar. Napas pria itu terasa panas menerpa bibirnya. Ketika Kaiden terlihat benar-benar akan merealisasikan ucapannya, Anna tak lagi berpikir untuk menampar pria itu.

Sebuah tamparan keras yang bergema di ruangan itu.

Anna membelalak, sementara Kaiden terkejut bukan main. Matanya terbuka lebar, wajahnya syok.

Apa yang telah ia lakukan...

Sebuah tindakan impulsif yang seketika Anna sesali.

Kaiden berkedip dan cengkeramannya terlepas. Ia menatap Anna dengan tatapan tidak percaya, kemudian mata itu tampak membara.

Suasana ruangan itu mendadak berubah. Anna bisa merasakan amarah yang berkobar di sekeliling tubuh Kaiden.

Kaiden tidak pernah ditampar oleh siapa pun, dan calon istrinya baru saja melakukannya.

‘Apa dia memutuskan untuk membunuhku?’, batin Anna.

Ia menunggu amarah Kaiden untuk meledak, tetapi Kaiden malah mengusap pipinya dan menghela napas. Dalam beberapa detik, percikan amarah itu menghilang di matanya.

Kaiden tiba-tiba tertawa hambar dan Anna membeku di tempat.

Betapa Kaiden menguasai emosinya...

Apa yang diberitahukan oleh ayahnya kembali terngiang di kepala Anna. ‘Nak, Jenderal Kaiden sudah terlatih dan dia tidak akan mudah terbawa emosi di situasi apa pun agar pikirannya selalu jernih...’

Anna tidak menyangka dia benar-benar mengontrol emosinya setelah ditampar.

“Mencoba menggunakan cakar kecilmu di depanku?” Salah satu sudut bibir Kaiden terangkat, menatap Anna dengan senyum meremehkan. “Kau memiliki keberanian seperti singa betina, tapi Sayang, singa jantan tetap pemimpinnya.”

Anna mengepalkan tangannya dan menunduk. “Apa salah jika aku menolak, terlepas dari statusku?”

“Tanya ayahmu kalau begitu.”

“Kau mungkin menodongkan pistol padanya sampai dia setuju.”

Kaiden spontan tertawa. “Yang benar saja? Kau bisa bertanya padanya. Kau pikir aku sekejam itu?”

Anna tidak bisa menahan dirinya untuk memutar bola matanya. Tidak sekejam itu? Pria ini sedang melucu.

“Aku mengajukan lamaran atas perintah Pemimpin Shelton, dan ayahmu menerimanya setelah aku menyelamatkanmu,” ucap Kaiden, nada suaranya terdengar mengintimidasi. “Aku juga telah membiayai seluruh perawatan ayahmu dan memindahkannya ke rumah sakit paling elit di ibu kota. Apakah mungkin kau lebih suka ayahmu dilempar keluar gurun dengan kondisinya yang parah itu?”

Anna mencengkeram gaunnya, geram dengan perkataan Kaiden. “Ayahku adalah pahlawan perang. Kau tidak bisa melakukannya. Dia mengambil andil dalam kemenangan yang warga Mosirette cicipi sekarang.”

“Aku lebih tahu hal itu, lebih baik dari dirimu sendiri,” ucap Kaiden, menyeringai. “Kalau begitu, kau bisa membiayai ayahmu dengan uangmu sendiri. Bagaimana?”

Anna terdiam kaku, cengkeramannya menguat.

“Apa kau bisa melakukannya, Annalise York?”

Anna hanya bisa menggigit lidahnya. Jawabannya sudah jelas dan seringai Kaiden melebar.

“Kau tidak bisa melakukannya,” ucap Kaiden dengan nada mengejek yang kental. Ekspresinya berubah menjadi dingin. “Jadi jawab sekarang. Karena jika aku kembali dengan kata ‘tidak’, maka aku akan langsung menemui ayahmu. Betapa kecewanya dia mengetahui kau menolak permintaannya dan penyakitnya...”

Anna memalingkan wajahnya dan mendengus pelan.

Pria ini menekannya. Memanfaatkan kelemahannya. Dia menggunakan cara licik untuk membuatnya tersudut.

Dadanya terasa bergejolak dan kepalanya pusing. Tetapi, Anna benar-benar tidak memiliki pilihan lain.

Ia sangat membenci Kaiden.

“Ya,” kata Anna dengan enggan, sama sekali tidak menatap Kaiden.

“Ya apa? Katakan dengan jelas.”

“Ya. Aku. Menerima. Lamaranmu.” Anna menekankan setiap kata dengan marah, suaranya bergetar.

‘Dasar bajingan!’

Kaiden mengangguk dengan senyum puas. Anna ingin sekali menonjok wajah pria itu.

Kalau bukan karena ayahnya, ia tidak akan pernah mau menikah dengan pria keji seperti Kaiden. Tetapi setelah jawabannya barusan, ia tahu hidupnya akan berubah drastis.

Menjadi istri kedua Kaiden terdengar seperti pemberontak yang akan disiksa di sepanjang hidupnya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Istri Kedua Sang Jenderal   05. Bertemu Istri Pertama Kaiden

    Mobil Kaiden melaju dengan kecepatan sedang. Anna duduk di jok belakang bersama Kaiden. Keheningan menguasai keduanya. Pandangan Anna terus tertuju pada pemandangan di luar jendela, memperhatikan distrik-distrik yang ia lalui, sampai kemudian matanya melebar melihat perbatasan yang mengarah ke ibu kota. Perbatasan dibatasi oleh dinding beton dan pagar besi yang menjulang. Tempat itu dijaga ketat oleh pengawal yang akan selalu melakukan pemeriksaan. Mereka membawa senapan panjang dan tak segan menembak jika ada sesuatu yang mencurigakan. Hanya warga tertentu yang bisa bebas keluar masuk dari perbatasan, seperti orang-orang yang bekerja di pemerintahan. Kaiden sendiri memiliki mobil hitam khusus dengan inisial namanya di bagian depan, sehingga para pengawal tidak perlu mengecek identitasnya lagi. Kaiden selalu menggunakannya saat keluar dari ibu kota. Anna mencoba untuk terlihat biasa saja ketika mobil melewati perbatasan, tetapi tetap saja ia tidak bisa menahan rasa takjubnya. Mes

  • Istri Kedua Sang Jenderal   04. Pergi ke Ibu Kota

    “Astaga Anna! Sayangku! Kau tidak pernah muncul di depan lubang hidungku setelah sekian lama!” Anna mendengus melihat tingkah sahabatnya yang kelewat dramatis. “Ya, karena kau akan menyedotku dengan lubang hidungmu yang lebar itu.” Vasily tertawa dan melempar bokongnya ke tumpukan jerami. Di sampingnya, Anna menghela napas panjang, wajahnya kusut butuh disetrika. Vasily yang memperhatikan mengerutkan kening bingung. “Apa yang terjadi?” tanya Vasily tanpa basa-basi. “Kepalaku sakit,” jawab Anna lemas. Sudah tiga hari ia tidak bisa tidur dengan baik karena memikirkan pernikahannya dengan Kaiden. Tubuhnya sakit di semua bagian, tetapi ia merasa perlu menemui sahabatnya untuk menceritakan semuanya. “Apa kau memikirkan pernikahanmu dengan Jenderal Kaiden?” Anna mengangguk dengan bibir cemberut. “Yah itu...” Vasily menggaruk tengkuknya dan menyandarkan kepalanya ke kandang kuda di belakangnya. “Aku dengar istri pertama Jenderal Kaiden sebenarnya sangat licik. Dia berasal dari kelas

  • Istri Kedua Sang Jenderal   03. Patuhi Jenderalmu

    “Biar kuberitahu satu hal padamu. Aku membencimu dan akan selalu membencimu. Aku melakukan ini demi ayahku. Jadi, jangan berharap aku akan bersikap lemah-lembut padamu. Aku tidak akan pernah melakukan penghormatan seperti yang dilakukan orang lain.” Anna menatap Kaiden tepat di mata, tak menyesal sedikit pun mengatakannya. Ia merasa perlu memberi tamparan tak kasat mata setelah Kaiden menyudutkannya. “Dimengerti,” ucap Kaiden dengan seringai keji, sama sekali tidak terpengaruh dengan ucapan Anna. “Kupikir, tidak ada orang yang tidak membenciku," gumamnya, seolah bicara dengan dirinya sendiri. Anna menyipitkan matanya. Tiba-tiba, pria itu berdiri dan membungkuk ke arahnya. Anna membelalak saat Kaiden menyentuh dagunya dan mendongakkan kepalanya sampai mata keduanya bertemu. Mata biru Anna terlihat seperti air jernih di laut yang disinari matahari, kontras dengan mata hitam Kaiden yang gelap seperti lautan mati tanpa cahaya. Kaiden menyeringai. “Kau juga harus tahu satu hal, wanita

  • Istri Kedua Sang Jenderal   02. Persetujuan (Paksa) Anna

    Ketegangan yang menguar di udara terasa mencekik. Kaiden hanya diam di tempatnya, tetapi tatapan matanya yang intens seolah berusaha melucuti Anna. Seringai tipis tersemat di bibirnya. Pria ini sengaja, pikir Anna. Dia sengaja melakukan intimidasi seperti ini untuk membuat lawannya mengkerut. Sebuah teknik halus untuk membuat kepercayaan diri seseorang menurun. Kaiden tahu benar bagaimana menggunakan kekuasaannya, tetapi Anna mencoba untuk tidak merasa gentar sedikit pun. Meskipun tidak bisa dipungkiri bahwa jauh di dalam hatinya, ada percikan ketakutan yang muncul. Anna menekan tangannya ke paha dan membalas tatapan Kaiden. Mata hitam pria itu tampak mengerling, ada sesuatu yang tengah ia rencanakan dalam kepalanya. Apakah pria ini benar-benar hanya akan menatapnya? Dia duduk dengan santai di seberang meja, punggungnya bersandar di sofa. Asap teh di atas meja tak lagi mengepul. Hampir 10 menit berlalu dalam keheningan. Anna membersihkan tenggorokannya dan memilih untuk menyesa

  • Istri Kedua Sang Jenderal   01. Lamaran Sang Jenderal Kejam

    Kekuatan dan kekuasaan adalah hal yang utama di Mosirette. Seseorang yang berada di derajat terbawah hanya bisa menunduk menerima perintah. Apa pun yang dikatakan oleh sang Pemimpin Negara, rakyat kecil hanya bisa menganggukkan kepalanya. Seperti halnya yang terjadi pada Annalise York, ketika tawaran perjodohan disodorkan padanya. Helaan napas frustrasi berembus dari mulut Anna. Kepalanya rasanya ingin meledak. Ia merasa sangat bingung dan gelisah memikirkan apa yang akan terjadi satu jam ke depan. Ia ingin menolak lamaran sang jenderal, tetapi di sisi lain, ayahnya yang sakit memintanya untuk menerima pria itu. Ayahnya selalu bijaksana dalam mengambil keputusan. Namun kali ini, Anna pikir ayahnya telah keliru. Apa yang ayahnya lihat dari pria itu? Sang jenderal yang terkenal dengan kekejamannya. Kaiden Hyperion. Rumor yang beredar mengatakan kalau Kaiden adalah pembunuh berdarah dingin yang tidak memiliki belas kasihan. Dia membantai siapa pun yang melanggar perintahnya, seka

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status