LOGIN“Astaga Anna! Sayangku! Kau tidak pernah muncul di depan lubang hidungku setelah sekian lama!”
Anna mendengus melihat tingkah sahabatnya yang kelewat dramatis. “Ya, karena kau akan menyedotku dengan lubang hidungmu yang lebar itu.” Vasily tertawa dan melempar bokongnya ke tumpukan jerami. Di sampingnya, Anna menghela napas panjang, wajahnya kusut butuh disetrika. Vasily yang memperhatikan mengerutkan kening bingung. “Apa yang terjadi?” tanya Vasily tanpa basa-basi. “Kepalaku sakit,” jawab Anna lemas. Sudah tiga hari ia tidak bisa tidur dengan baik karena memikirkan pernikahannya dengan Kaiden. Tubuhnya sakit di semua bagian, tetapi ia merasa perlu menemui sahabatnya untuk menceritakan semuanya. “Apa kau memikirkan pernikahanmu dengan Jenderal Kaiden?” Anna mengangguk dengan bibir cemberut. “Yah itu...” Vasily menggaruk tengkuknya dan menyandarkan kepalanya ke kandang kuda di belakangnya. “Aku dengar istri pertama Jenderal Kaiden sebenarnya sangat licik. Dia berasal dari kelas atas dan orang tuanya adalah konglomerat yang cukup berpengaruh.” “Hmm ya.” “Tapi coba pikirkan sisi positifnya!” Vasily menegakkan tubuhnya dan menatap Anna dengan serius. “Kau tidak perlu menyekop kotoran kuda lagi.” Anna spontan melotot mendengar hal itu. “Yang benar saja? Dia tidak memiliki belas kasihan. Dia pembunuh sadis. Kau menyuruhku melihat sisi positif hanya karena tidak perlu menyekop kotoran lagi?” “Tapi bukankah kau benci dengan bau kotoran kuda?” Vasily menaikkan satu alisnya, tampaknya berusaha menghibur Anna, tetapi tidak berhasil. Anna kembali menghela napas. Tidak ada yang bisa ia pikirkan tentang sisi positif dari pria itu. Tangan Kaiden sudah berlumuran darah. Dia menggunakan senjata dan ketangkasannya dalam bela diri untuk melenyapkan nyawa seseorang. Kaiden telah mengikuti pendidikan militer sejak umur 12 tahun. Dia memiliki ambisi setinggi langit. Entah apa yang mendorongnya, tetapi Anna tahu Kaiden menyimpan kebencian yang sangat besar akan sesuatu. Di ibu kota sendiri, reputasi sang Jenderal terbilang sangat cemerlang. Semuanya bermula ketika peperangan meletus dan pemberontak ada di mana-mana. Mereka ingin Shelton Damme turun dari jabatannya saat itu, dan pemimpin baru harus dipilih dari kelompok para pemberontak. Kemudian, Kaiden naik pangkat menjadi Jenderal dan tak disangka bisa menuntas habis para pemberontak. Lalu terjadi revolusi secara besar-besaran, dan wilayah Mosirette dibagi dua. Ibu kota dan wilayah di luar ibu kota. Setelahnya, masih ada pemberontak dalam kelompok kecil yang menolak pemerintahan di bawah Shelton dan jenderalnya. Mereka mengatakan bahwa hanya kalangan atas yang diuntungkan dan sebagian besar orang menderita. Tetapi lagi-lagi semuanya musnah. Keahlian Kaiden dalam memukul mundur para pemberontak tidak ada duanya. Sekarang, tahun 2045, tidak pernah ada lagi pemberontak yang muncul. Kaiden terus memberantas propaganda terselubung dan membuat seluruh warga Mosirette aman. Ya, aman dari pemberontak, tetapi tidak dengan perekonomian mereka yang berbanding terbalik dengan warga di ibu kota. Kesenjangan di Mosirette terlihat sangat jelas. Ibu kota penuh glamor dan kemewahan, sementara di luar itu, hanya sedikit warga yang bisa hidup dengan baik. Anna sendiri harus membersihkan kandang kuda setiap hari untuk mendapat upah. Ia juga menjual sayuran dan buah ke pasar. Meskipun begitu, Anna tidak pernah ingin tinggal di ibu kota. Tempat itu penuh dengan berbagai macam kebusukan. “Anna, coba kau lihat ini. Koran mencetak sangat banyak. Semua orang sangat antusias dengan berita pernikahan kalian.” Anna menoleh dan mendapati Vasily menyodorkan beberapa lembar koran. Di sana, terpampang foto sang Jenderal dalam seragam militernya, lalu di bawah fotonya tertulis: ‘Pengumuman pernikahan Jenderal Kaiden dengan rakyat biasa dari keluarga York telah dikonfirmasi!’ Anna memindai isi korannya dengan cepat. Dijelaskan secara singkat tentang ayah Anna—Baliant York—yang merupakan pahlawan perang. Ada pula, alasan kenapa Pemimpin Shelton merekomendasikan anak dari Baliant untuk Kaiden. “Aku lihat semua orang membeli koran. Kalau kau pergi ke toko roti dan kedai kopi, kau akan dengar bagaimana mereka membicarakanmu dan Jenderal Kaiden,” ucap Vasily dengan menggebu-gebu. Anna tidak pernah membeli koran, tetapi Fay bercerita kalau berita pernikahannya dengan Kaiden menyebar seperti angin musim semi yang menerpanya sekarang. Baru kali ini Anna melihat antusiasme dari semua kalangan. Rakyat Mosirette yang tinggal di luar ibu kota kebanyakan membenci Kaiden karena lebih memihak kalangan atas, tetapi berita yang tersebar sekarang membuat kebencian itu seolah perlahan memudar. Fakta bahwa Jenderal Kaiden akan menikahi seorang wanita dari rakyat jelata, seakan membuat mereka memiliki harapan. Bahwa Anna akan mengubah segalanya, atau mungkin... memberi bantuan besar pada mereka. Anna tidak pernah memikirkan itu. Ia mungkin hanya dijadikan sebagai pion. “Anna! Jenderal Kaiden datang untuk menemuimu! Cepat!" Adik perempuan Vasily mendadak muncul dari balik kandang dengan wajah panik. Anna dan Vasily refleks berdiri karena terkejut. Kaiden datang? Keduanya bergegas keluar dari kandang kuda, bersamaan dengan dua mobil yang masuk ke halaman rumah Vasily. Yang pertama adalah mobil Kaiden, dan yang kedua adalah mobil pelayannya. Kaiden keluar dari mobil dan tampak memperhatikan sekeliling tempat Vasily yang kumuh. Anna segera mendekat. “Apa kita memiliki pertemuan hari ini?” Seingatnya, Kaiden bilang pertemuan selanjutnya adalah minggu depan. Sekarang, baru tiga hari berlalu dan... “Aku memajukannya,” ucap Kaiden, menatap ke belakang Anna. Vasily dan adiknya telah membungkuk rendah sampai wajah keduanya sejajar dengan lutut mereka. Rambut pirang mereka terlihat berterbangan karena angin kencang. “Aku pikir kau akan melakukan penghormatan seperti mereka?” Kaiden tersenyum miring dan Anna mengepalkan tangannya. “Jangan harap.” Kaiden tertawa. Anna menyipitkan mata tidak suka. “Apa yang sebenarnya kau lakukan di sini?” Alih-alih menjawab, Kaiden malah mengisyaratkan pelayannya untuk mendekat. Pandangan Kaiden beralih ke pakaian Anna dan dia menghela napas. “Ganti pakaian calon istriku.” “Ya, Tuan.” “Apa?” Anna menatap tidak mengerti. “Kau terlihat seperti orang utan punah yang terlihat di buku,” ucapnya. “Bagaimana bisa kau ke ibu kota dengan pakaian seperti itu?” Anna langsung memperhatikan penampilannya. Ia memakai kemeja lusuh dan celana jeans dengan warna yang sudah pudar. Lalu pandangannya berpindah ke Kaiden. Kaiden memang selalu terlihat rapi dan bersih. Hari ini, dia memakai tuxedo mahal berwarna hitam. Aroma juniper dari tubuhnya masih sama dengan yang terakhir kali, dengan sedikit aroma rerumputan dan bunga-bunga liar di padang. Anna mendengar kalau Kaiden suka berkuda. “Apa kau belum mandi?” tanya Kaiden tiba-tiba. Anna melotot. “Kau bercanda? Tentu saja aku sudah mandi! Hanya karena pakaianku lusuh, bukan berarti aku belum mandi!” Anna mendelik tidak terima, tetapi Kaiden hanya kembali menghela napas. Anna sungguh ingin menonjok wajah mulusnya itu sekali saja. Pria ini sangat arogan. Bahkan melebihi Pemimpin Shelton. “Pelayan, cepat lakukan tugasmu. Dandani dia di sini saja,” ucap Kaiden. Pelayan wanita yang sudah membawa tas kertas di tangannya bergegas mendekati Anna. Wajahnya terlihat syok karena baru kali ini melihat seseorang bicara dengan santai dan meneriaki Kaiden tanpa kehilangan kepalanya. Apalagi Anna hanya rakyat jelata dengan status yang rendah. “Cepat bersiap. Aku akan menunggumu di mobil.” Kaiden menyahut untuk terakhir kali sebelum masuk ke mobilnya, sementara Anna hanya bisa berdecak kesal. Vasily dan adiknya segera membuka pintu rumah, mempersilakan sang pelayan untuk mendandani Anna di sana. “Tolong pakai ini, Nona.” Pelayan itu memberikan sebuah dress sutra berwarna merah dengan tali kecil yang tipis. Pakaian resmi di ibu kota adalah jas hitam untuk pria dan dress sutra untuk perempuan. Mereka mengenakannya saat ada acara resmi, pesta, atau perayaan khusus. Dengan kain yang licin dan berkilau, dress sutra akan membentuk tubuh dengan baik. Sutra sendiri melambangkan status para perempuan ibu kota yang glamor, berkelas, dan juga seksi. Anna tidak suka. Dan Kaiden malah selalu memberikan pakaian yang tidak ia sukai. Anna mengenakan dress itu dengan terpaksa dan menatap refleksinya di cermin. Ia penasaran kenapa Kaiden mengajaknya ke ibu kota secepat ini. Tidak mungkin kalau... Mata Anna seketika membelalak ngeri. Apakah mungkin pernikahan keduanya dipercepat?Pestanya baru berakhir menjelang pukul delapan malam.Anna kembali ke kamarnya dengan kaki pegal luar biasa. Ia melepas heels-nya dengan asal dan duduk di tepi tempat tidur.“Astaga, kakiku bisa patah jika terus memakai heels itu,” keluhnya, memijat-mijat kakinya yang sakit. Otot-ototnya terasa tegang dan kram.Bagaimana mungkin mereka menyelenggarakan pesta dari pagi sampai malam? Di wilayah luar ibu kota, pesta pernikahan hanya berlangsung sampai tengah hari.Anna beralih membaringkan tubuhnya ke belakang dan mendesah lega. Gaunnya memang tidak berat, tetapi berdiri selama berjam-jam membuat punggungnya sakit bukan main. Kasur yang empuk ini sedikit melemaskan otot-ototnya.Mungkin ia bisa mandi air hangat, lalu tidur——tunggu dulu.Apakah ia dan Kaiden harus melakukan malam pertama itu? Apakah itu termasuk dalam perjanjian?Iris birunya terpaku menatap langit-langit kamar. Perasaannya tak karuan memikirkan ia harus melakukan itu bersama Kaiden.Anna belum siap. Dan mungkin tidak ak
Dominic terlihat sangat akrab bercengkerama dengan Lysa, bahkan mereka tertawa-tawa bersama. Sementara Vargaz hanya sesekali bicara saat Lysa mengajaknya, itu pun terlihat enggan.Apakah ini sebabnya Lysa mencoba akrab dengannya walaupun mereka tidak saling kenal? Sepertinya, Dominic telah bercerita sesuatu tentangnya.Anna meraih jus di atas meja dan menyesapnya. Di sampingnya, Kaiden mengambil segelas anggur putih. Baru beberapa detik, beberapa pria kelas atas mulai mengajak Kaiden mengobrol.Anna menyibukkan diri dengan minumannya, mencoba untuk tidak menarik perhatian para tamu wanita. Ia tahu mereka semua hanya ingin berbasa-basi agar terlihat di mata Kaiden.Beberapa kali Anna bertemu pandang dengan teman sekelasnya saat berada di akademi. Tetapi mereka tampak segan untuk menyapa dan hanya hanya menatapnya dari jauh.Lagi pula, Anna sama sekali tidak akrab dengan mereka lagi. Setelah lulus dari akademi, ia menyibukkan diri dengan bekerja demi bertahan hidup.Setelah berita perni
Anna pikir, hanya Nyonya Brighton yang akan memberi selamat khusus pada mereka. Rupanya, Selena dan Genevi juga terhitung di dalamnya.Selena mendekatinya dengan senyum manis penuh kepalsuan. Seluruh atensi dengan cepat berpindah pada mereka. Para tamu mulai saling berbisik-bisik.Tampaknya, mereka berharap ada sedikit drama yang terjadi.Selena berhenti di depannya dan tanpa diduga menarik tubuhnya ke dalam pelukan. “Selamat untuk pernikahanmu ya, Anna. Aku harap kita bertiga bisa bahagia bersama. Aku minta maaf soal sikapku waktu itu, tapi kuharap setelah ini, kita bisa menjadi ‘teman baik’.”Selena dengan sengaja menekankan kata ‘teman baik’. Pelukannya mengerat, terlalu erat, sampai Anna merasa bahwa Selena berusaha mencengkeramnya.“Tentu saja kalian akan menjadi teman baik,” timpal Nyonya Brighton dengan senyum sumringah.“Terima kasih, Selena,” balas Anna, ikut menunjukkan senyum manis palsunya.Kepura-puraan harus dibalas dengan kepura-puraan. Tentunya, Selena harus menunjukka
Jantung Anna berdebar layaknya genderang.Meskipun ia mencoba untuk tenang, menarik napas berulang kali, tetapi keringat dingin tetap menjalari tubuhnya. Ia merasa baru saja ditenggelamkan ke kolam air es.Dalam balutan gaun pengantin putih yang ia pilih sendiri, ia seolah melihat orang lain. Camila memberikan riasan glamor yang elegan dan natural, tak lupa menutupi bekas luka di lehernya. Matanya tampak lebih tegas dengan hiasan yang berkilauan di kelopaknya. Rambutnya disanggul ke belakang, penuh dengan hiasan mutiara kecil.Terakhir, Camila memasangkan kerudung pengantin di kepalanya.“Nona, Anda adalah pengantin yang sangat-sangat cantik. Saya tidak bisa berkata-kata,” ucap Camila dengan wajah penuh haru.Anna tidak bisa mengatakan apa-apa selain menarik sudut bibirnya untuk tersenyum.Perasaannya tidak karuan. Sepertinya ia akan pingsan.‘Hanya setahun,’ ucap Anna dalam hati, mengingat perjanjiannya dengan Kaiden.Pintu terbuka dan Letnan Vargaz muncul di sana. “Silakan, Nona,” u
“Kaiden...”Yang disebut namanya melangkah keluar dari balik pohon. Kaiden berjalan mendekat dengan santai, kedua tangannya berada di belakang punggung.Ketika sinar bulan menyirami wajahnya, Anna bisa melihat goresan melintang yang masih mengeluarkan darah di pipinya.Lukanya...Anna menggigit pipi dalamnya. Tembakannya rupanya berhasil menyerempet pipi Kaiden. Pria itu tidak bereaksi apa-apa, meskipun Anna tahu goresan tipis itu membawa rasa perih dan juga terbakar yang tajam di wajahnya.Kenapa dia tidak menghindar sepenuhnya? Dia bukan prajurit kelas bawah yang tidak bisa menghindari peluru yang datang secara jelas ke arahnya.“Tapi akurasimu masih kurang,” imbuh Kaiden, berhenti tepat di depan moncong peredam yang Anna pasang di pistolnya. Pandangan Kaiden kemudian terarah ke paha Anna. Tatapannya adalah campuran rasa geli dan juga takjub. “Siapa sangka kau akan menyembunyikan pistolmu di bawah rokmu?”Anna spontan mundur dan menurunkan pistolnya. “Kau mengikutiku?”Kaiden tersen
“Apa kau menyukai Dominic?” Anna menaikkan satu alisnya. Nada suara Kaiden terdengar sangat serius dan ekspresinya tertutup. “Aku menyukainya atau tidak, memangnya kenapa?” tanya Anna, menyilangkan tangannya di depan dada. “Kau sendiri bilang, orang sepertiku tidak akan pernah bisa mencintai seseorang. Jadi, apa kau berpikir aku akan berselingkuh di belakangmu?” Salah satu sudut bibir Kaiden tertarik membentuk senyum miring. Ia mengangkat gelas yang seharusnya diberikan pada Anna dan menenggak isinya sampai habis. “Tenang saja, aku tidak akan mencoreng reputasimu Tuan Jenderal yang terhormat,” ucap Anna, meraih botol alkohol dan kembali menuangkannya ke gelas. Kali ini, Kaiden menyodorkannya pada Anna. “Kau bicara seperti itu seolah kau peduli dengan reputasiku. Kupikir kau akan senang jika aku mendapat masalah, bukan begitu?” Anna mengedikkan bahunya. “Ya, aku ingin melihat kau menderita. Tapi, kau mungkin saja menggunakan ayahku sebagai pelampiasan.” “Kau memang hanya m







