แชร์

Bab 135. Luka yang Tak Terucap

ผู้เขียน: Wijaya Kusuma
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-08-20 21:41:43

Udara malam itu terasa menusuk, seolah dinginnya berhasil menembus dinding tebal kamar Neina. Padahal, pendingin ruangan sudah diatur pada suhu yang paling nyaman.

Jam di dinding terus berdetak, jarum panjangnya kini menempel di angka setengah satu, sementara jarum pendek merayap di angka dua. Di antara sunyi yang mencekam, hanya terdengar nafas berat Keandra yang tertahan, sesekali diselingi erangan pelan yang penuh penderitaan.

Wajah Keandra sangat tak baik-baik saja. Lebam berwarna ungu kehitaman menghiasi pelipis kirinya, dengan sobekan luka yang dalam dan masih mengeluarkan darah. Sudut bibirnya membiru, bengkak, dan sepertinya ada yang robek.

Di sisi ranjang, Neina duduk dengan tangan gemetar, menggenggam erat kotak P3K. Jantungnya berdebar kencang, nyaris meledak. Ia mencoba tetap tenang, tetapi setiap kali pandangannya jatuh pada tetesan darah segar yang mengalir di kulit Keandra, rasa panik itu kembali menyerang.

Felix, dengan postur tegap dan kedua tangan terlipat di dada,
อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
บทที่ถูกล็อก

บทล่าสุด

  • Istri Kedua Sang Presdir   Bab 151. Bayangan yang Menghantui

    Suara mesin monitor rumah sakit berdetak pelan, seirama dengan napas Neina yang tertidur pulas. Ruangan itu remang, hanya ditemani lampu dinding kekuningan yang memberikan sedikit kehangatan. Udara dingin dari pendingin ruangan terasa menusuk, sementara bau obat-obatan dan antiseptik yang begitu kuat membuat dada terasa sesak.Keandra berdiri mematung di samping ranjang, tangannya terlipat di dada. Tatapannya jatuh pada wajah Neina yang pucat, seolah terpaku pada setiap detail. Ada luka memanjang di lengan kanan perempuan itu, dibalut perban tebal, menjadi pengingat nyata dari kengerian yang baru saja terjadi. Sesekali, Neina bergerak gelisah dalam tidurnya, entah karena mimpi buruk atau rasa sakit yang masih membekas di tubuhnya.Keandra menghela napas panjang, berat. Ada sesuatu yang berputar-putar di dadanya, rasa bersalah yang selama ini coba ia abaikan. Namun, malam itu, rasa itu menyeruak tanpa ampun, menusuknya dengan tajam."Aku terlalu dingin padanya... terlalu keras... d

  • Istri Kedua Sang Presdir   Bab 150. Kecurigaan

    Senja baru saja turun saat Keandra menghela napas panjang, menatap dokumen yang menumpuk di meja kerjanya. Pikirannya masih dipenuhi kekacauan, sisa dari perdebatan sengit dengan seorang klien yang cerewet di siang hari. Jemarinya mengurut pelipis yang berdenyut, berharap bisa mengusir lelah dan stres yang menggerogoti. Di tengah keheningan yang mulai terasa, dering ponsel memecah suasana. Layar menampilkan nama Felix, asisten pribadinya. Dengan nada malas yang kentara, Keandra mengangkat panggilan.“Ada apa?”Suara di seberang terdengar tak biasa, terguncang dan penuh kepanikan. "Pak Keandra... ini darurat. Neina... dia kecelakaan."Keandra, yang semula duduk santai, seketika bangkit berdiri. "APA?!" suaranya meninggi, memantul di dinding ruangan."Dia dilarikan ke RS Medika Sentosa. Kondisinya kritis, kakinya patah... aku barusan dapat kabar dari rumah sakit."Sejenak, dunia Keandra terasa berhenti berputar. Jantungnya berdetak begitu kencang, memompa darah dengan ritme yang tak

  • Istri Kedua Sang Presdir   Bab 149. Takdir yang Dituliskan

    Langit Jakarta mulai memudar, menyisakan semburat jingga yang pucat. Jalanan Ibu Kota yang seharusnya sibuk dengan geliat kehidupan kini justru tercekik oleh kemacetan parah. Klakson-klakson berteriak, lampu kendaraan berkedip-kedip tak sabar, menari-nari di tengah kabut polusi yang tebal dan menyesakkan. Di tengah semua itu, Neina duduk lunglai di jok belakang mobil kantor, merasa dunianya juga ikut macet. Pikirannya dipenuhi tumpukan pekerjaan yang tak ada habisnya dan bisikan-bisikan jahat dari rekan-rekan yang hari itu terasa lebih tajam dari biasanya.Ia memejamkan mata, membiarkan punggungnya tenggelam dalam sandaran kursi. Nafasnyapun berhembus berat. "Bu, mau langsung pulang atau mampir dulu ke minimarket?" suara Pak Wawan, sopir yang setia mengantarnya, terdengar lembut.Neina membuka mata, menatap Pak Wawan dari pantulan spion. "Langsung saja, Pak. Saya capek sekali," jawabnya dengan suara yang nyaris tak bertenaga.Mobil perlahan merayap, mencoba membelah lautan kendaraa

  • Istri Kedua Sang Presdir   Bab 148. Sebuah Rencana

    Hari itu terasa begitu panjang. Setiap kali Neina keluar dari ruang kerja Keandra, bisikan itu semakin nyaring. Seolah seluruh kantor kini memiliki satu topik saja: dirinya."Aku sudah bilang, kan? Perempuan sok manis begitu pasti ada maunya.""Pura-pura polos, tapi ternyata pintar memikat.""Kasihan Bu Olivia…"“Seharusnya Pak Keandra tahu sejak dulu jika wanita seperti dia itu akan menjadi benalu.”“Eh, denger-dengar, ia dinikahi hanya untuk keturunan.”“Bisa jadi sih. Faktanya memang Bu Olivia yang mungkin tidak ingin punya anak. Sebab tahu sendiri jika hamil. Body gitar spanyolnya akan berpengaruh. Dan mungkin itu yang menjadi alasan Pak Keandra mau menikah dengannya.”“Ditawarin uang banyak, siapa sih yang akan menolak.”Kata-kata itu menusuk telinga Neina, melukai hatinya. Ia mencoba berjalan seolah tuli, seolah semua bisikan itu hanyalah angin lalu. Namun, setiap tatapan yang menghakimi dan setiap senyuman sinis terasa seperti jarum tajam.Di pantry, saat Neina hendak menuang

  • Istri Kedua Sang Presdir   Bab 147. Pagi yang Menghancurkan

    Beberapa hari setelah kepergian Olivia, mansion terasa sunyi. Neina mencoba menjalani hari seperti biasa, menyiapkan jadwal Keandra dan mengurus dokumen kantor. Pagi itu, ia berangkat lebih awal, mencoba melarikan diri dari kesunyian yang mencekam.Namun, saat memasuki lobi DS Company, Neina menyadari ada sesuatu yang tidak biasa. Semua mata tertuju padanya. Bisik-bisik terdengar di setiap sudut. Neina berusaha tetap tenang, melangkah menuju meja kerja resepsionis saat ingin mengambil paket, tetapi langkahnya terhenti ketika seorang staf menaruh koran di atas meja kerjanya."Lihat ini," bisiknya.Mata Neina terbelalak. Judul besar di halaman depan majalah gosip itu berbunyi: "Istri Kedua Presdir! Siapa Sebenarnya Neina Zalika?"Foto-foto bertebaran di halaman itu. Ada fotonya di vila, saat ia mengantar berkas dengan wajah lelah. Ada foto dirinya masuk ke dalam mansion, bahkan foto ketika ia berdiri di samping kursi kerja Keandra."Ya Tuhan..." bisik Neina, wajahnya memucat. Ia tak p

  • Istri Kedua Sang Presdir   Bab 146. Kepergian yang Membingungkan

    Sudah berhari-hari, meja makan mansion terasa berbeda. Biasanya, suara Olivia yang renyah selalu menghiasi ruangan, entah membicarakan pesta sosial, mode terbaru, atau mengeluh tentang makanan yang terlalu hambar. Namun hari itu, suaranya terdengar tenang, bahkan terlalu tenang untuk ukuran Olivia. Sebuah ketenangan yang terasa ganjil, seperti badai yang tertunda.Selain ia yang kali ini sering pulang larut, hingga hampir pagi dan bahkan tak kembali ke rumah. Kini kesenjangan antara Keandra dan Olivia pun semakin jelas terlihat di depan mata. “Aku sudah memutuskan,” katanya datar sambil meletakkan sendok sup. Tatapannya lurus ke depan, tapi matanya seolah menembus dinding. “Aku akan kembali ke Paris. Ada tawaran besar yang menungguku di sana. Fashion line baru, kontrak internasional. Aku tidak bisa menolaknya. Aku butuh uang banyak, sebab kau tak lagi mampu aku andalkan.”Kalimat itu menusuk. Kata ‘tak mampu aku andalkan itu berhasil membuat Neina kembali berpikir, sebelumnya Olivi

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status